Malam telah tiba. Angin berembus lembut melewati jendela kamar Sabine yang sedikit terbuka. Ia sudah mengenakan piyama tidur, meski pikirannya sama sekali belum mengizinkannya untuk beristirahat. Sejak siang tadi, ia telah bertekad untuk menemui dan mencari tahu kebenaran tentang Kalief di klub malam tempat pria itu bekerja, apalagi ia sudah mengetahui nama Klub tempat Kalief bekerja. Namun kini, ketika malam benar-benar datang, langkahnya terasa berat. Sabine memang tidak menyukai klub malam. Baginya, tempat itu terlalu bising, penuh asap rokok dan cahaya yang menyilaukan. Ia mondar-mandir di dalam kamar sambil menggigiti ujung kukunya. “Kenapa sih banyak orang suka ke klub malam, termasuk mama?” gumamnya kesal. “Aku rasanya malas sekali kalau harus pergi ke tempat seperti itu.” Seben

