Dua

804 Words
            "Jadi Sajid sekarang sudah bukan PNS ya? Ngeri juga ya dampak viral itu." ujar Rion setelah Dian bercerita tentang Sajid.             Mereka kini baru selesai makan malam di kantin apartemen yang terletak dilantai satu samping kolam renang. Memang sudah menjadi kebiasaan Dian menceritakan segala kejadian yang ia alami dan Rion sebagai pendengar yang baik.             "Sajid udah ada buntut dua, dan dia bilang mau jualan. Hahh jualan apaan? Si Sajid enggak ada bakat dagang atuhlah! Dulu aja pernah ikutan MLM, eh demi dapat poin dan enggak malu, masa dia yang beli produknya sendiri tapi ngakunya orang lain."             Rion tertawa kecil. " Ikut aku aja."             "Ikut apaan?"             "Kebetulan di rumah sakit lagi butuhin admin. Kerjanya gampang kok cuma cuma pengarsipan. Sebelum jadi PNS Sajid pernah kan kerja perusahaan perlengkapan rumah tangga sebagai admin?"             "Tapi kan Sajid waktu itu kerjanya bagian admin gudang!"             "Yah sama-sama input data."             Dian menatap Rion ragu. "Beneran bisa?"             "Coba aja."             "Emang dokter bisa masukin pegawai?"             "Setidaknya dokter bisa merekomendasiin langsung ke HRD. Nanti bilang ke Sajid, kirim email CV nya ke aku."             Dian mengangguk. "Oh iya, gue sebenarnya enggak mau kepo sih.. Ini cuma tanya, itu cewe yang kamu bawa tuh siapa sih? Kok beda-beda?"             "Teman."             Dian mencibir. "Teman kok bisa masuk ke apartemen seenaknya. Enggak mungkin kan kalau di dalam kalian monopoli?"             Rion tertawa. "Itu mah kalau sama kamu baru main monopoli. Memangnya kamu yakin mau dengar kalau aku ceritain detailnya?"             "Hmm kamu enggak bedah mereka kan?" tanya Dian merujuk pada profesi Rion yang seorang dokter bedah.             "Enggaklah!"                 "Jadi?"             "Kami mengobrol."             "What??  Situ buka sampingan jadi biro curhat?"             Rion mencubit pipi Dian gemas. "Yah semacam gitu."             "Heuh curhat kamu mah maksudnya curhatnya pake nafsu."                   Rion tidak membalas perkataan Dian.             "Jadi kalau gue bawa temen cowo ke apartemen boleh?"             "Memangnya kamu punya pacar?"             "Ya enggak sih."             Rion tersenyum senang dan berdiri. " Ayo kita balik ke atas." ...             "Bu Dian, ini buku pendampingnya sudah saya ganti dengan yang baru soalnya malam saya cek buku pendampingnya tersisa satu halaman." Ujar Bu Sarah, Mamanya Arin ketika Dian menjemput Arin di pent housenya .             Buku pendamping maksudnya sejenis buku tulis yang dikhususkan untuk mencatat perkembangan, PR serta apa yang dilakukan murid di kelas. Jadi semacam laporan tertulis dari guru pendamping kepada orangtua.             "Oh iya Bu."             "Beneran enggak usah pakai mobil saya buat antar Arin?"             "Enggak usah Bu, sekolah kan deket, jalan kaki juga cuma 10 menit."             "Yasudah kalau begitu, oh iya besok saya ikut Papanya Arin kunjungan ke London. Tapi nanti ada adik saya disini buat temenin Arin. Namanya Abimanyu. Saya kasih tahu dari sekarang, takutnya Ibu kaget pas jemput besok ada laki-laki disini."             Dian tersenyum mengerti.             "Dia beda 3 tahun lho sama kamu, single lagi." goda Bu Sarah.             Dian hanya diam, bingung mau merespon apa.  Untungnya Arin segera datang dan mereka berpamitan untuk berangkat ke sekolah. ...       " Kusut banget sih!" komentar Alma begitu melihat Rion masuk kedalam ruangannya.     " Aku cuma tidur 3 Jam karena harus ngelakuin tiga kali operasi."    " Too bad."    " Aku benar-benar butuh kasur."    " Tidur gih, lumayan kan beberapa Jam. "    Rion menghela napas, rambutnya terlihat berantakan membuat Alma gemas melihatnya. Ia mengecup bibir Rion singkat.    " Lucu banget sih lihat kamu kayak gini."    Rion menatap jendela yang kini menampilkan hujan. Membuatnya termenung.     " Kenapa? Mikirin Cinderella mu? Aku bingung, kenapa cuma ke dia aja kamu jaga jarak?"    "...."    " Aku kasihan lho tiap lihat dia di apartemenmu. Kelihatan banget dia jealous."    " Kamu tau pecundang?" Rion terdiam sebentar lalu melanjutkan. " Maybe that's me." ...    " Bu Dian, ini materi pembelajarannya sudah saya foto copy untuk bahan ulangan minggu depan." ucap Bu Maya wali kelas Arin.             "Makasih Bu."             "Formal amat sih." gerutu Maya yang sebenarnya salah satu teman kuliah Dian.             "Enggak enak tadi masih ada murid tau!"             "Arin balik sama siapa?"             "Sama sopir Mamanya. Eh lo bawa apaan sih?" tanya Dian menunjuk isi tas Maya.             "Tahu aja lo kalau gue bawa cemilan." Maya mengambil sekantong keripik singkong pedas.             "Gue lapar."             "Kenapa tadi istirahat kagak jajan?"             "Gue lupa bawa dompet."             "Kebiasaan lo. Oh iya, si Sajid gimana nasibnya?"             "Gue denger sih besok dia mulai kerja di RS bagian staff."             "Pasti dibantu Rion."             Dian mengangguk.             "Selalu ya Rion tuh cekatan kalau berhubungan sama orang-orang disekitar lo."             Dian mengangguk. "Tapi dia enggak cekatan sama hati gue."               "Jadi, pacar dia sekarang siapa?"             "Enggak jelas. Tiap hari bawa cewe beda-beda mulu. Tapi penampilannya sama, banyak dempul. Kayaknya dia buka agency model di apartemennya."             "Gue bisa dong daftar, Kali aja bisa masuk ke apartemennya."             "Lah sebelum lo juga gue pasti daftar duluan. Cuma sayang aja d**a gue kecil."             "Kenapa enggak move on aja?"             "Maksud lo?"             "Usia lo udah 30 tahun lho..  Mau sampai kapan lo nungguin dia? Apalagi dia sama sekali enggak ada kode suka sama lo."             "Dia suka sama gue, cuma dia belum sadar aja."             "Haissh lo mah teguh ya kalau ada mau."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD