6
Nabila POV.
Semua orang memandangku sinis. Namun, apa peduliku? Mau orang lain memandangku sinis, iri, benci, dan tatapan jelek lainnya aku tak peduli karena gak akan ngaruh sama sekali ke hidupku.
Ingatlah! Jangan terlalu pikirkan orang-orang yang membenci kalian. Diamkan saja! Biarkan saja mereka membenci kalian sesuka hati mereka. Tidak akan ada gunanya juga bagi kalian. Baik mereka membenci kalian atau tidaknya. Yang ada, mereka yang membenci kita yang rugi.
Pasti ada orang yang membenci kita. Namun, mereka menunjukkannya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menunjukkannya secara terang-terangan dan ada yang membenci kalian dalam diam dengan menjelma sebagai teman. Teman yang akan menusuk temannya dari belakang. Menjadi teman yang akan membuat kalian menyerah akan mimpi-mimpi kalian. Mereka mematahkan semangat dan impian kalian hanya dengan kata-kata. Berhati-hatilah kalian. Musuh yang tak tampak itu lebih berbahaya dari musuh yang tampak. Jangan terlalu percaya dengan teman, tapi percayalah dengan diri kalian sendiri.Yah, itulah versi orang yang membenci kita bagiku. Yang tampak dan tidak tampak.
Aku tak sengaja berpapasan dengan Lina. Orang yang membullyku kemarin. Saat mata kami bertatapan, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mungkin karena dia takut padaku. Bodo amat lah. Setelah memesan makanan, aku membawa pesananku bersama Risa ke salah satu meja yang kosong. Tiba-tiba aku tersandung kaki salah seorang siswi hingga piring yang ku pegang jatuh begitu saja ke atas lantai.
Pranggg!
Untung saja aku sigap menahan berat badanku. Kalau tidak, mungkin saja aku sudah terluka karena terkena pecahan piring.
"Heh?? Kalau jalan itu lihat-lihat dong!" bentak siswi yang aku yakini dia sengaja melakukannya.
Dia adalah Ifa, gadis selain Lina yang selalu membullyku. Mungkin dia merasa paling wow dan sempurna, makanya dia membullyku. Padahal mah dia hanya ampas saja. Ah, kalau aku memperhatikan jalan dengan baik tadi, pasti aku sudah menginjak kakinya dengan kuat hingga terkilir.
"Lo gila ya?? Jelas-jelas lo yang menyandung gue, kenapa jadi gue yang di salahin? Situ waras?"
"Apa lo bilang, nerd??" bentaknya.
"Lo tuli?" sinisku.
Alhasil, dia menjambak rambut indahku. Oh, tentu saja aku tidak mau kalah dari nenek sihir ini. Jadi aku juga balas menjambak rambutnya dengan kuat dan tanganku yang satunya lagi aku gunakan untuk mencengkram dagunya dengan kuat.
"Gue muak sama kelakuan lo yang tiap hari bully gue, lo pikir lo lebih baik dari gue?? Nyatanya gue lebih baik daripada lo, bitch."
Ifa meringis kesakitan tapi aku tidak melepaskan cengkramanku sama sekali, malahan cengkraman ku semakin bertambah kuat.
"Kalau lo mencari masalah sama gue lagi. Gue nggak akan segan-segan membunuh lo, ngerti?" bisikku di telinganya. Mengapa berbisik?? Tentu saja agar orang lain tidak mendengarnya.
Sudah cukup selama ini mereka membullyku. Aku sudah muak melihat mereka yang selalu sok berkuasa. Sekarang aku akan membalas mereka dengan lebih kejam daripada yang biasanya kulakukan untuk membalas mereka yang membullyku.
"Iya." cicitnya ketakutan.
Aku melepaskan cengkraman tanganku dari dagu dan rambutnya. Kulihat rambutnya rontok beberapa helai dan dagunya pun juga berdarah karena cengkramanku.
Dia menunduk ketakutan. "Maaf."
"Gue maafin, tapi lo jangan pernah membully orang lain lagi!" sahutku. Dia mengangguk mengerti.
"Ngapain kalian lihat-lihat?? Kalian mau gue kasih pelajaran juga?" tanyaku pada mereka yang sedang menatapku dengan berbagai tatapan.
Mereka langsung mengalihkan pandangannya dariku lalu pura-pura sibuk mengobrol dengan teman sebelahnya.
"Maaf ya Ris, gue mau ke kelas aja. Udah gak mood gue di sini."
"Gapapa kok. Santai aja."
"Ngomong-ngomong, lo seram juga, bahkan lebih seram dari yang kemarin." celetuk Risa sembari terkekeh.
"Gue udah muak sama mereka yang membully gue terus. Kali ini gue akan bertindak lebih dari sebelumnya supaya mereka kapok bully gue."
"Lagian lo kenapa sih masih nutupin identitas lo?"
"Gue cuma nggak mau berurusan lagi sama orang masa lalu gue dan gue juga mau mencari teman dan pacar yang tulus."
"Iya sih, tapi nggak gitu juga kali. Sampai kapan lo akan berpura-pura?"
"Entahlah," balasku sambil mengedikkan kedua bahuku acuh. "Udah ya, gue pergi dulu."
"Hm."
Aku hendak keluar kantin, namun langkahku terhenti karena Jack menahan tanganku.
"Aku udah pesanin makanan untuk kamu. Makan ya?"
"Nggak, makasih."
"Terima aja, nggak baik loh menolak rezeki," kata Risa bijak. "Lagipula, apa lo gak kasihan melihat bestie lo ini makan sendirian?"
Aku menghela nafas kasar.
"Ayo makan!! Kamu pasti lapar kan, Nabila?" tanya Jack lagi.
Iya, aku lapar, cuma gak mood aja. Tapi kasihan juga sih si Risa sendirian. Akhirnya aku memutuskan bergabung dengan mereka. Duduk di kursi yang kosong. Ya iyalah, masa di kursi yang ada orangnya haha.
"Nanti pulang sekolah jadi kan?" tanya Jack padaku.
Jujur saja. Aku tidak berminat sama sekali, makanya sepulang sekolah nanti aku akan pulang duluan. Aku tak menyahut pertanyaannya sama sekali. Setelah selesai makan, aku pergi ke kelas bersama Risa dan meninggalkan Jack dan Dio di kantin.
"Lo beneran nggak mau melihat dia sepulang sekolah nanti?"
"Nggak."
"Oh iya, lo harus baca novel ini." Risa menyerahkan sebuah novel yang berjudul Mate setelah kami duduk manis di dalam kelas.
"Nggak ah."
"Lo harus baca ini. Gue jamin setelah lo membaca ini lo pasti baper deh. Cerita ini bagus kok, ada romance, action, sad, happy, dan lain-lainnya."
"Ok deh."
Karena aku suka sekali membaca cerita romantis, makanya aku mau membacanya. Aku mengambil novel yang ada di tangan Risa dan memasukkannya ke dalam tasku. Tak lama kemudian datang Jack dan Dio. Cepat banget deh mereka sampai di sini.
"Hai, sweetheart."
"Gue bukan pacar lo kali. Jadi jangan manggil gue sweetheart." kesalku.
"Tapi sebentar lagi kamu akan menjadi luna di packku."
"Luna itu apa?" tanya Dio penasaran.
Aku sih juga penasaran. Penasaran banget malahan.
"Panggilan kesayanganku untuk Nabila."
Kesayangan?! Cih! Kok kesannya dia menganggapku orang lain?! Luna?! Siapa gadis itu?!
"Oh."
"Sebentar lagi, sweetheart, mau tidak mau, kamu akan menjadi lunaku."
Aku hanya menatapnya datar. Aku nggak percaya kalau dia Werewolf dan sampai kapan pun aku nggak akan percaya.
Jack mengacak rambutku. Sentuhan tangannya di puncak kepalaku membuat sebuah perasaan aneh tiba-tiba menelusup ke relung hatiku. Jantungku berdebar kencang karenanya. Berdasarkan cerita yang k****a. Jantung berdebar kencang menandakan seseorang sedang JATUH CINTA!
Aaaa!!! Tidak!!! Jangan sampai aku jatuh cinta dengan orang gila kayak dia!
Secepat mungkin aku kembali memasang wajah datarku. Membuka buku pelajaran dan sok sibuk. Padahal hanya melihat tulisan tanpa minat karena pikiranku melayang-layang dan itu semua karena si Jack gila.
Tak lama kemudian. Guru masuk ke dalam kelas dan mulai menjelaskan materi pelajaran yang telah kumengerti. Meski begitu aku tetap memperhatikan guru dengan baik sebagai bentuk menghargainya yang telah susah-susah menjelaskan. Waktu terus bergulir hingga tiba lah waktu pulang sekolah. Saat yang ditunggu-tunggu oleh anak sekolah sepertiku. Tanpa buang waktu aku segera keluar dari kelas karena sudah sangat lelah, melupakan niat awalku untuk membeli kucing. Aku ingin tidur di atas kasur sekarang. Oh kasurku, tunggu akuu!!
-Tbc-