BALAS DENDAM ISTRI YANG TERSAKITI

Darah segar mengalir deras membasahi dahi dan perut seorang wanita yang tergeletak tak berdaya di atas lantai kumuh di sebuah gedung terbengkalai. Napasnya yang sudah tidak beraturan tak membuat dua orang berbeda jenis kelamin yang berada di samping tubuh wanita itu menoleh untuk menolong atau pun berempati kepadanya. Samar-samar suara ribut dua orang itu masih bisa di dengar olehnya. "SEKARANG KITA HARUS BAGAIMANA, MAS." "KAMU BISA DIAM DULU TIDAK, MAS JUGA PUSING SEKARANG. KALAU KITA BIARIN DIA DI SINI, NANTI ADA YANG MENEMUKANNYA DAN MELAPORKANNYA KE POLISI, KITA BERDUA BISA MASUK PENJARA, TASHI. JADI BIARKAN MAS BERPIKIR DULU." Wanita itu amat sangat mengenal suara dua orang di dekatnya tersebut. Itu suara suami, mas Dipo dan adik tirinya, Tashi. Mengapa mereka melakukan ini kepadaku. Batinnya kecewa dan sedih. Keributan kembali terdengar, dengan susah payah wanita tak berdaya itu memaksakan matanya yang terasa berat agar terbuka perlahan. Seberkas cahaya minim menusuk retina matanya. Suami dan adik tirinya masih berdiri berhadapan berdebat, terlihat sisa darah di telapak tangan suaminya. Wajah mereka berdua tampak bingung dan kalut. Erangan di sertai rintihan kecil dari wanita itu menyentak keributan dua orang tersebut. "MAS DIPO, KAK TASHA BANGUN!" pekikkan itu membuat tubuh yang semakin melemas itu mengerang mendengarnya. Kaki pria yang di panggil oleh adik tirinya barusan seketika menggeser menjauh dari jangkauan Tasha, perempuan yang masih menyandang status sebagai istri dari pria tersebut. "Ng-- Mas, kena--pa?" suara tersedat Tasha membuat Dipo suaminya menatap tajam kearah Tasha. "INI SEMUA KARENA KEBODOHAN KAMU SENDIRI TASHA. SUDAH KU BILANG UBAH HARTA WARISAN KAMU MENJADI NAMAKU DAN TASHI, TAPI KAMU MEMILIH MEMPERTAHANKAN HARTA SIALAN ITU. BEGINI AKIBAT KEBODOHAN KAMU." bentaknya membuat sekujur tubuh Tasha gemetar hebat karena kecewa. Tega sekali kamu, Mas. Hanya karena harta duniawi, pria yang ia cintai dan sudah melewati masa pernikahan 2 tahun dengannya kini tega menyakitinya bahkan dengan berani bermain api dengan adik tirinya, Tashi. "Mas ... ngghh-- kamu bajingan." serunya mengumpat susah payah di tengah sesak yang semakin menghimpit paru-parunya. Kepalanya terasa sangat berat, pandangan dua orang di depannya tak lagi terlihat jelas, Tasha mencoba menggeleng kecil, mengumpulkan kesadarannya, dengan telapak tangan yang masih berusaha menekan luka tusukan di perutnya. "MAKANYA KAKAK JANGAN BANDEL. MAS DIPO SUDAH KASIH KAKAK KESEMPATAN TAPI KAKAK JUSTRU BERAKHIR KAYA GINI. INI SEMUA SALAH KAKAK PAHAM! JANGAN SALAHKAN KAMI." Teriakan Tashi adik tirinya membuat hati Tasha memanas penuh kebencian. "KAMU YANG TIDAK TAHU DIRI, TASHI! KAMU PEREMPUAN JALANG. AKKHH!" Tasha mengerang seraya memekik hebat, ketika Tashi menendang perutnya yang terluka dengan kaki kuat hingga darah kembali mengalir. Wajah wanita tidak tahu malu itu meradang menatap Tasha marah. Sedangkan Tasha masih meringkuk menahan seluruh tubuhnya terasa remuk dan hancur secara bersamaan. "DASAR PEREMPUAN SIALAN. MAS SUDAH HABISKAN SAJA DIA. AKU MUAK MELIHATNYA." Dipo pria yang diam melihatnya saja, kini mulai berjongkok lalu tangannya memegang dagu Tasha dan mencengkeramnya kuat. Tatapan marah terlihat di wajah pria yang akan Tasha benci seumur hidupnya. "Kamu benar-benar perempuan yang menyusahkan, Tasha. Seharusnya aku tidak menikahimu, kamu tahu perempuan yang aku cinta sejak dulu adalah Tashi. Tapi Tashi memintaku menikahimu karena kamu selalu memperlakukannya dengan tidak baik. Ya, tentu saja kamu merasa paling berkuasa terhadap Tashi hanya karena dia adik tirimu bukan? Dasar perempuan sialan. Sekarang lebih baik kamu mati saja, dan bertemu ayahmu di neraka. Kamu dan ayahmu itu sama saja, sama-sama bodoh dan menyusahkan." desis Dipo membuat Tasha membelalak bak di sambar petir siang bolong. Tasha meludah ke wajah Dipo membuat pria itu murka. Tamparan kencang membuat sudut bibir Tasha kembali terluka, matanya berkunang-kunang namun wanita itu tak lagi peduli dengan rasa sakit yang ia rasakan. Hanya ada amarah yang membumbung di dalam dirinya, mendengar ucapan suaminya. Tasha bisa menangkap arti lain jika ayahnya meninggal bukan karena sakit. "Arrrghh." Tasha memekik saat kepalanya tertarik kebelakang, raut murka Tashi terpampang jelas di samping wajahnya. Wanita berdandan menor itu menatap Tasha marah. "DASAR KURANG AJAR. BERANI-BERANINYA KAMU MELUDAHI MAS DIPO. KAMU CARI MATI HAH?" "BUNUH SAJA AKU, TASHI. BUKANKAH INI YANG KALIAN MAU HAH? SETELAH AKU MATIPUN HARTA ITU TIDAK AKAN PERNAH JATUH KE TANGAN KALIAN MANUSIA-MANUSIA BERENGSEK. KALIAN SAMA MENJIJIKKANNYA." balas Tasha teriak di sela rasa kepalanya yang hampir putus di tarik kencang oleh adik tirinya. "YA. KAMU MEMANG PANTAS MATI, TASHA." Suara dentuman menghantam lantai keras terdengar bergema di ruang terbengkalai tersebut, tubuh Tasha tak lagi bisa di gerakkan, pandangannya semakin gelap mengabur, napasnya semakin tipis, namun Tasha masih mendengar suara percakapan Tashi dan Dipo sebelum akhirnya mengangkut tubuhnya menjauh dari gedung. "Dudukkan dia di setir kemudi cepat." Suara Dipo masih terdengar memerintahkanTashi setelah mobil melaju beberapa saat entah kemana. "Kamu mau ngapain, Mas?" "Kita buat dia seolah kecelakaan tunggal. Kamu diam saja, CEPAT BANTU MAS." teriak Dipo marah. "Baik, Mas." Tega sekali kalian. Gumam Tasha tidak bisa lagi berteriak apalagi meminta tolong. Tubuhnya sudah remuk dan hancur, tenaga tidak lagi tersisa di dalam dirinya. Seketika Tasha teringat kedua orangtuanya. Seandainya ayah tidak menikah lagi dan membuat ibunya sakit lalu meninggal dunia. Kehidupan Tasha pasti tidak akan seperti neraka. Tasha pasti bisa mendapat pasangan yang baik dan mencintainya dengan tulus. Seandainya .... Ya, seandainya. Menggeleng lemah, Tasha tak lagi ingin berandai, hingga suara mesin mobil mulai terdengar. Tasha bisa merasakan jika ajalnya sudah dekat. Ia akan segera bertemu dengan ayah dan ibunya. Dengan sisa tenaga, Tasha menahan tangan Dipo suaminya hingga pria itu tersentak kaget dengan mata membola lebar. "Mas-- kamu pasti akan menyesal. Aku tidak akan memaafkan kalian. Aku berjanji akan membalas rasa sakit ini berkali-kali lipat untuk kalian. Aku benci kalian. Bahkan di kehidupan keduaku pun aku akan membalasmu, Mas." Ujar Tasha terbata-bata susah payah dengan suara kecil nyaris tak terdengar. Tangannya di hempas kasar oleh Dipo yang tiba-tiba mundur sedikit menjauh setelah berhasil memasangkan seatbelt ketubuhnya. Senyum miring tercetak di wajah pria itu ketika menatap Tasha yang duduk sendirian di dalam mobil yang mesinnya masih menyala. "Ya, silahkan kamu mengumpat, mengutuk dan menyumpah serapahin aku sepuas kamu, Tasha. Tapi kamu jangan khawatir, kita tidak akan pernah bertemu lagi. Jadi selamat beristirahat dengan tenang Tasha. Ck, dasar perempuan bodoh." Tangan Dipo menarik rem tangan, dan menjauh cepat dengan dari mobil. Tasha melihat kearah depan kaca dengan mata tertutup rapat dengan lantunan doa terakhir yang ia sematkan dalam hatinya. Tuhan berikan aku kesempatan kedua membalas mereka, aku mohon. Hingga akhirnya Tasha merasa tubuhnya terasa melayang dan turun menerjang hingga air laut menghantam kaca mobil sangat kuat di susul dentuman hebat memecahkan mobil dan mobil pun tenggelam ke dasar laut yang gelap sendirian. Tuhan, ijinkan aku hidup kembali.