Bercanda?

2013 Words
"Kamu jangan bercanda, Mela! Kamu sama Mas Fuad sama saja! Aku tahu, kalian mengarang cerita mengenai Manda, bukan? Kalian melakukan itu cuman karena ingin aku meninggalkan Mawar, bukan?" Mela menatap Gama dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bagaimana bisa Gama bicara seperti itu, padahal apa yang dikatakan oleh Mela dan Fuad adalah sebuah kebenaran, tapi Gama beranggapan seakan keadaan Manda ini hanya guyonan. Mela tersenyum sinis ke arah Gama lalu ia tertawa. Tawa yang terdengar sangat mengerikan. "Bercanda? Haha! Apa kau tak bisa melihat wajahku dan Mas Fuad? Apakah mungkin kami bercanda untuk keadaan, Manda? Apakah mungkin kami mengada-ada mengenai kesehatan, Manda? Hah? Apakah kami bercanda, Gama Gumilang!" teriak Mela lantang sampai urat-urat lehernya tertarik dan wajahnya berubah merah. "Bagaimana bisa kau beranggapan bahwa kami bercanda? Bagaimana bisa kamu berpikir bahwa semua ini kebohongan? Bagaimana bisa kamu berpikir bahwa ini hanya akal-akalan kami agar kau meninggalkan wanita simpananmu itu! Bagaimana bisa, Gama? Apa kamu gila? Kamu gila!" tunjuk Mela. "Aku ini adalah seorang ibu! Tak mungkin aku mempermainkan kesehatan anakku! Apalagi ini berkaitan dengan kesehatan mentalnya? Aku bukan seorang ibu yang bodoh! Bodoh karena menganggap kondisi anaknya yang sedang tidak baik-baik saja seakan semua ini hanya candaan! Kamu punya pikiran gak sih, Mas?" tanya Mela hampir putus asa. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran Gama yang tak masuk akal itu, bagaimana bisa ia menganggap ini semua adalah candaan, Allah …. "Aku tidak tahu, apa yang sudah wanita itu racuni padamu sampai-sampai kamu bisa punya pikiran seperti itu pada anak sulungny! Anak gadis yang selama ini kamu jaga, tapi dengan secara sadar kamu hancurkan juga hatinya!" "Boleh aku bicara kasar? Kamu itu adalah seorang Papi yang bodoh! t***l! Mempertaruhkan kesehatan mental anak demi ambisi dan keegoisanmu!" "Aku sudah tidak peduli lagi dengan semua tingkah lakumu yang menjijikan itu. Terserah mau selingkuh, mau menikah lagi atau apa! Tapi, aku peringatkan padamu! Kamu adalah orang yang pertama harus bertanggung jawab, apabila keadaan Manda semakin memburuk!!" "Halah! Omong kosong! Aku tidak percaya dengan semua ucapanmu! Bilang saja kalau kau cemburu pada Mawar karena aku lebih sayang padanya bukan? Kamu iri karena dia bisa memberikan aku anak laki-laki, bukan?" "Iri? Haha! Aku iri dengan seorang w************n macam selingkuhanmu itu? Apakah kau bercanda, Gama? Apa yang membuatku iri darinya? Karena rasa sayangmu berubah padaku? Cih! Aku tak peduli! Hidupku sekarang hanya untuk anak-anak bukan untukmu! Dan apa tadi kamu bilang? Iri karena dia bisa memberikan kamu anak laki-laki? Haha, tentu tidak! Anakku memang keduanya perempuan, tapi kekuatannya jangan pernah kamu ragukan, Gama! Terbukti sekarang, kamu terkapar di ruangan ini karena siapa? Amanda!" "Anak gadis yang mungkin kamu anggap lemah, tapi ternyata kekuatannya luar biasa bahkan mampu melumpuhkanmu sampai terkapar tak berdaya! Haha! Payah! Dengan mudahnya kamu dilumpuhkan oleh seorang anak perempuan! Anak perempuan yang selama ini kau puja-puji tapi seketika semuanya hancur karena anak laki-laki yang belum jelas hidup kedepannya!" "Kurang ajar kamu, Mela! Jangan menghina anak lelakiku!" "Siapa yang menghina? Aku hanya bicara sesuai dengan apa yang terjadi kok! Bukti nyata itu sudah di depan nyata, Manda itu bisa membela kamu mati-matian tapi ia juga bisa melumpuhkanmu hingga terkapar tak berdaya," ejek Mela melipat kedua tangannya di depan d**a sambil tersenyum sinis. "Manda jadi pemberani pun karena aku!" "Haha, mimpi tengah hari bolong, Gama? Manda itu aku yang mendidik! Dia bisa menjadi pribadi yang baik karena aku! Selama ini kamu kemana? Lebih mementingkan pekerjaan saja! Mementingkan pabrik yang jelas-jelas bisa kamu urus dibelakang layar tapi alasannya ingin lebih tertata. Eh tahunya, ada udang dibalik batu! Alasan pabrik tapi ternyata selingkuh! Cara yang kau mainkan itu terlalu murahan, Gama!" "Mela! Kamu itu istri yang tidak tahu diri, ya! Gak ada sopan santunnya sekali sama suami!" "Jangan bicara aku tidak tahu diri! Coba berkaca! Apakah kamu sudah cukup tahu diri!" "Lebih baik kamu pergi dari sini jika hanya ingin memojokkan aku!" "Oh, pasti! Aku pasti akan pergi dari sini! Aku pergi setelah mengetahui semua keadaan anak-anak yang selama ini kau banggakan juga!" "Dengarkan aku dan renungkan, apa yang kau lakukan itu, benar atau salah! Jika sudah tahu salah dan masih merasa benar, mungkin memang ada masalah di otak kamu." "Apa? Cepat! Aku gak mau lihat kamu lama-lama disini!" "Manda, kesehatan mentalnya terganggu. Ia mengalami depresi ringan hingga melakukan percobaan bunuh diri. Dan kamu tahu itu karena siapa? Itu karena kamu! Gadis itu kecewa terlalu dalam! Ia merasa selama ini sudah salah mengidolakan lelaki! Kamu adalah cinta pertamanya, idolanya dan panutannya. Tapi, kamu menghancurkan semuanya karena ambisi kamu!" "Manda berubah menjadi pribadi yang lebih penutup sekarang ini! Dia tidak lagi menjadi gadis yang manja dan ceria seperti sebelumnya. Dan itu semua karena kamu! Dia bahkan takut bertemu lelaki! Ia histeris saat melihat Mas Fuad dan pasti lebih histeris saat melihatmu!" tunjuk Mela membuat Gama terhenyak. "Kamu paham bukan arti depresi? Manda loh, gadis yang selama ini kita banggakan! Kita cintai dan sayangi, bisa terpuruk sampai sebegitunya karena rasa kecewa yang terlalu dalam. Dulu, Manda selalu bercerita, kelak ingin memiliki pasangan seperti kamu! Memiliki pasangan yang baik, kasih sayang, cinta, perhatian dan segala macam hal baiknya seperti kamu, Papinya. Dan, disaat semua harapan baiknya terpupuk dengan indah di dalam hati, kamu hancurkan hingga berkeping-keping." "Manda, depresi karena kamu! Kesehatan mentalnya rusak gara-gara, kamu! Jika terjadi sesuatu hal yang lebih parah terhadapnya, maka aku tidak akan pernah tinggal diam! Akan aku pastikan, kamu menyesal, Mas!" "Dan sekarang, bukan cuman Manda! Aku pun khawatir dengan keadaan Lea! Semua itu pun karena kamu! Dengan tanpa rasa bersalah kamu membentaknya! Padahal, dulu kamu tak pernah membentaknya! Jangankan membentak, bicara kasar dan menaikkan suara pada mereka pun tak pernah! Kamu selalu bertutur kata baik! Dan, lagi-lagi semua berubah semenjak kamu kenal dengan Mawar!" "Mas, jika kedua anakku nanti kesehatan mentalnya benar-benar bermasalah! Aku tidak takut untuk membunuh kamu, Mas! Mereka adalah nyawa dan hidupku! Jika kehidupan mereka mati karena ulah kamu! Maka aku akan membuat akar dari masalahnya mati, yaitu kamu!" "Ingat ya, Mas! Jangan meremehkan marahnya orang diam! Karena aku bisa melakukan hal apapun yang tak masuk akal dipikiranmu! Paham, Mas!" "Selamat menunggu kedatangan Mbak Salma," ucap Mela berlalu pergi membuat Gama terbelalak. "Hei, Mela! Apa maksudmu?" tanyanya. "Mbak Salma? Mbak Salma mau kesini?" Mela menghentikan langkahnya dan tersenyum sinis lalu menoleh kebelakang, kembali menunjukkan senyum sinis. "Ya! Mbak Salma sedang dalam perjalanan kesini! Kenapa? Takut ya? Rasakan!" "Gila kamu, Mela! Kenapa harus menghubungi Mbak Salma! Payah banget masalah begini saja sampai menghubungi Mas Fuad dan Mbak Salma!" "Kamu pikir, ini masalah hanya kita berdua? Tidak! Jika kamu selingkuh itu artinya sudah menyangkut masalah dua keluarga! Jika sudah tidak ada kecocokan di dalamnya, maka dua keluarga harus mengetahui bahwa kita sama-sama melepaskan!" "Tidak, Mela! Aku tidak akan pernah melepaskan, kamu!" "Lalu kamu pun tidak akan melepaskan, Mawar? Iya? Cih! Lelaki macam apa kau, Mas! Jika kau tak mau melepaskan, maka aku yang akan melepaskan!" "Mel!" "Mela!" "Melati!" "Tidak, Mel! Tunggu! Hei! Kembali, Melati!" Mela melangkah dengan pasti meninggalkan ruangan Gama tanpa menoleh kembali kebelakang. Hatinya sudah merasa sedikit tenang setelah meluapkan semua unek-unek yang dirasakan olehnya dalam beberapa waktu ini setelah kedatangan Mawar yang semakin intens. Ia tak ingin mengambil pusing masalah w************n itu, sebab ia lebih punya hak atas semuanya dan sekarang tujuannya adalah anak-anak. Menyembuhkan hati dan mental mereka berdua. *** Mas Fuad sudah mengurus kepindahan ruangan Manda, tapi ternyata belum bisa karena belum ada yang kosong ruangan yang dekat dengan Gama. Kalau di gabung menjadi satu, khawatir keadaan Manda justru akan semakin kacau. Mereka meminimalisir agar keadaan Manda tidak semakin parah, sedih juga jika melihat Manda terus-menerus teriak ketika melihat lelaki. Mbak Salma menghubungi Fuad bahwa tidak bisa berangkat malam ini juga karena suaminya baru saja pulang dan merasa lelah jadi kemungkinan akan berangkat subuh. "Ya sudah gak pa-pa, Mbak. Jangan dipaksakan berangkat sekarang. Bahaya juga." "Iya, kasihan Mas Firman, Fuad." "Kakak tenang saja, pokoknya disini Fuad yang akan bertanggungjawab atas semuanya." "Mbak percaya sama kamu. Tolong kamu dan Fitri jaga Mela sebaik mungkin ya." "Pasti, Mbak! Fitri selalu menemani Mela kemanapun. Pokoknya gak pernah pergi dari sisi, Mela." "Lalu, kamu dimana?" "Aku menjauh dari Manda." "Kenapa?" "Manda depresi, Mbak! Ia selalu histeris kalau melihat aku. Tadi saja, ada perawat lelaki yang masuk tiba-tiba histeris dan langsung disuntik anti-depresan." "Apa separah itu, Fuad?" "Iya, Mbak. Aku pun gak menyangka kalau keadaannya justru separah ini." "Ya Allah … kasihan anak gadis kita semua. Gama benar-benar keterlaluan sekali! Lihat saja nanti, Mas Firman pasti akan sangat murka sekali padanya." "Memang Mas Firman belum tahu jika semua ini karena Gama, Mbak?" "Belum. Jika tahu, pasti akan maksa untuk pulang malam ini. Mbaknya takut. Jadi, belum Mbak kasih tahu titik permasalahannya dimana." "Ya sudah, Mbak. Gimana baiknya, saja. Tapi, memang lebih baik subuh saja sih. Biar segar dan nyaman tentunya." "Iya, Fuad. Ya sudah, pokoknya Mbak titip Mela, Ibu dan anak-anak!" "Iya, Mbak. Ingat ya, Mbak! Jangan beritahu Mama!" "Siap." "Ya sudah, kalau besok berangkat tolong kabari. Wassalamu'alaikum." "Waalaikumsalam." *** Setelah Mela pergi meninggalkan Gama sendirian. Ia termenung dalam kesepian, ia mulai merasakan kesepian setelah ditinggalkan oleh Mela. Menatap sekeliling ruangannya itu, sepi, sunyi, sendiri tak ada yang menemani. Mendadak merindukan keceriaan anak-anak, rasa sedih dan bersalah menyelimuti hatinya. Ia tak menyangka, keegoisannya itu justru mengorbankan anak-anaknya. Dulu, ia selalu berjanji untuk tidak melakukan hal apapun yang dapat merugikan banyak orang dan mengorbankan anak tapi sekarang justru ia sendiri yang melakukan semua itu. Hatinya bergemuruh, ia terisak dalam kesendirian. Rasanya benar-benar tak enak. Dulu, setiap kali sakit, anak-anak dan istrinya selalu ada di sampingnya. Kedua anak gadisnya akan berebut siapa yang duluan ingin menyuapi dan tidur disampingnya. Tapi sekarang? Tak ada satupun orang yang berada disampingnya. Ia benar-benar sendiri bahkan Mawar dan keluarganya pun tak ada disampingnya. Ia merasa ingin menghubungi Mawar agar ada yang menemani dirinya tapi tak tahu bagaimana cara menghubunginya, sebab ponsel tertinggal di rumah. Ia sudah tak sadarkan diri saat sampai di rumah sakit jadi tak ingat dengan ponsel yang seharusnya dibawa. Tak bisa melakukan apa-apa, ia hanya bisa memejamkan mata saja. Dalam hatinya, ia berdoa agar keadaan anak-anaknya baik-baik saja. Tak dipungkiri, hatinya merasa gundah gulana dengan ancaman Mela. Ia khawatir benar-benar akan dibunuh oleh Mela. Hah … ternyata Gama takut juga di ancam seperti itu. ~ Setelah bertelepon ria, Fuad memastikan dulu istrinya, Mela, Ibu dan anak-anak aman berada di dalam satu ruangan Manda. Lalu, ia melangkahkan kakinya menuju ruangan Gama. Sebenarnya, ia pun enggan untuk berlalu dari ruangan Manda, tapi bagaimana lagi? Ia tak bisa apa-apa sekarang, sebab Manda akan kembali histeris nantinya jika bertemu dengan Fuad dan ia tak ingin itu terjadi. Berteriak dan menangis itu rasanya sakit dan sesak. Fuad khawatir jika anak gadisnya akan merasakan sakit seperti itu. Memilih mengalah demi kebaikan mereka semua dan lebih tepatnya kesehatan mental Manda. Sebelum sampai di ruangan Gama, ia masih sempat menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Menatap nanar pintu ruangan Manda, ia berharap ada keceriaan disana tapi yang didapatkan hanya ketakukan, air mata dan teriakan. Sedih namun tak bisa melakukan apa-apa. Rasa sedihnya benar-benar tak bisa dijelaskan dengan kata-kata sebab rasanya suduh menyesakkan d**a. Pertama kalinya mendapat penolakan dari anak gadis yang setiap saat selalu manja namun tetap dalam hal yang wajar. Kembali melangkah dengan gontai, ia pun merasa tak sanggup jika harus berada di ruangan Gama dan menemani lelaki itu. Fuad merasa sangat jengah, marah, kesal dan emosi setiap kali melihat wajah Gama. Ingin sekali ia melakukan hal sama seperti yang Manda lakukan, tapi saat ini keadaannya Gama sendiri tidak berdaya. Namun, jika mengingat kondisi Manda yang lebih parah, emosinya langsung menggebu-gebu. Fuad langsung menggeleng lemah, ia memang marah, kesal dan emosi tapi tak mungkin juga harus bersikap seperti itu terus, karena saat ini bukan waktunya saling menyalahkan tapi harus memperbaiki. Baru saja memejamkan matanya sebentar, Gama terbangun kembali saat ada yang masuk ke dalam ruangannya. Ternyata yang masuk adalah Fuad. Tatapan mereka bertemu, namun Fuad langsung membuang ke arah lain. Sedangkan Gama masih menatap lekat kakak laki-lakinya itu. Ia sangat mengharapkan sebuah pembelaan dari sang Kakak. Tapi, yang ia dapatkan hanya sebuah penolakan halus. Gama yakin, Fuad masuk ke dalam ruangannya pun sangat terpaksa. "Lebih baik istirahat! Siapkan mental untuk bertemu Mbak Salma!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD