3 : Bodyguard Risya?

662 Words
" Tuan, sudah sampai." Revano membuka matanya kala panggilan supir taxi membangunkannya. Dipandang sekeliling tempat ia berada saat ini. Komplek perumahan. Suasana masih gelap. Saat Revano bertanya pukul berapa sekarang, supir taxi menjawab hampir masuk waktu subuh. Revano mengangguk sekilas, kemudian mengambil kartu debit dari saku hoodienya. "Bayar cash saja, Tuan," ucap supir taxi menolak kartu debit pemberian Revano. Revano berfikir sebentar. Kemudian merogoh saku celananya. Ada lipatan kertas. Revano langsung melihatnya. 'Lima puluh?' batinnya tidak percaya. "Katakan nomor rekeningmu, nanti kutranfer," ucap Revano memasukkan uang itu ke dalam sakunya kembali. Setelah memberikan kertas berisi nomor rekeningnya, supir taxi itu membantu Revano menurunkan perempuan yang Revano yakini bernama Trisya Arsyila Anatasya. Revano berdiri dengan tangan menggendong tubuh Trisya. Tubuh yang terkesan mungil itu tidak menyusahkannya untuk menggendong. Di pandanginya taxi yang baru melintas di hadapannya setelah mengklaksonnya itu. Sekarang, bangunan megah di hadapannya kini menjadi objeknya. Rumah bernuansa cream itu menjadi objeknya. Pagar hitam yang mengelilingi rumah megah itu. Kaki Revano perlahan melangkah mendekati pagar yang memiliki tinggi sama dengannya itu. Memencet bel dengan sedikit kepayahan karena menggendong Trisya. Pagar terbuka, dan memperlihatkan wanita paruh baya yang Revano yakini merupakan asisten rumah tangga di sana. "Mau cari siapa, Tuan ... astaga! Non Risya!" ART tadi berteriak dengan tangan membekap mulutnya. Revano mengernyit. 'Risya? Siapa dia? Bukannya gadis ini bernama Trisya?' "Tuan! Non Risya kembali! Non Risya pingsan!" ART itu berteriak histeris sambil maju mundur antara memanggil majikannya atau membantu pemuda di depannya ini menggendong Nonanya. Beberapa orang terlihat keluar dengan tergopoh-gopoh. Orang yang terlihat seperti Tuan rumah di sana terlihat segera mendekati Revano. "Risya? Kenapa Risya bisa bersamamu? Siapa kamu?" Terlihat kebingungan dan kelegaan dari raut wajah pria paruh baya itu. "Pah, bawa Risya masuk! Bi, panggilan dokter keluarga! Cepat! Cepat! Kasihan Risya, Ya Allah, anak Mama!" Perempuan paruh baya terlihat histeris saat mendapati tubuh Risya dalam gendongan Papanya. *** "Anak itu benar-benar! Sudah diberi pengertian dengan baik, malah kabur!" gerutu Tuan Putra yang baru saja memperkenalkan diri sebagai Papanya Risya atau Trisya itu. "Jadi, kamu tidak apa-apa mengantar anak saya sampai sini? Bagaimana dengan keluarga kamu yang tidak mengetahui keberadaan kamu saat ini?" tanya Putra sambil menatap Revano di hadapannya. "Saya memang berencana menjauhi kota itu," jawab Revano singkat, masih dengan nada datar. Putra manggut-manggut. "Punya saudara di sini?" Revano menggeleng singkat. "Saya akan segera pergi. Permisi." Revano berdiri dari duduknya dan akan berjalan keluar. "Tunggu!" Revano berhenti, tapi tidak membalikkan badannya. Itulah kebiasaan dia. Siapa yang butuh, dialah yang akan mendekat. "Apakah kamu mau menjadi bodyguard pribadi Risya? Saya akan menggaji kamu mahal, jika bisa mengubah sikapnya yang liar itu." Tawaran. Itulah yang ada dalam benak Revano. Dia masih bergeming. Dalam diamnya, sebenarnya ia tengah berfikir, menimang-nimang tawaran itu. "Kamu akan tinggal di sini. Bukan. Maksudnya, akan tinggal di belakang rumah, tempat semua pembantu di rumah ini tinggal," ucap Putra sambil berjalan mendekati Revano. "Anda menganggap saya pembantu?" tanya Revano dengan nada datar. Percayalah. Ia merasa direndahkan dengan jabatan itu. Dia ini lulusan universitas terbaik di Amerika. Apakah pendidikan itu akan berakhir sebagai pembantu? Hey! Dia adalah Revano Adi Pratama. Anak dari mafia yang cukup besar di dunia. Jadi pembantu? "Saya hanya ingin membantu kamu. Anggap saja sebagai permintaan terimakasih karena sudah menemukan dan membawa anak saya kemari. Bukannya kamu ingin menjauhi kota itu? Kamu bisa tinggal di sini, dan pekerja dengan saya." Putra menghela nafas pelan. "Memangnya ada yang salah dengan jabatan itu? Bodyguard. Saya akan menggaji kamu lebih besar dari pekerja saya yang lain. Hanya satu syaratnya, kamu harus bisa mengubah Risya," ucap Putra dengan tatapan penuh harap. Revano masih bergeming. Berdiam diri dengan banyak memikirkan kemungkinan di benaknya. 'Hanya mengubah, apa susahnya?' batinnya bertanya. "Pekerjaan saya sangat banyak. Saya tidak memiliki waktu untuk menjaga dan memantau anak saya dua puluh empat jam." Suara Putra kembali terdengar. "Saya tidak akan tinggal di sini. Pukul sembilan nanti saya akan kembali dan memenuhi permintaan anda. Saya akan mencari tempat tinggal di luar." Setelah mengucapkan itu Revano melangkahkan kakinya meninggalkan Putra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD