Pernikahan

1096 Words
Seminggu setelah kematian ibunya, Alya kemudian memenuhi wasiat terakhir yang diucapkan oleh sang ibu. Alya menikah dengan Rega, pria yang telah berjanji pada Miranda untuk menikahinya sekaligus pria yang telah menabrak ibunya hingga akhirnya meninggal dunia. Ironis memang, Alya bahkan baru satu minggu ini mengenal Rega. Acara pernikahan Alya digelar sangat sederhana dan hanya mendatangkan keluarga terdekat saja. Itu pun acaranya dirayakan di rumah sang mempelai pria. Keluarga Rega memang sengaja merayakan pernikahan Alya tanpa resepsi. Selain mengingat sang mempelai wanita yang masih dalam keadaan berduka, mereka juga memikirkan keadaan Alya yang saat ini sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tidak ada satupun keluarga yang mendampingi Alya, karena perempuan itu memang sudah tidak punya keluarga lagi. Kedua orang tua Alya adalah yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan yang sama. Setelah dewasa, mereka saling jatuh cinta dan akhirnya menikah. Setelah menikah, ayah Alya mendapatkan pekerjaan yang bagus di ibukota, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pindah dan menetap di sana. Semenjak Alya kecil hingga menginjak dewasa, ia hanya tinggal bertiga bersama kedua orang tuanya. Sampai akhirnya ayahnya meninggal karena kecelakaan saat dirinya masih duduk di kelas tiga SMA, dan ibunya pun menyusul meninggalkannya seminggu yang lalu. Alya kini telah menjadi yatim piatu. Tanpa saudara dan juga kerabat dekat. Namun, pesan terakhir ibunya membuat Alya kembali memiliki keluarga. Keluarga yang telah menyebabkan ibunya meninggal. Seharusnya Alya membenci mereka karena mereka telah menyebabkan ibunya tiada bukan? Namun, pesan terakhir dari Miranda membuat Alya membuang jauh-jauh semua kebencian itu. Alya ikhlas dengan takdir yang telah diberikan Tuhan kepadanya. *** "Saah!" Alya menghembuskan napas lega saat terdengar kalimat 'Sah' yang diucapkan penghulu dan orang-orang yang saat ini hadir di pernikahannya. Alya meraih tangan Rega dan mencium punggung tangan pria yang baru saja sah menjadi suaminya itu. Rega pun dengan lembut mengecup kening Alya, tidak menyangka kalau saat ini dirinya sudah menikah dengan perempuan yang baru dikenalnya seminggu yang lalu. Martha dan Bagas, orang tua dari Rega tersenyum bahagia melihat putra satu-satunya akhirnya menikah. Martha memeluk Rega, kemudian bergantian memeluk Alya dengan haru. "Selamat ya, Nak, semoga kamu bahagia, Sayang," ucap Martha dengan tulus. "Terima kasih." Alya kembali memeluk ibu mertuanya sambil menangis. Alya teringat ayah dan ibunya. Seandainya mereka masih hidup, mereka pasti akan sangat bahagia melihat putri semata wayangnya menikah. 'Ibu, aku sudah memenuhi keinginan ibu. Semoga ayah dan ibu tenang di sana.' Beberapa jam kemudian, acara akad nikah itu selesai, seluruh keluarga dan tamu undangan mulai meninggalkan kediaman Martha dan Bagas. *** Alya memasuki kamar Rega dengan gugup. Saat ia masuk ke dalam kamar, Rega terlihat duduk di tepi ranjang sambil memainkan ponselnya. Rega yang menyadari kedatangan Alya langsung menaruh ponselnya di atas nakas. Sebuah senyuman mengembang di bibirnya. Sejenak Alya terpesona melihatnya. Harus dia akui, Rega memang tampan, bahkan nyaris sempurna. Senyuman manisnya semakin menambah kadar ketampanannya. Apalagi, saat Alya melihat bentuk tubuh pria itu. "Kamu duluan yang mandi, atau aku duluan," ucap Rega membuyarkan lamunan Alya. Rega tersenyum tipis saat melihat wajah cantik Alya yang merona. "Mm ... kamu duluan aja deh!" Alya menjawab dengan gugup. "Oke." Rega langsung masuk ke dalam kamar mandi. Sambil menunggu Rega selesai mandi, Alya membuka kopernya, memilih baju yang akan dipakainya setelah mandi nanti. Alya juga melepas sanggul di rambutnya kemudian meraih kapas untuk membersihkan make-up tebalnya. Pintu kamar mandi terbuka, Rega keluar hanya dengan memakai handuk yang melingkar pada pinggangnya hingga sebatas paha. Alya seketika menutup matanya, wajahnya bersemu merah menahan malu. "Kenapa menutup matamu?" Suara Rega terdengar begitu dekat di telinga Alya. Alya yang tidak menyangka kalau Rega sudah berdiri di belakangnya terlonjak kaget. "Ke-kenapa tidak memakai baju dulu?" ucap Alya gugup. Posisi Rega yang begitu dekat dengannya membuat jantungnya berdetak dengan cepat. "Ngapain pakai baju? Nanti juga dibuka lagi," sahut Rega santai. Namun, membuat pipi Alya merona dan langsung melarikan diri ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi Alya menyenderkan tubuhnya di dinding kamar mandi sambil memegangi dadanya. "Apa aku sakit jantung? Kenapa dadaku rasanya berdebar dan berdetak lebih cepat?" Alya memegangi dadanya yang berdegup tak beraturan. Alya adalah gadis polos, bahkan di usianya yang menginjak dua puluh tahun, gadis itu belum pernah pacaran. Bukannya Alya tidak laku, tapi gadis itu belum siap untuk menjalin sebuah hubungan. Selama ini banyak pria yang mengejarnya. Wajahnya yang sangat cantik dengan bentuk tubuh ideal bak model terkenal, membuat Alya dilirik banyak pria. Namun, Alya tidak pernah menanggapi satu pun dari mereka. Kehidupan setelah ayahnya meninggal, membuat Alya bekerja keras membantu ibunya mencari nafkah. Perempuan cantik itu bahkan rela tidak melanjutkan kuliahnya karena lebih memilih untuk fokus bekerja membantu ibunya. *** Rega menatap dalam wajah Alya. "Cantik," gumam Rega. Namun, masih bisa didengar oleh Alya. Rega tersenyum saat melihat wajah Alya yang merona. Rega menangkup wajah Alya dengan kedua telapak tangannya. Wajah Alya memang terlihat sangat cantik meski tanpa make-up. Sejenak Rega meneliti wajah cantik Alya. Kedua alis tebal, bulu mata melengkung cantik dengan kedua netra berwarna coklat. Jangan lupakan hidungnya yang mancung dan bibirnya yang seksi, benar-benar ciptaan Tuhan yang sangat sempurna. Rega masih terus memandangi wajah Alya tanpa berkedip, hingga akhirnya pandangannya jatuh pada bibir Alya yang terlihat merah alami dan terlihat seksi di mata Rega. Rega mengusap bibir Alya dengan jarinya, kemudian dengan perlahan mencium lembut bibir itu. "Kamu siap?" ucap Rega setelah melepaskan ciumannya. Alya mengangguk pelan, kedua pipinya bersemu merah. "Pelan-pelan ...." Meski sebenarnya Alya belum siap, tetapi ia tidak bisa menolak, karena cepat atau lambat, Rega pasti akan meminta haknya. "Aku akan melakukanya dengan pelan," ucap Rega dengan suara serak di tengah-tengah gairahnya. Sementara Alya memejamkan matanya sambil meremas kain seprei, saat ciuman dari bibir Rega mulai menjelajah di setiap inci tubuhnya. Malam itu mereka lalui dengan suara desahan dan suara erangan dari keduanya. Tidak peduli keringat yang sudah membasahi tubuh keduanya, mereka terus memacu saling memberi kepuasan dan kenikmatan dunia yang baru pertama kali Alya rasakan. Sampai menjelang pagi, mereka baru berhenti karena kelelahan, dan tubuh mereka sudah tidak kuat untuk mendaki lagi. Rega mengecup kening Alya dengan nafas yang masih memburu selesai percintaan panas mereka. "Makasih, Sayang, karena sudah menjadi yang pertama buatku." Alya mengangguk dengan wajah yang merona. "Apa ini masih sakit?" Tiba-tiba tangan Rega sudah berada di bagian tubuh bawah Alya. "Sedikit," jawab Alya malu-malu, membuat Rega mengulas senyumnya. "Aku ingin melakukannya lagi." Alya menatap kaget ke arah Rega. "Tapi nanti, Sayang, sekarang kita istirahat dulu, aku capek banget." Rega meraih tubuh polos Alya, kemudian memeluknya dengan erat. Alya menarik napas lega, dia pikir, Rega tadi benar-benar ingin melakukannya lagi. "Selamat tidur, Sayang," Rega berbisik lembut di telinga Alya. Tak berapa lama kemudian, mereka pun terlelap dengan senyum yang mengembang di bibir mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD