Chapter 34

1180 Words
“Oh iya gimana kabar bang Arka? Semalem pingsan, terus gimana sekarang?” tanya Sheila. “Oh, tadi mama ke rumah bang Arka. Katanya bang Arka udah di bawa ke rumah sakit naik ambulans. Tadi datang orang kesehatan pakai APD buat angkut bang Arka,” jawabku. “Loh kok gitu banget?” tanya Sheila heran. “Kata mama sih jaga- jaga. Takutnya terjangkit virus berbahaya kayak virus Mahkota. Gejala memang beda sih, tapi kan kita gatau juga. Hanya untuk jaga- jaga juga,” jawabku. Sheila mangut- mangut mengerti. “Hem. Benar juga. Semoga aja bukan virus yang berbahaya ya. Semoga hanya penyakit biasa yang mudah di sembuhkan,” ujar Sheila. “Amin deh. Jangan sampai kejadian deh,” balasku. “Oh ya, komplek perumahan aku lagi ga di kasih sembarang orang masuk. Kamu juga gak?” tanya Sheila. “Kukira hanya tempatku saja,” jawabku. “Agaknya sih semua begitu ga sih. Eh iya katanya di komplek aku juga ada yang tumbang, sakit gitu lepas acara Nyepian Mahkota. Katanya nengok acara kembang api di kota, pulangnya malah demam tinggi dan tumbang. Tapi aku gak tau deh udah di bawa ke rumah sakit apa engga,” Sheila bercerita. “Wow kukira hanya tempatku saja yang begitu. Kok bisa ya?” tanyaku heran. Sheila mengangkat bahu.1 “Entahlah. Aku juga enggak tahu. Tapi aku jadi takut nih. Malah kepikir kalau itu virus berbahaya yang bisa menular,” jawab Sheila. “Sebenarnya aku juga kepikiran begitu sih. Tapi sudahlah, semoga saja bukan. Kita berdoa saja dari sini,” ujarku. Sheila mengangguk. “Ya. Semoga saja. Amin,” ujar Sheila. “Eh btw gimana nanti aku mau ambil masker, kalau aku gabisa masuk ke komplek rumahmu?” tanya Sheila bingung. “Oh iya juga ya. Kalau di antar via kurir gimana? Kan yang boleh masuk cuma kurir dan ojek online yang boleh masuk,” tawarku. “Hem boleh deh. Kalau bisa sih boleh,” jawab Sheila. Terdengar suara bunda Sheila memanggil dari sana. “Eh bentar deh,” ujar Sheila. Sheila pergi keluar kamar meninggalkan mr. Communicator di kamar. Tak lama Sheila kembali ke kamarnya. “Teh, maskernya gak perlu lagi. Lihat!” Sheila menunjukkan sebuah kotak masker di tangannya. “Bunda dapat masker! Maskernya lucu banget deh lihat!” Sheila mengeluarkan salah satu masker di dalam kotak. Masker itu berwarna pink dengan motif bunga sakura yang cantik. “Ih cantik banget! Bunda beli dimana yang bermotif gitu?” tanyaku penasaran. “Gatau. Katanya sih bunda keliling belinya sampai gatau lagi jalan. Begitu ketemu malah yang cantik begini dan masih banyak pula. Yaudah deh bunda beli agak banyakan aja,” jawab Sheila. “Ih gemes! Nanti aku coba cari juga deh. Lucky banget kamu,” ujarku. Sheila nyengir lebar. “Agak banyak nih, nanti aku bagi ke kamu deh. Ini satu kotak ada banyak macam motifnya!” ujar Sheila. “Aw thank you Shei! Ya ampun jadinya tukeran nih hehe..” gumamku. “Nanti ya aku kirim via kurir atau ojek online!” ujar Sheila. Aku mengangguk. Lagi, terdengar suara bunda Sheila memanggilnya dari sana. “Udah dulu ya Teh! Ini dari tadi bunda manggil mulu. Bhay Teh! Nanti aku telpon deh ya kalau mau antar nih maskernya,” pamit Sheila. “Aw thanks Shei! Bye bye.” Telpon di matikan. Aku merebahkan diri di kasur. Menatap kosong langit- langit kamar. Sekarang aku bingung harus melakukan apa. “Teh, Teh ...”panggil mama setengah berteriak. Aku pergi keluar kamar menuju balkon di dalam rumah. “Iya ma kenapa?” tanyaku dari atas. “Ayo turun. Kita makan,” ajak mama. **** Aku makan dengan lahap. Menu makan siang hari ini adalah sayur asem dengan ikan asin dan sambal terasi. Sederhana sekali. Biasanya aku tidak ingin makan jika lauknya bukan ayam. Aku tidak terlalu doyan dengan ikan, sangat jarang aku makan ikan. Biasanya aku makan ikan jika pergi ke restoran seafood doang. Tidak tahu kenapa, ikan apapun di restoran seafood pasti enak. Mungkin karena ukuran ikannya yang besar kali ya. Aku malas makan ikan karena ada banyak tulangnya sih. Aku juga tidak suka sayur, kecuali sayur kangkung dan urap, jika itu terhitung makanan sayur juga. Tapi kali ini aku pikir tidak boleh lagi terlalu pemilih. Sudahlah, makan saja apa yang ada. Syukuri saja. Aku tau ini kondisi susah, dimana kita susah keluar untuk belanja kebutuhan dan bisa saja nanti terjadi kesulitan ekonomi juga. Karena itu aku memutuskan untuk tidak memilih makanan. Ternyata tidak buruk juga. Aku baru tahu rasa sayur asem ternyata seperti ini. Enak, sesuai namanya ada rasa asem di sayur ini. Aku memakan jagung rebus yang ada di dalam sayur asem. Jagungnya enak. Ternyata jagung manis ini rasanya balance ya dengan asem si kuahnya. Cocok juga dengan ikan asin yang asin dan kriuk seperti kerupuk, juga dengan sambal terasi yang pedas. Apapun kalau di syukuri rasanya lebih nikmat ya. “Tumben kamu mau makan yang lauknya begini Teh,” ujar mama. Aku yang sibuk mengunyah nyengir lebar. “Enak juga ya ma,” jawabku sambil mengunyah. “Eh kunyah dulu atuh Teh baru ngomong,” pinta mama. Aku mengangguk dan mengunyah makanan pelan- pelan. Nenek tersenyum kecil melihat aku makan dengan lahapnya. Nenek mengelus pelan rambutku. “Kamu makan yang banyak Teh biar cepat besar,” gumam nenek. “Mau tambah lagi nasinya? Atau sayurnya? Ini ikannya masih banyak mau nenek tambahin lagi?” tawar nenek. Aku mengangguk. Nenek mengambil 2 centong nasi dan menaruhnya di atas piringku. Nenek juga menambahkan beberapa ikan asin dan satu centong sayur asem ke piring. “Nek duh kebanyakan ini,” ujarku. “Udah gak apa biar kamu cepet besar! Ayo makan lagi makan,” ajak nenek. Ya ampun. Piringku yang tadinya hampir kosong sekarang terisi kembali dengan porsi yang lebih banyak. Aku geleng- geleng kepala. Ya ampun, ini mah udah kayak mau mukbang sih. Banyak banget untukku yang biasanya makan hanya sedikit nasi. “Kamu ini makan hanya sedikit nasi begitu, memangnya kenyang?” tanya nenek. Aku mengangguk pelan. Aku kembali menyendokkan nasi yang sudah di beri kuah sayur asam ke dalam mulutku dan mengunyahnya perlahan. Saat tengah khusyuk makan, terdengar suara bel dari pintu depan. Aku mengernyitkan alis. Siapa yang datang di tengah jam makan siang begini? “Loh itu siapa ya yang datang?” tanya nenek. Mama bangkit dari duduk. “Biar Wilda aja yang buka pintu,” ujar mama. Mama pergi meninggalkan ruang dapur. Samar terdengar suara mama berbincang dengan seseorang. Mama kembali ke dapur membawa sebuah kardus berukuran sedang. “Loh apa ini ma?” tanyaku penasaran. “Gatau. Katanya multivitamin apa deh, dari langganan papa,” jawab mama. “Padahal tadi kita udah beli ya,” ujar mama. Mama melirik tulisan yang ada di atas kardus. “Untuk mamak dan keluargaku tersayang, ini papa belikan multivitamin dan obat lainnya. Kalian minum ya. Dari papa tersayang,” mama membaca tulisan di atas kardus itu. “Ya ampun si papa memang sweet banget ya,” ujarku. “Buka dong ma, mau liat isinya apa aja,” pintaku. “Nanti nanti. Kamu habiskan makanmu dulu. Nanti kita buka di ruang tengah.” ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD