Chapter 35

1238 Words
Mama menaruh kotak paket itu ke ruang tengah. Selesai makan, kami mengerumuni kotak itu. Aku memperhatikan setiap sudut dari kotak ini. Tidak ada alamat pengirim maupun penerima yang tertera di sana. Hanya ada kartu ucapan berbentuk hati yang ada di atas kotak kardus. “Gaada alamat pengirimnya ya ma?” tanyaku penasaran. Mama mengernyitkan alis dan mengecek setiap sudut kardus. “Lah iya juga ya,” jawab mama. “Cuma ada kartu ini doang,” lanjut mama sambil memegang kartu hati itu. “Mungkin papa lupa nulis, jadi nitip aja ke kurirnya langsung kasih lokasi alamat rumah. Kan bisa begitu ga sih,” gumam nenek. Mama mangut- mangut. “Oh iya ya bisa juga ya ma..” gumam mama. “Yaudah deh gak pentinglah dari siapa. Udah tanda kok ini pasti dari papa,” lanjut mama. Mama mengambil cutter dan memotong selotip yang menutupi tutup kardus itu. Kardus terbuka dan tampaklah di sana berbotol- botol obat multivitamin dan imun booster. Mama mengambil salah satu botol itu. Nenek juga melakukan hal yang sama. “Oh ini vitamin yang biasa Dion kasih ke mamak,” ujar nenek. “Ini yang katanya langganan sama temennya mas Dion ya?” tanya mama meyakinkan. Nenek mengangguk. Nenek mengeluarkan satu persatu botol yang ada dan memperhatikan setiap botol dengan teliti. “Ya ampun ini mah banyak banget jadinya multivitamin kita. Padahal punya mamak tempo hari aja masih banyak,” ujar nenek. Aku mengambil salah satu botol. Benar di sana tertulis multivitamin dengan logo yang sudah tak asing lagi. “Mungkin papa mau nyetok agak banyakan sebelum kehabisan,” ujarku. Tapi aku masih saja curiga. Aku memperhatikan botol itu di setiap sudutnya. Tidak ada alamat dalam kotak paket tersebut. Apa benar obat ini aman? Apa benar ini semua papa yang kirim? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di kepalaku. “Ya ampun bentar deh mama telpon papa dulu. Mau bilang makasih udah di kirimin sebanyak ini. Mana pakai kartu ucapan lagi. Sweet banget,” ujar mama. Mama melesat ke kamarnya dan tak lama kembali membawa mr. Communicator. Mama mendekatkan mr. Communicator ke telinganya. “Duh mana papa ini ya kok gak angkat ...” gerutu mama. “Sibuk kali ma, jadi gak sempet nengok notif,” jawabku. Mama menggigit ujung jempolnya. Raut wajah mama berubah saat terdengar suara telpon terangkat di ujung sana. “Hallo, ini papa?” tanya mama. “Iya ma ada apa kok nelpon? Papa lagi sibuk ini,” jawab papa. “Pa ya ampun pa. Pa makasih ya pa udah kirimin multivitamin banyak banget!” ujar mama girang. “Mana ada kartu hatinya segala lagi. Sweet banget sih pa!” lanjut mama kesemsem. “Hah? Maksud mama apa?” tanya papa bingung. “Loh? Papa bukannya kirim multivitamin ya ke rumah?” tanya mama balik. “Hah? Apa sih ma? Papa dari tadi sibuk loh di kantor gaada nitip apa buat di kirim ke rumah,” jawab papa. Mama melongo. “Lah loh pa jadi ... Ini bukan papa?” tanya mama lagi. “Ih apa sih ma. Ngaco deh. Udah dulu ya, papa ini mau rapat lagi. Bye ma, love you.” **** “Bukan papa yang kirim paket ini,” ujar mama. Mama sempat melongo lama saat telpon di matikan. Mama pasti kaget mendengar jawaban papa. “Kan sudah kubilang apa. Aneh tau gak ada alamat pengirim dan penerima. Meski di kirimnya pakai ojek online kan biasanya tetep ada sih mah,” gerutuku. “Udah sekarang coba aja bongkar isi kotak kardus ini. Kali aja ada petunjuk siapa pengirimnya,” ujarku. “Iya, kita coba saja begitu,” ujar nenek setuju. Kami mengeluarkan satu persatu botol obat yang ada. Sampai ke dasar kardus pun kami tidak menemukan petunjuk apapun mengenai siapa pengirimnya. Aneh sekali. Aku memutar kotak kardus itu, berharap menemukan sebuah petunjuk. Ternyata di bagian belakang kotak kardus ada terselip barcode kecil. Harusnya barcode ini tidak mencurigakan, karena memang ada barcode di setiap kardus untuk terhubung langsung dengan website produk. Tapi karena ini adalah paket yang mencurigakan, akhirnya aku coba scan saja dengan mr. Communicator. Ternyata berhasil dan langsung tersambung ke sebuah website. Tiba- tiba mr. Communicator mati total. Aku panik. Aku mencoba segala cara untuk menghidupkannya, tapi tak berhasil. Tak lama, mr. Communicator kembali menyala. Layar menampilkan sebuah pesan yang bertuliskan: Bagaimana dengan paketnya? Keren bukan? -dari si anak baru yang tak punya tablet Aku terbelak kaget. Sialan. Ternyata paket ini kiriman dari Kara. Buru- buru aku pergi ke kamar tanpa pamit terlebih dahulu. Sesampai di kamar aku langsung menguncinya. “Apa maumu hah?!” tanyaku berang. “Terror terror begini gak lucu tau gak!” gerutuku kesal. “Oh tenang saja. Aku gak bermaksud terror kok. Aku hanya mau lihat keluargamu saja, seberapa harmonis dan seberapa percaya kamu dengan papamu,” jawab Kara melalui telfon. Sialan. Sepertinya mr. Communicator sudah di retas olehnya. “Gak! Pasti ada apa- apanya sama paket itu! Mana percaya aku sama kau, dasar creepy! Sialan!” gerutuku semakin sebal. Anak kurang ajar memang. “Hei aku gak sekejam itu. Itu isi paketnya aman kok untuk di konsumsi. Biasanya nenekmu minum multivitamin itu kan? Tenang aja. Udah pasti aman kok, kan itu dari perusahaan tempat papamu kerja,” jelas Arkan. “Hah? Apa maksudmu? Papa kerja di perusahaan IT bukan perusahaan kimia farma obat- obatan!” tanyaku heran. Ngaco ni orang memang. “Ya ampun ternyata papamu ini tertutup ya. Bahkan hal seperti itu pun gak ada cerita ke keluarganya sendiri,” jawab Kara tanpa menjelaskan maksud dari pertanyaanku. “Ya sudah, nanti kamu tahu sendiri kok. Sabar ya. Tunggu waktu aja yang menjelaskan,” lanjut Kara. “Heh! Lu jelasin gak maksudnya apa? Mau aku hack hah semua jaringanmu itu?!” ancamku. Terdengar suara tawa terbahak- bahak dari sana. “Memangnya kamu bisa? Sekarang aja kamu lagi di hack kan?” tanya Kara mengejek. Ah, dia tidak salah juga sih. Aku menggertakkan gigiku kesal. Sialan. “Memangnya kamu bisa hack begitu? Baru menang lomba buat website provinsi udah belagu aja mau hack jaringan orang lain,” tanya Kara meremehkan. Aku menggengam tanganku erat- erat. Sialan! Ingin rasanya aku meninju wajah tampannya itu. Terdengar suara dengusan dari sana. “Sialan! Liat aja lu! Nanti aku belajar lebih buat hack akun lu!” jawabku menggebu- gebu. Terdengar suara tawa dari ujung sana. “Gak penting banget lu belajar cuma untuk balas nge hack gue! Ya ampun, memang deh lu itu ajaib banget anaknya ya,” ujar Kara. “Terserah deh ya. Semangat deh belajarnya biar bisa hack aku!” lanjutnya lagi. Terdengar suara mendecik di ujung sana. “Hum, sudah waktunya. Udah deh, selamat menikmati paket yang aku kirim! Oh ya, mr. Communicator kamu masih belum bisa di pakai beberapa saat. Nanti juga pulih lagi kok, tunggu aja. Bye!” Hening. Mr. Communicator kembali mati total. “Kara sialan!” **** Aku kembali turun ke bawah. Mama dan nenek masih di ruang tengah. Tampak botol- botol obat yang tadinya berserakan sudah tidak ada. Tampaknya tersusun rapi lagi di dalam kardus yang sudah tertutup lagi di atas meja. “Gimana Teh? Kamu tahu siapa pengirimnya?” tanya mama. Aku mengeleng bohong. Sudahlah. Mama tidak perlu tahu soal Kara. “Teh belum tahu juga ma,” jawabku bohong. Mama menghela napas. “Mama jadi takut. Makanya mama masukin lagi, mama paketin lagi tadi obat- obatnya. Ini bagusnya di apain ya? Mama taruh aja di dalam gudang apa?” tanya mama. “Bakar aja ma paketnya,” ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD