Bagian 7

1861 Words
"Kau?" pekik Pricilla ketika penglihatannya tertuju pada wajah pria yang kini sedang berdiri tegap di hadapan Maxime. Lantas, pekikan tersebut pun membuat Maxime menoleh ke arah Pricilla seraya berkata, "Kau mengenalnya?" Pricilla melirik. "Eng, tidak. Tapi, aku hanya pernah bertemu dengannya saja saat di tempat kerjaku tempo hari. Bahkan, aku pun tidak tahu namanya. Hanya saja, wajahnya memang tidak asing dalam ingatanku...." ucap Pricilla meringis kaku. Maxime mengangguk paham. Kemudian, ia pun kembali mengalihkan perhatiannya pada si pria yang tak lain adalah kakak sematawayangnya tersebut. "Kakak, kau sedang apa di sini?" tanya Maxime memulai percakapan. Sementara Pricilla, ia hanya bertugas untuk tetap diam selama tidak ada yang berusaha untuk mengajaknya berbicara. "Bukankah kau seharusnya sedang berada di kampus?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang adik, pria itu justru malah balik bertanya pada Maxime diiringi dengan tatapan datar nan tajamnya yang menyorot ke manik cokelat gelap milik adiknya. Glek. Tiba-tiba, Maxime pun mendadak sulit menelan salivanya sendiri ketika sudah dihadapkan dengan raut wajah tegas yang cukup mengerikan di penglihatannya kini. Mengingat Aaron adalah salah satu orang yang paling Maxime segani--setelah ayahnya--akan wibawa yang dimilikinya, maka tidak aneh jika sekarang Maxime berusaha untuk tidak balas menatap kakaknya tersebut. Sungguh, Maxime telah melupakan satu hal yang fatal. Dia baru ingat bahwa kakaknya itu sudah tahu betul mengenai kapan dan hari apa saja Maxime memiliki jadwal pergi ke kampus. "Kau tidak menjawab?" lontar Aaron dengan nada yang lebih rendah. Dan itu terasa jauh lebih mencekam dari suasana saat Maxime menonton film horor di tengah malam buta dalam keadaan lampu yang dimatikan. "Maxime, apa pria itu kakakmu?" tegur Pricilla yang malah bertanya. Membuat Maxime menahan diri untuk tidak membekap mulut gadis itu dalam kondisi yang mengerikan seperti sekarang. "Maxime Benedict!" geram Aaron kali ini. Secepat kilat, Maxime pun langsung berlutut memegangi kaki kakaknya guna meminta ampun agar dirinya tak dilimpahi sebuah hukuman atas kesalahan yang dilakukannya hari ini. Sementara itu, Pricilla yang menyaksikan pemandangan tersebut pun hanya mampu menatap kaget nan melongo diiringi dengan sebelah tangannya yang langsung ia sentuhkan ke mulutnya yang sedikit terbuka. "Jangan laporkan hal ini pada Mommy. Kumohon!" pinta Maxime mengiba. Dia pun mendongak dan menatap Aaron dengan sorot sendunya. Bersamaan dengan itu, Gabriella yang ternyata masih ada di lokasi yang sama pun tampak berjalan menghampiri ke arah Aaron dan Maxime yang sedang terlihat saling melempar pandang dalam keadaan seserius ini. Tapi rupanya, Gabriella bukan tertarik untuk melihat kakak beradik tersebut. Melainkan, ia menujukan perhatiannya pada sosok gadis bertubuh semampai yang kini masih terlihat melongo dalam posisi berdirinya. "Pricilla, sedang apa kau di sini?" lontar Gabriella tepat ke arah sang gadis. Sontak, si pemilik nama yang baru saja dilempari pertanyaan pun menoleh tepat ke sumber suara. Lantas, matanya kembali memelotot tak percaya ketika ia melihat atasannya juga ada di sini bahkan menghampiri serta menegurnya lebih dulu tanpa disangka. "Nona Gabriella," gumam Pricilla terperangah. Kemudian, Maxime yang semula masih berlutut di dekat kaki sang kakak pun refleks menoleh. Saat pandangannya terarah pada wanita yang juga sudah lama dikenalnya, tahu-tahu ia pun langsung bangkit berdiri serta beringsut memeluk si wanita seolah ia mencari perlindungan padanya. "Bantu aku, Kak Briella. Tolong beri pengertian pada kakakku bahwa aku tidak bermaksud untuk bolos kuliah. Setidaknya, dia akan mendengarkan perkataanmu dibanding aku. Jadi kumohon, bantu aku untuk menjelaskan padanya bahwa aku hanya berniat untuk membantu gadis ini saja. Maka wajar jika aku sampai melupakan kuliahku. Lagipula, hanya hari ini saja. Tidak dengan hari lainnya apalagi hari-hari sebelumnya...." tutur Maxime yang masih betah  memeluk tubuh sintal Gabriella. Akan tetapi, setelah mendengar penuturan dari lelaki itu, baik Gabriella maupun Aaron, keduanya kini sama-sama mengalihkan pandangannya serempak ke arah sang gadis. Diberi tatapan tajam dari keduanya, mendadak Pricilla pun seolah sedang menjadi tersangka atas tuduhan yang tak pernah dilakukannya. *** Jantung Pricilla ibarat sedang melompat-lompat di tempatnya. Berdebar kencang tak keruan padahal dirinya tidak sedang menghadapi hari sakral di altar pernikahan atau pun sejenis ujian sekolah yang membuat debaran jantungnya terpacu lebih dahsyat. Melainkan, Pricilla sekarang sedang berstatus menjadi terdakwa atas bolosnya kuliah Maxime yang bahkan Pricilla sendiri tidak tahu bahwa Maxime merupakan seorang anak kuliahan. Dan sekarang, Pricilla harus dihadapkan dengan tatapan tajam penuh selidik yang disorotkan langsung dari sepasang iris abu yang berasal dari manik mata pria di hadapannya. "Jadi, apa sebenarnya hubunganmu dengan Maxime?" lontar Gabriella mendahului Aaron. Spontan, pria di sebelahnya pun langsung melirik dengan sebelah alis yang dinaikkan. Aaron sempat heran saat mendapati Gabriella yang memutuskan untuk turut menyidang Pricilla pasca Aaron sudah menyuruh Maxime untuk segera ke kampus serta mengisi waktu kuliah yang masih dimilikinya walaupun itu mungkin sedikit terlambat, Gabriella memilih ikut bersama Aaron guna menjadi pendakwa juga atas apa yang telah dilakukan oleh salah satu karyawannya tersebut. Mengingat Maxime pun sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri, maka Gabriella merasa bahwa dirinya juga tentu punya andil guna melakukan persidangan bagi si gadis yang kini sedang duduk ketakutan di hadapannya. "Gabe, diamlah!" hardik Aaron kemudian. Sontak, membuat Gabriella balas menatap bahkan mengernyit heran ketika ia mendapat teguran dari Aaron barusan. "Biarlah ini menjadi urusanku!" seru Aaron datar. Lalu, perhatiannya pun kembali ia arahkan pada sang gadis yang masih enggan membuka suaranya. "Tapi, Aaron. Aku pun mempunyai andil dalam hal ini. Gadis ini adalah karyawan yang bekerja di kafeku. Maka sudah menjadi kewajibanku untuk ikut menyelidiki ini semua. Jadi, Aaron ... Tolong biarkan aku untuk ikut menginterogasinya sampai kita berdua mendapatkan jawaban yang masuk diakal dari keterangan yang dia berikan nanti," urai Gabriella seolah tidak ingin sampai Aaron abaikan lagi. Pria itu menghela napas. Memang tidak etis jika dirinya mendebat Gabriella di saat seperti ini. Maka, Aaron memutuskan untuk membiarkannya saja dibanding mencoba melawannya. Toh, Aaron pun hanya ingin mengetahui alasan gadis bernama Pricilla itu saja ketika ia membuat adiknya sampai lupa pada kewajiban pergi menimba ilmunya. Sesungguhnya, Aaron tidak suka seandainya Maxime sampai terbawa arus ke jalan yang salah seperti misalnya ia bolos kuliah. "Apa kau mendadak bisu?" sentak Gabriella ketika Pricilla tidak kunjung memberikan jawaban juga. Untuk sesaat, Pricilla menarik napas dalam-dalam. Hingga akhirnya, ia pun berusaha untuk menjelaskan duduk perkaranya mengenai ia yang sama sekali tak bermaksud menghambat aktivitas wajib yang Maxime miliki. "Se-sebelumnya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Tuan Aaron juga Nona Gabriella. Tapi, Demi Tuhan! Saya bahkan tidak tahu jika Maxime seharusnya pergi kuliah di saat dirinya mengajak saya ke tempat yang kami kunjungi tadi. Jika saya tahu perihal Maxime yang seorang mahasiswa, mungkin saya pun tidak akan bersedia untuk diajaknya mengunjungi tempat yang kami datangi tadi. Lagipula, saya pun tidak berani jika diharuskan bertanya-tanya soal status Maxime itu apa. Maka, tolong maafkan keteledoran saya. Mungkin di lain waktu, saya tidak akan mengulangi kesalahan saya di hari ini...." papar Pricilla dengan wajah yang tertunduk penuh sesal. Sementara itu, Gabriella terlihat begitu muak ketika mendengar penjelasan yang diutarakan oleh karyawannya itu. Namun reaksi yang berbeda telah ditampilkan oleh Aaron yang saat ini sedang manggut-manggut penuh pengertian. "Jadi intinya, kau tidak memiliki hubungan apapun dengan adikku?" timpal Aaron di tengah tatapan dan nada suaranya yang datar. Secepat kilat, Pricilla pun menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali, Tuan. Bahkan, saya pun baru mengenal Maxime sebatas tadi pagi saja. Itu pun, Maxime tidak sengaja hampir menabrak saya. Dan gara-gara kepolosan saya yang asal bercerita tentang masalah pribadi saya, maka timbullah rasa iba dari Maxime. Setelah itu, saya diajak Maxime ke suatu tempat dan kami pun berbincang banyak di sana. Lebih tepatnya, saya yang banyak bercerita mengenai kehidupan pribadi saya pada Maxime. Dan tolong, jangan hukum Maxime atas kesalahan saya ini, Tuan. Kau adalah kakaknya dan kau pasti tahu betul soal perlakuan Maxime yang sesungguhnya. Jadi, saya harap Tuan Aaron bisa memaafkan perbuatan Maxime dan tidak perlu melaporkan kejadian ini pada siapa pun...." tutur Pricilla lagi panjang lebar. Entah kenapa, gadis ini tampaknya sangat hobi sekali berbicara panjang lebar. Padahal, dia hanya perlu mengatakan garis besarnya saja. Maka mungkin si pendengar pun akan langsung paham dengan inti persoalan yang sedang berusaha ia beritahukan. "Baiklah, aku memaafkanmu." Tanpa diduga, Aaron pun menganggap semua persoalan telah selesai. Akan tetapi, rupanya hal itu malah membuat Gabriella berkeberatan. Terlihat dari cara wanita itu yang kini sedang melirik Aaron disertai dengan sorot tak terimanya. "Aaron! Apa yang sedang kau lakukan?" lontar Gabriella tak habis pikir. "Aku melakukan apa yang kuanggap benar. Gadis ini pun sudah menjelaskannya begitu rinci. Apa bahkan kau tidak bisa memahami setiap penjelasan yang diucapkannya?" cetus Aaron yang seketika membuat Gabriella dongkol. Tentu Gabriella mengerti. Tapi tetap saja, bagi Gabriella tindakan Aaron itu terlalu baik untuk seukuran orang asing seperti Pricilla yang belum Aaron kenal dekat. Gabriella pikir, Aaron akan memperingatkan gadis itu setidaknya agar dia tidak mencoba untuk mendekati Maxime atau apapun yang mengacu pada kedekatan mereka. Tapi ternyata, Aaron malah menganggap semuanya selesai hanya setelah Pricilla menjabarkan segala ketidaktahuannya. Cih, menyadari itu, Gabriella mendadak tidak suka pada karyawan--yang ia anggap--menyebalkannya itu. "Aku memaafkanmu di kesempatan ini. Tapi jika sampai kau mengulanginya lagi di masa yang akan datang, jangan salahkan aku jika aku akan melimpahkan hukuman yang begitu berat terhadapmu yang berani mengusik kehidupan adikku. Kau mengerti?" ujar Aaron memperingatkan. Dalam sekejap, Pricilla pun mengangguk paham dan tanpa diduga ia pun meraih tangan Aaron yang langsung disentuhkan mengenai keningnya. Sementara itu, Aaron merasa terkejut atas perlakuan si gadis yang entah kenapa, menciptakan sejenis kejutan listrik yang membuat tubuhnya menegang dadakan. Merasakan perasaan yang aneh juga mendera dirinya, kini Aaron pun terlihat seperti orang yang baru saja tersetrum oleh listrik bertegangan tinggi. "Terima kasih, Tuan Aaron. Terima kasih karena sudah mau memaafkan kesalahan saya. Saya berjanji, saya tidak akan pernah mengulangi kesalahan saya lagi di kemudian hari. Bahkan jika perlu, saya siap diberi hukuman yang sangat berat seandainya saya sampai khilaf mengulanginya...." ikrar Pricilla dengan kening yang masih menempel di punggung tangan Aaron. Sementara itu, Gabriella merasa risi ketika melihat pemandangan tersebut. Lantas, tanpa diduga Gabriella pun berusaha untuk menjauhkan kening Pricilla dari punggung tangan Aaron dengan cara menarik tangan Aaron hingga terlepas dari pegangan tangan sang gadis. Sontak, Pricilla sendiri pun merasa terkejut atas perlakuan Gabriella yang saat ini sedang menatapnya sinis. "Semuanya sudah selesai bukan?" ucap Gabriella bersedekap. "Lalu, apa lagi yang kau tunggu? Kau sudah bisa pergi setelah Aaron menganggap semua persoalanmu itu selesai. Paham?" lanjut wanita itu begitu kentara bahwa dirinya mulai merasa terancam terlebih saat mendapati Aaron yang terlihat seolah sedang terkesima di tengah pandangannya yang terus mengarah pada raut polos Pricilla. "Kalau begitu, saya pamit pulang, Nona, Tuan. Sekali lagi, terima kasih karena sudah memaafkan kesalahan saya...." ujar Pricilla sekali lagi. Namun, ketika gadis itu sudah bersiap melengos guna undur diri, tiba-tiba saja Aaron pun ikut berdiri. Membuat Gabriella merasa heran bahkan kini ia sedang menatap tak paham ke arah Aaron yang sudah berdiri tegap. "Biar kuantar kau pulang!" seru Aaron melayangkan sebuah ajakan. Tidak, bukan ajakan. Melainkan, Aaron sedang memberi pernyataan kepada gadis yang kini sedang kembali menatapnya melongo. "Aaron, untuk apa kau repot-repot mengantarnya?" tanya Gabriella menoleh horor. Namun pertanyaan itu justru sekaligus mewakili isi kepala Pricilla yang juga merasa bingung ketika pria itu menawarkan diri untuk mengantarkannya pulang. "Dia adalah teman adikku. Maka sudah menjadi kewajibanku untuk memastikannya pulang dalam keadaan selamat. Jadi, Nona Pricilla ... Ikuti aku dan tidak perlu banyak bertanya apalagi memprotes!" tandas Aaron yang langsung melenggang. Lagi-lagi meninggalkan sosok Gabriella yang kini tengah merasa dipecundangi oleh karyawan--yang dia rasa--tak tahu diri tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD