Menangis adalah satu satunya hal yang Nila butuhkan saat ini. Gadis itu tidak peduli dengan kondisinya yang kacau. Tanpa atasan dan celana yang talinya putus satu. Kedua pria yang tewas itu benar - benar memberinya mimpi buruk.
Sebuah selimut hangat membungkus tubuh Nila. Anggara secara mengejutkan memperlakukan Nila dengan penuh perhatian. Sangat berlawanan dengan sikapnya kemarin, pria itu memeluknya setelah membungkus Nila dengan selimut.
"Kita harus pergi dari sini," ujar Anggara
Nila terhenyak sesaat, sebelum kembali menangis.
Anggara menggendong Nila yang masih menangis, dengan mudah seolah gadis itu tidak memiliki bobot tubuh. Kali ini Anggara memperlakukan Nila dengan sangat hati - hati seolah ia adalah benda berharga.
Maaf, karena aku kamu mengalami ini, Nila. Cuma itu yang dikatakan Anggara. Anggara lupa jika kembalinya dirinya dari luar negeri adalah untuk membalas dendam pada Nila. Sayangnya ia justru merasa hancur ketika Nila tersakiti. Ia marah, dan bahkan ingin membakar dunia. Sesuatu yang aneh untuk pria yang mendendam.
Sementara itu, Nila hanya pasrah karena ia tidak memiliki kekuatan untuk berdebat atau memberontak. Hanya angin dari laut yang membuatnya menghentikan tangisannya. Rasa segar bercampur sinar matahari yang hangat seolah menjadi pelipur ketakutan Nila. Gadis itu pun mulai merasa tenang.
Di tepi dermaga, Anggara dengan susah payah membawa tubuh Nila. Ombak membuat genangan lembut yang berefek pada keseimbangan. Anehnya Anggara tetap keras kepala dengan tidak mau menurunkan Nila agar gadis itu berjalan sendiri.
"Duduklah di sini, " ucap Anggara. Ia menaruh tubuh Nila di dalam kamar yacht. Lembut dan hati- hati.
Namun bukan itu yang membuat Nila terkesiap. Pemandangan laut dibalik kaca tebal, bening dan kuat lah, yang membuat Nila terkagum. Ia seolah tidak percaya ada kapal yang menampilkan pemandangan seolah menciptakan ilusi kamar dan lautan tidak memiliki batas. Nila bahkan merasa berada di dalam lautan. Semua ini seolah mampu menghilangkan semua mimpi buruk yang baru saja ia alami.
"Indah sekali," gumam Nila.
Biru, luas dan tak terbatas.
Nila seolah tak berkedip melihat karya alam yang mempesona. Entah betapa lama ia tidak pernah melihat laut lagi.
Anggara melihat gadis yang terpesona dengan apa yang ada di depannya. Matanya yang tadi redup seolah menemukan cahaya. Tak bisa ia pungkiri jika Nila menjadi lebih cantik ketika terpesona dengan bibir terbuka. Akan tetapi ketika ia melihat bibirnya yang kering, Anggara tahu jika gadis di depannya dehidrasi.
"Minumlah, " perintah Anggara.
Aroma coklat hangat menarik atensi Nila, ia meraih gelas yang disodorkan padanya. Tanpa disangka tangannya gemeran ketika menerima coklat itu. Nila tahu jika penyebabnya adalah perutnya yang kosong hampir dua hari.
"Te- terima kasih," jawab Nila lirih. Tanpa ragu Nila memasukkan benda cair, manis dan hangat itu. Dalam sekejap tubuhnya seolah mendapatkan euforia kesenangan. Tenaganya sedikit terisi, rasa haus menghilang dan ia menjadi lebih tenang.
Anggara tak berbicara apapun. Ia berbalik dan meninggalkan Nila dengan coklat hangatnya. Sebelum benar-benar meninggalkan Nila di ruang utama Yacht, ia berpesan pada Nila.
"Kalau kamu lapar, jangan ragu untuk makan."
Usai mengatakannya, Anggara menuju ke ruang kendali.
"Fuhhh.... Lagi- lagi seperti ini."
Otaknya seolah semerawut. Hatinya kembali kebingungan kala melihat Nila yang kacau. Dendamnya seolah menghilang, menguap hanya karena tidak tahan melihatnya menderita. Tergantikan rasa bersalah yang luar biasa. Ia bahkan ingin memaki dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga Nila hingga gadis itu mengalami hal mengerikan.
"Brengs.k... kenapa aku selalu kacau seperti ini!?" geram Anggara.
Sungguh ia merasa hampir gila ketika bayangan kaki Nila dilebarkan kedua pria itu melintas di matanya. Apalagi tubuh bagian atas Nila tidak mengenakan apapun. Ada bercak merah belas bibir dan gigi. Sangat jelas pria- pria itu menggigitnya. Dan yang lebih membuat ia marah, kamera yang merekam semuanya.
"Tsk aku lupa menghilangkan jejak mayat mereka dan menghancurkan kamera," gerutu Anggara.
Mau tak mau ia memutar lagi yacht yang ia naiki. Meski membuang waktu tapi ia tidak mau ada bukti yang membuat pihak berwajib mencium kejahatannya. Apalagi ia belum menghancurkan kameranya. Anggara takut ada yang menemukan dan menyebarkannya.
Sebelum itu Anggara menemui Nila yang saat ini bersandar di ranjang yang menghadap jendela. Gadis itu nampak menikmati pemandangan laut sehingga tidak berbalik ketika Anggara muncul di belakangnya.
"Nila, kita harus memutar kapal dan menghancurkan semua bukti di gudang itu," ucap Anggara.
Tidak ada jawaban dari Nila. Anggara pun menuju ke Nila. Anggara terhenyak ketika Nila tertidur. Ada banyak remahan roti dan biskuit di sofa. Bibirnya bahkan penuh dengan selai.
Anggara kebingungan melihat semua itu. Nila yang ia kenal anggun makan dengan semberono dan berantakan. Punggungnya pun mendingin ketika menyadari kemungkinan besar Nila tidak makan sama sekali.
Jangan- jangan selama ini dia belum makan sama sekali?
Sekali lagi ia merasa bodoh. Anggara memilih meninggalkan Nila beristirahat. Ia kembali memutar kemudi untuk menuju ke pulau terkutuk tempat mayat Renald dan Gege.
Kedatangannya yang kedua di pulau ini, Anggara bisa melihat jika pulau ini memiliki pemandangan yang indah. Akan tetapi ada banyak tebing dan karang terjal di bawah lereng. Jadi hanya ada satu tempat keluar yang aman jika ingin pergi dari pulau ini.
"Tempat ini memang sangat cocok untuk menahan seseorang."
Usai mengamati pulau, Anggara kembali ke bangunan milik Renald dan Gege. Ia segera menuju ke kamar tempat mereka menahan Nila.
Dengan hati kacau, ia masuk. Pandangannya segera ke arah kamera yang masih menyala. Pria itu mengambilnya dan memutar semua yang berhasil direkam oleh Gege.
"Tidak, kalian biadap!"
"Lepaskan aku!"
Jeritan - jeritan putus asa Nila menembus jantung dan membuat d4da Anggara sesak. Meski pria besar itu belum sepenuhnya meniduri Nila, tetap saja akan menimbulkan trauma.
Anggara yang kesal menghancurkan kamera itu, lalu mengambil wine yang tertata rapi di bartender ala jaman pertengahan. Ia memecah semua botol anggur itu dan menyalakan api.
"Kini tidak akan ada lagi bekas yang tersisa. Semua kenangan yang menyakiti Nila sudah hilang."
....
Di dalam kapal, Nila terbangun dan melihat asap hitam. Gadis yang penasaran itu mengeratkan selimutnya dan berjalan ke atas dek kapal. Matanya terbelalak ketika melihat bangunan yang menjadi tempat ia diculik sudah terbakar api. Dan yang lebih mengejutkan, adalah sosok yang muncul kemudian.
"Anggara..." guman Nila.
Otaknya yang kembali normal, mengingat lagi ucapan pria - pria yang menculiknya. Ternyata mereka adalah suruhan Jennifer.
Tubuh Nila gemetar kala mengingatnya. Ia takut jika Jennifer kembali menyuruh orang untuk mencelakainya. Gadis itu pun menjadi paranoid. Ketika ia melihat Anggara, ia seolah melihat monster. Rasa takut yang luar biasa menguasai Nila dan membawanya masuk ke kapan dan mengunci kamar di sana.
Tbc.