Dendam Dan Cinta

1856 Words
Nila menghempaskan kepalanya kala sesuatu mulai merangsek masuk ke tubuhnya. Mulutnya bahkan masih menganga tak percaya jika ia dan Anggara sudah bersatu. Rasanya sakit tapi ia sangat bahagia sampai menutupi nyeri yang ia rasakan. "Jangan bergerak," lirih Nila saat ia masih belum terbiasa. Air matanya mengalir dan dengan lembut Anggara menjilatnya. Saat itu Anggara pun menjadi penurut hingga mau menunggu sampai gadis itu terbiasa. Ia tahu kalau pertama kali akan menyakitkan bagi seorang gadis. Dan sebuah kebanggaan tersendiri menjadi pertama bagi seorang wanita. Nan pada akhirnya ketika ia merasakan kegelisahan Nila, Anggara mulai menunjukkan apa itu perkasa. Dia tidak ragu lagi bergerak. Rasa frustasi dan impian yang sudah lama ia inginkan meledak saat ini juga. Seperti ombak yang datang silih berganti, begitu pula punggung kekar Anggara. Kokok nan elastis, bergerak seperti gergaji yang bergerak tanpa henti. Tak memperdulikan rasa kewalahan sang pasangan yang tidak tahu lagi bagaimana harus bereaksi, ia trus melenggang. Hanya keindahan dan rasa sakit yang berkombinasi menjadi sensasi yang tak bisa terungkap yang dirasakan oleh Nila. Semua itu tak bisa dikatakan hanya dengan kata dan suara. "Aku lelah, tolong beristirahat sejenak, " keluh Nila. Ia merasa ngeri melihat stamina Anggara yang seolah seperti robot pemuas. Ia bahkan tidak menunjukkan tanda tanda kelelahan. "Kenapa kamu begitu lemah. Kamu butuh olah raga, " gerutu Angga. "Aku tidak butuh olah raga untuk membentuk tubuh cantikku," guman Nila. Rasa percaya dirinya naik saat ini. Ia merasa seperti dewi karena perlakuan lembut Anggara. "Yah kamu memang cantik. Dan aku yang memiliki semuanya sekarang. " "Yah kamu beruntung." Nila berpikir kalau Anggara akan memperlakukannya lebih baik dan istimewa ke depannya. Gadis itu pun dengan manja dan penuh perasaan melayani libido Anggara yang jauh dari kata selesai. Akhirnya Anggara berhasil memilikinya. Keduanya bertautan tanpa henti seperti seseorang yang keharusan dan minum. Nila bahkan lupa kalau ia sedang menjual sesuatu yang berharga, bukan melakukan hal atas dasar cinta. Mungkin satu satunya orang yang melibatkan perasaan cinta saat ini adalah Nila. Ia yang mencintai Anggara dengan senang hati melakukan apapun. Ia bahkan tersenyum dan berteriak dengan keras kala mendapatkan puncak kenikmatan. Akan tetapi satu ucapan Anggara Akhirnya membawanya ke jurang gelap. "Kamu benar benar j4lang yang profesional, aku suka pelayanmu," ucap Anggara kala Nila terengah engah di sampingnya. Pria itu berdiri dengan senyum miring dan mengambil ponselnya. "Aku sudah mentransfer uangnya ke rekeningmu. " Anggara masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Meski wajahnya dingin tapi ada senyum puas di bibit pria itu. Obsesinya untuk menaklukan dan menjadikan Nila berada di bawah kakinya terwujud dengan mudah. Gadis yang dulu membuatnya tergila gila dan seperti punguk yang merindukan bulan, kini menjadi barang pembuangan libidonya. "Jangan lupa, aku mau sekali lagi nanti malam. Siapkan diri mu di ranjangku." Usai memgatakannya pria itu pergi begitu saja seolah hal yang baru saja terjadi bukan hal luar biasa. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan. Nila seolah tertampar kenyataan. Perlakuan Anggara ternyata tidak berubah sama sekali. Pria itu bahkan tidak menganggap apa yang baru saja terjadi bukan hal yang istimewa. Pria itu meremehkan harta yang ia anggap berharga. Ingin Nila sekali menjerit karena rasa sakit yang ia rasakan. Namun ia sadar kalau mereka memang tidak memiliki hubungan apapun kecuali transaksi. Tetap saja rasanya sakit. Nila seolah tidak bisa menahan kesedihan ini. Pada akhirnya ia pun menangis. Dia memamg sudah lama diperlakukan seperti wanita tidak berharga dan direndahkan, tapi kali ini rasanya begitu menyakitkan. Semua karena mahkotanya sudah tidak ada lagi. Ia tidak lebih dari barang bekas yang tidak berharga bagi siapapun. Dan akhirnya air mata Nila pun runtuh. Gadis itu menangis tersedu sedu. ''Maafkan aku ayah, aku sudah membuatmu malu hiks ..." Lama Nila menangis meratapi kisah cintanya. Matanya bahkan bengkak. Gadis itu termenung sejenak. Dia sadar kalau ada ayahnya yang menunggu pengobatan. Gadis itu mengusap matanya dan menuju ke kamar mandi. Ia harus membersihkan tubuhnya sebelum menemui dokter penyakit dalam yang akan mengoperasi ayahnya. "Aku tidak boleh cengeng. Ada ayah yang membutuhkan ku." Ia kembali memoles wajahnya sehingga nampak segar. Ayahnya tidak boleh melihat kalau ia habis menangis. Usai mengerjakan semua yang ia butuhkan, Nila yang sampai di rumah sakit segera menemui Devan. Kehadirannya tentu di sambut pria berpakaian jas putih itu dengan senyum. Bagaimana pun keduanya pernah satu sekolah di SMA. "Nila, aku senang kau datang," sambut Devan. Pria ini tetap tampan dan rapi. Kecamatan yang ia kenakan membuatnya semakin terlihat cerdas. Nila melangkah maju dan duduk di kursi yang Devan sediakan untuknya. Laki laki ini tetap gentleman seperti yang ia kenal dulu. "Devan, lakukan operasi secepatnya untuk ayahku. Aku sudah mendapatkan uangnya," kata Nila. Devan terkejut dan mulai khawatir dengan Nila. Uang sebanyak itu tidak mudah didapatkan di negara ini. Jadi ia yang penasaran bertanya pada Nila dari mana asal uangnya. Sungguh ia takut Nila melakukan hal kotor demi mendapatkan uang. "Nila dari mana uang itu, Nila?" Tanya Devan. Meski terlihat lancang tetap saja ia ingin tahu asal uang Nila. Nila terpaksa berbohong pada Devan. "Aku meminjam nya dari kantor. Meski mengangsur dengan waktu yang lama, aku tidak keberatan asal ayah sembuh." Devan tidak lagi bertanya karena ia percaya pada Nila. Sebenarnya ia khawatir karena Nila bekerja di rumah dan perusahaan Anggara yang memiliki dendam pada Sanjaya. "Baguslah, aku akan menjadwalkan operasinya," ucap Devan lega. Maaf Devan, aku terpaksa harus berbohong. "Terima kasih." Suara ketukan di pintu membuat keduanya menoleh. Sesosok wanita cantik yang mengenakan pakaian mewah namun tetap sopan masuk ke ruangan Devan. Wajahnya yang imut nampak segar dengan riasan ringan. Dia adalah Dinda, tunangan Devan. Nila mengenal Dinda karena ia beberapa kali menemui Devan di rumah sakit. Gadis itu menatap keduanya bergantian. "Wah sepertinya kalian berbicara hal penting, apa aku mengganggu?" tanya Dinda dengan nada manja. Ia menuju ke sofa dimana Devan duduk dan mulai menempel padanya. Nila bahkan tersenyum melihat interaksi antara Devan dan Dinda. "Tidak aku hanya meminta Devan segera menjadwalkan operasi ayahku. Beruntung pinjaman ku sudah cair hari ini. " Dinda menatap Nila dengan senyum. Namun senyum itu tidak sampai di matanya. Sebagai wanita yang bekerja di gedung yang sama meski beda perusahaan, Dinda tahu benar gosip yang beredar. "Oh syukurlah. Aku harap ayah mu segera sembuh, iyakan Devan," ucap Dinda. "Iya." "Kalau begitu aku pamit, aku akan menemani ayah ku." Tentu saja Nila tidak mau mengganggu momen kebersamaan keduanya. Ia hanya berharap semoga saja keduanya langgeng. Devan hanya menatap sendu ke arah Nila. Matanya yang berbingkai kacamata seolah menutupi emosi yang tercermin dari hatinya. Yah Nila adalah cinta pertama pria itu. Dia adalah dewi yang selalu mengisi hatinya. Namun ia harus menyerah saat tahu Anggara dan Nila digosipkan bersama. "Lihat apa sich?" tanya Dinda kesal. "Tentu saja lihat kepergian Nila. Hidupnya sekarang menyedihkan karena Anggara," tutur Devan seolah tidak ada hal yang istimewa. Awalnya Dinda mau cemburu tapi melihat reaksi Anggara yang biasa saja, dia tidak jadi cemburu. "Kalau begitu sembuhkan ayahnya agar ia bisa bebas dari pria menyebalkan itu. Statusnya yang simpanan sudah diketahui banyak orang. Dimana mana ia dihujat." Devan menyentil dahi Dinda. "Memangnya aku Tuhan, aku hanya makhluk yang berusaha menyembuhkan. Tapi semuanya tergantung pada yang diatas." Dinda terkekeh. Suasana yang harmonis ini membuatnya betah berlama lama dengan Devan. "Dev, kapan kamu melamarku?" Devan terhenyak, ia sudah lama membuang rencana pernikahan sejak patah hati. Namun Dinda saat ini malah mengingatkannya. "Kapan pun kamu mau," hanya itu jawaban pria ini sebagai tanda tanggung jawab sebagai laki laki yang sudah memacari seorang gadis dalam waktu yang lama. Yah hanya bentuk tanggung jawab sebab tidak ada cinta di hatinya. "Kau serius, Dev?" Tanya Dinda dengan mata melebar. Dia memegang kedua bahu kekar Devan. "Tentu saja tapi kamu harus belajar memasak. Aku paling suka dimasakin istri dari pada beli." "Siap, kapten. " Dinda sangat bahagia sampai ia memeluk Devan dengan erat. Akhir nya ia tidak perlu cemburu lagi pada Nila. Di bangsal khusus, Sanjaya masih terbaring lemah. Ia melihat Nila yang datang dan tersenyum padanya. "Ayah, apa sudah makan?" Pria itu mengangguk. "Bagaimana dengan mu? Apa kamu baik baik saja di luar sana?" "Jangan khawatir, Ayah. Aku baik baik saja. " "Semua ini salah ayah. Aku sudah melakukan hal kejam pada Anggara. Pantas saja dia membenciku. " Nila tidak mau ayahnya banyak pikiran jadi ia segera menghibur nya. "Jangan bicarakan itu lagi. Lebih baik ayah tidak memikirkan hal aneh aneh karena sebentar lagi ayah akan dioperasi. " Sanjaya melihat ke arah Nila, "Dari mana uangnya. Kamu tidak melakukan hal memalukan, kan?" Sanjaya tampak emosi. Ia tidak mau putrinya yang berharga menderita karena dirinya. " Ayah, aku hanya pinjam uang dengan cara kredit. Jangan berpikir yang tidak tidak, okey?" Nila kali ini berbohong dengan sangat baik sampai ayahnya percaya. Mana mungkin ia mengatakan kalau mendapatkan uang dengan mengorbankan hal yang sangat berharga. Ayahnya pasti akan terbang ke alam lain jika ia melakukannya. "Syukurlah, maafkan ayah yang membuatmu menderita. Tapi baj.ngann itu seharusnya menemuiku bukan menargetkan mu." "Ayah, sudah aku bilang jangan bahas itu lagi. Aku sekarang baik baik saja dan akan selalu baik baik saja. Aku bekerja dan tidak tidur di jalanan. Jadi jangan berpikir aneh aneh." Nila bisa lancar mengatakan hal itu meski di dalam hatinya ia merasa miris. Anggara tidak mengusirnya keluar dengan syarat ia menjadi pembantu di sana. Awalnya Nila menolak tapi Anggara mengatakan tidak akan ada yang menerima nya jika ingin menyewa kos atau kontrak rumah. Anggara dengan yakin mengatakan itu dan membuat Nila menciut. Ia tahu benar kalau Anggara bisa melakukan apapun dengan uangnya. Lihat saja perusahaan ayahnya sekarang, jadi hancur dan tak tersisa akibat ulah Anggara. "Baiklah." Nila pun menemani Sanjaya sampai ia tidur. Dia pun memanggil taxi dan pulang ke rumah. Di sana ia sekali lagi harus bertemu dengan Anggara. Padahal ia berharap malam ini Angga tidak pulang dan tertidur entah di mana. Hatinya masih sangat sakit karena sikap dinginnya yang mengerikan setelah mendapatkan tubuhnya. "Sudah puas kan menghabiskan waktu bekerja dengan menemani ayah mu?" cibir Anggara. Namun Nila tidak memperdulikan cibiran Anggara. Ia hanya berlalu dan menutup pintu kamarnya lalu mengunci dari dalam. Gadis itu bahkan tidak perduli dengan tatapan Anggara yang nampak terkejut melihat nya tidak memperdulikan ucapannya. "Hei Nila, apa kamu sudah gila!? Kenapa kamu mengabaikanku?" teriak Anggara yang kesal dengan sikap cuek Nila. Pria itu pun menjadi gusar. Dia mengetuk ketuk pintu agar Nila membukanya. Namun gadis itu tak kunjung membuka pintu yang membuatnya sampai bosan. Dengan kesal ia pun meninggalkan pintu kamar Nila. "Aku akan menghukummu nanti," geram Anggara. Egonya merasa terluka kala mendapatkan pengabaian dari Nila. Ia marah karena pengalaman ketika sekolah menengah terulang lagi. Penolakan dan pengabaian yang gadis itu lakukan kembali terngiang di benaknya. Mendengar tidak ada lagi yang mengetuk puntunya, Nila menarìk nafas lega. Gadis itu pun menjatuhkan dirinya ke kasur. Beribu rencana terlintas di benaknya. Setelah operasi besok, aku bisa meninggalkan Anggara dan mengundurkan diri dari perusahaan. Selama ini alasan Nila tetap bertahan di sini hanya demi ayahnya. Setelah ayahnya menjalani pengobatan, ia tidak perlu lagi menjadi kacung Anggara. Dia dan ayahnya bisa pindah ke luar daerah agar tidak terpantau oleh Anggara. Benar meski aku mencintainya, tapi rasanya sangat menyakitkan. Kembali Nila mengingat hubungan tadi siang yang sangat menghancurkan hatinya. Bagaimana tidak, ia benar benar diperlakukan seperti barang tidak berharga. Padahal seumur hidupnya, ia selalu dipuja oleh semua pria. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD