Terjerat

1008 Words
Saat ini Nila berada di rumah sakit untuk menunggu ayahnya yang berada di ruang operasi. Rasanya sangat menyedihkan menunggu sang ayah berjuang seorang diri di dalam ruangan. Dia juga tidak memiliki siapapun untuk bersandar. Teman temannya menghilang saat ia dan ayahnya bangkit. Semuanya menjauhi dirinya seperti penyakit menular. "Ayah, bertahanlah," ucap Nila pelan. Air matanya tak berhenti mengalir kala duduk sendirian di ruang tunggu operasi. Kesepian adalah satu satunya yang ia rasakan saat ini. Ia tidak sadar jika Anggara menatapnya dari jauh. Entah atas dasar apa ia datang ke rumah sakit. Ada banyak hal yang ada di benaknya. Yang pasti ketidak hadiran gadis itu membuatnya merasa kesepian. Ting. Ketika lampu merah berubah hijau, perawat keluar dadi ruang operasi. Lalu disusul oleh Devan. Nila pun segera menyambut pria berpakaian seragam operasi dengan harap harap cemas. "Ayahmu mengalami komplikasi. Dia masih tidak sadarkan diri. " Nila merasa dunianya runtuh. Padahal ia berharap ayahnya segera sembuh dan bisa pergi dari sini untuk memulai hidup yang baru. Ternyata semua tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. "Hiks jadi Ayah ku koma?" Devan dengan berat hati mengangguk. "Maafkan aku Nila. Aku sudah berusaha sebaik mungkin. " Nila tahu tetap saja ia tidak bisa membandingkan rasa kecewa dan sedih. Tak ayal ia pun menangis tersedu sedu. "Padahal aku berharap bisa pergi dari sini bersama ayah jika ia sudah sembuh. Ternyata semuanya hanya angan - anganku saja." "Aku turut sedih, Nila. Kuharap kamu kuat." Devan meninggalkan Nila yang mengikuti perawat menuju ruang ICU. Di sana ia disuruh memakai pakaian steril yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Anggara mendengar rencana Nila dengan jelas. Ada rasa marah kala mengetahui kalau gadis itu berusaha untuk pergi darinya. "Berani nya kamu berniat pergi dari ku, Nila. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Anggara tidak bisa membayangkan seperti apa hidupnya tanpa Nila. Tidak bersama selama satu jam saja ia seperti merasakan ada lubang besar menganga di hatinya. Apa lagi jika Nila benar benar pergi. Untung saja laki laki tua itu koma. Jadi Nila tidak bisa pergi dari ku. Anggara pun menemui pihak administrasi. Ia bertanya biaya pengobatan ayah Nila yang saat ini belum siuman. Di sana mereka bertanya hubungan Angga dengan Sanjaya. "Saya atasannya. Perusahaan memiliki rencana untuk membantu biaya pengobatan beliau." Tentu saja Anggara berbohong. Ia memang bersedia membiayai Sanjaya tapi tidak gratis. Dan pelayanan Nila adalah bayaran yang ia inginkan. Pihak administrasi pun memberi gambaran biaya yang harus Nila bayar saat ayahnya menggunakan ruang ICU. Hal itu tidak murah sama sekali. Dan semakin besar biaya pengobatan Sanjaya, Anggara pun semakin senang. "Jadi begitu. Baiklah, aku akan mempertimbangkannya. Ah tolong rahasiakan kedatanganku ke sini. Aku ingin membuat kejutan untuk putrinya Pak Sanjaya. " Pihak administrasi mengangguk. Mereka berpikir pria di depannya akan membantu biaya perawatan Sanjaya sehingga menurut. Tanpa tahu jika informasi yang mereka berikan dimanfaatkan oleh Anggara untuk membuat Nila semakin tak berdaya. Di sisi lain, Nila menatap ayahnya dengan perasaan hancur. Pria yang seumur hidupnya berusaha membahagiakannya ini kini terbaring dan menutup mata. Entah sampai kapan ia akan seperti ini. Pemandangan ini membuat hati Nila retak. "Ayah, tolong jangan menyerah. Meski kamu menutup mata tapi aku tahu kau mendengarku." Nila memegang tangan ayahnya dan menciumnya berkali kali. "Tolong tetap kuat, Yah. Jangan menyerah. Aku hanya memilikimu." Saat ia sedang dirundung kesedihan, perawat datang dan memberi tahunya rincian perawatan yang harus Nila keluar kan jika ia memilih ayahnya dirawat di rumah sakit. "Mbak Nila, tolong ke ruang perawat untuk mengurus administrasi," ucap perawat tadi. Nila mengangguk dan pasrah. Tidak ada jalan lain selain mengikuti arus. Rencana untuk pergi dari kehidupan mengerikan ini seolah menguap begitu saja. Tidak apa apa. Aku hanya perlu memuaskan Anggara dan semuanya akan baik baik saja. Hanya itu yang ada di pikiran Nila. Ia begitu putus asa sampai tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua jalan seolah buntu dan tidak memberi kesempatan apapun untuknya. Dengan tegas Nila tanda tangan semua dokumen yang disediakan. Tidak ada rasa takut sama sekali. Bahkan ketika tahu kalau gambar nya dengan Anggara yang keluar dari hotel tersebar. Pastinya nama baiknya yang selama ini ia jaga akan hancur. ''Apa Angga yang melakukannya?'' tanya Nila dalam hati. Bagaimana pun Angga memiliki dendam padanya dan ayahnya. Jadi membuatnya malu bisa jadi salah satu cara balas dendam Anggara padanya. Setelah tanda tangan, Nila kembali ke kantor. Kali ini ia tidak lagi di tatap dengan tatapan iri dari semua karyawan melainkan tatapan penuh hinaan. Ia tahu kalau semua itu adalah efek dari foto yang tersebar. Ternyata dia simpanan Pak Anggara pantas saja selama ini mereka berdua nempel terus. Ih nggak tahu malu ya. Padahal Jennifer jauh lebih cantik dari dia. Padahal Jennifer sangat baik dan tidak pernah curiga sama Nila, aku nggak nyangka kalau dia murahan banget. Hei hati hati ngomongnya nanti kalian bisa dilaporkan sama Pak Anggara dan dipecat, ingat dapat kerja sekarang susah. Usai diperingati oleh rekan kerjanya yang lain, tidak ada satupun yang berani bergosip terang terangan di depan Nila. Dan Nila pun tidak perlu menyembunyikan hubungan antara dia dan Anggara. Yang ia perduli kan adalah uang yang ia dapat untuk pengobatan ayahnya. Masa bodoh, bicara lah sesuka kalian. Aku tidak peduli meski kalian mengoceh, ucap Nila dalam hati. Lift yang ia naiki akhirnya tiba di lantai tempatnya bekerja. Gadis itu pun memulai pekerjaannya seolah tidak terjadi apapun. Sikapnya membuat semua yang ada di sana melongo. Bahkan Sena juga tidak percaya kalau Nila bisa setenang itu. "Nila apa kamu baik baik saja? Kan ada gosip heboh soal dirimu?" tanya Sena. "Lalu apa yang harus aku lakukan? Toh mereka hanya bergosip yang tahu kebenaran hanya aku dan pak Anggara," jawab Nila. Telepon di mejanya berbunyi. Ternyata dari Anggara. Pria itu menyuruhnya datang ke ruangannya. "Pak Anggara memanggilku," keluh Nila dengan nafas panjang. "Ya sudah sana pergi. Jangan sampai dia mengamuk." Nila mengetuk pintu lebih dulu dan masuk. Awalnya dia mengira kalau Anggara akan marah. Tanpa ia duga laki laki itu justru menyeringai. Matanya bahkan menatap tajam pada Nila. Hal ini membuat Nila yakin kalau otak dibalik gosip ini adalah Anggara. Baj.ngann ini benar benar licik, maki Nila dalam hati. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD