Kesempatan

1003 Words
Nila nampak senang hati meneriman ide jika pria bertopeng di depannya adalah pangeran. Ia pun merasa menjadi putri. Gadis ini telah hidup dalam dunia dongeng yang ia ciptakan. Hal itu diperburuk oleh tingkah Anggara yang menyebut jika Nila adalah seolah putri. Putri yang diciptakan untuknya. "Anggara, kenapa kamu memakai topeng?" tanya Nila. Hari ini adalah hari ke tiga dia selalu ditemani Anggara. Dan secara otomatis menyingkirkan Devan hingga pria itu terpaksa pulang. "Itu karena penyihir membuat wajahku mirip seseorang. Dia mengutukku mirip dengan pria jahat," bohong Anggara. "Jadi aku takut kamu nanti membenci ku." Nila terdiam sejenak, dalam hati ia merasa kasihan. "Aku tidak akan membencimu. Mana mungkin aku membenci orang baik yang selalu memberiku hadiah, kue dan kelinci. Kamu pasti orang baik. Jadi lepas topeng mu," perintah Nila. Anggara menggeleng pelan. Dengan lembut ia membelai wajah Nila. "Jangan, kamu nanti takut padaku!" tolak Anggara. Hanya itu alasan konyol yang bisa ia berikan pada Nila. Meski Nila ada kemungkinan besar tidak percaya, ada harapan jika Nila sepenuhnya terjebak dalam pikirannya yang masih anak -anak. Sesuatu yang membuatnya bisa mendekat pada Nila meski jiwanya tidak utuh. Setidaknya ia tidak bisa melihat wajah polos Nila yang menggemaskan. "Aku janji tidak akan takut. Kalau aku takut bearti kita kalah dari penyihir jahat itu. " Anggara hampir tertawa melihat wajahnya Nila yang serius. Apalagi pipinya yang menggembung karena manyun. Ingin sekali ia mencubit dan menggigitnya. "Baiklah, tapi jika kamu jadi takut padaku bagaimana?" tanya Anggara seolah tidak mau rugi. "Aku janji tidak akan takut," ucap Nila tegas. Anggara tersenyum dalam hati. Astaga, dia jadi seimut ini. Apa nanti anak kami akan seimut ini? "Kalau begitu bersiaplah. Aku akan membuka topeng ku." Perlahan tangan Angga terangkat. Ia meraih topeng yang selama ini menjadi media yang bisa membuatnya dekat dengan Nila. Semoga saja Nila benar - benar tidak takut lagi. Sementara itu, Nila menatap serius pada Anggara. Ia benar - benar terlihat penasaran. Topeng akhirnya terlepas. Nila yang memajukan wajahnya saat penasaran kala menunggu topeng terlepas, tiba tiba mundur. "Wajahmu..." "Suxah kuduga kamu takut padaku," lirih Anggara dengan menyedihkan. Dia bersikap seolah sangat sedih. Dalam hati ia berharap akan ada keajaiban sehingga Nila tidak lagi takut padanya. "Aku tidak takut," ucap Nila tiba-tiba. Sontak Anggara terkejut dan menoleh pada Nila. Dia tidak mengira jika akan ada keajaiban. Padahal Anggara sudah pasrah kalau dirinya kembali dibenci Nila. "Sungguh? " "Iya." Akan tetapi Anggara bersikap seperti teh hijau. "Nila jangan pura-pura kuat. Kalau kamu takut aku akan tetap memakai topeng ini. Aku tidak akan menyalahkan mu." "Tidak, jangan memakai topeng lagi. Aku memang agak takut dengan wajah ini. Tubuhku seperti ingin lari. Tapi aku tidak mau kalah dari penyihir, " tegas Nila. Sejujurnya Anggara tidak keberatan jika Nila terus seperti ini. Ia sangat menyukai Nila yang polos dan manis. Dendamnya bahkan menghilang sepenuhnya bersama dengan kematian Amir Sanjaya. "Syukurlah, aku senang kamu tidak takut padaku." Anggara memanfaatkan kesempatan ini untuk memeluk Nila. Pria itu tidak menyia -nyiakan kesempatan apapun agar bisa melakukan skinship pada Nila. "Iya aku tidak takut hahaha..." ucap Nila yang terkikik. "Ah kamu tadi membuatku takut. Rasakan ini..." Anggara kembali memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil keuntungan. "Ah geli hihihi berhenti Anggara. Geli..." Anggara tersenyum, sungguh ia merasa menang. Permulaan yang bagus. Tentu saja Anggara akan memanfaatkan keadaan Nila untuk mengambil keuntungan. Meski jiwanya seperti anak - anak akan tetapi tidak dengan tubuhnya. Tubuh Nila masih sangat luar biasa seksi. Anggara bahkan tidak tahan untuk tidak menyentuh buah apel kesukaannya. "Nila, badan kamu kotor. Aku bersihkan ya?" Anggara memanfaatkan sifat Nila yang polos juga keheningan di pulau ini. Sejak awal ia mengusir Jacko dan Devan memang untuk kesempatan hari ini. "Ah iya, bajuku kotor," jawab Nila. Anggara tersenyum licik, "Tubuhku juga kotor. Aku akan membuka baju ku." ucap Anggara. Nila melihat Anggara membuka bajunya dan melempar ke samping. "Kenapa kamu tidak membuat baju Nila? apa kamu mau memakai baju kotor, nanti kulitmu gatal - gatal." Sebenarnya Anggara tidak sabar melihat Nila membuka bajunya. Ia ingin melihat tubuh yang membuatnya merindukan siang dan malam. "Baiklah." Nila senang senang hati membuka bajunya. Akhirnya Anggara melihat apel cantik yang sudah lama ia rindukan. "Wah cantik sekali, " puji Anggara. Nila yang tidak curiga sama sekali tersenyum lebar. "Benarkah?" "Bolehkah aku menciumnya. Aku pangeran mu kan?" tanya Anggara. "Kenapa tidak mencium pipi ku saja. " "Kamu adalah putri tercantik yang pernah aku temui. Aku akan mencium semua tubuhmu." Kali ini Anggara bersikap lebih agresif. Dia melahap apel Nila, membuat gadis itu menjerit karena geli. "Ah Anggara, geli..." Tapi Anggara tidak perduli dengan teriakan Nila. Ia tetap menaik turunkan lidahnya di seputar cerry Nila. Yang mana pada akhirnya membuat Nila merasa aneh. "Anggara kenapa rasanya semakin aneh..." Anggara tersenyum. Inilah reaksi yang ia tunggu - tunggu. "Kamu suka?" "Iya," jawab Nila jujur. Ia tidak lagi terkikik geli tapi mengerang. "Anggara, kenapa aku merasa ada yang kurang?" "Apa ini maksudmu?" Tanpa Nila sadari jari Anggara sudah ada di celahnya. "Akh iya...! teruskan Angga." "Tapi aku memiliki ide yang lebih bagus. Jariku terlalu kecil Nila, kalau ini yang masuk kamu akan lebih enak." Nila melihat benda berotot milik Anggara. Ia pun percaya pada pria yang gadis itu anggap pangeran. "Baiklah, masukan." "Tapi kamu harus membuka kaki mu lebar lebar," kata Anggara. Nila menurut dan mereka pun bersatu. Anggara hampir menangis karena begitu merindukan hal ini. "Bagaimana?" . "Yah aku ingin lebih Anggara. " Anggara pun mulai menggerakkan pinggulnya. Kali ini ia bergerak lembut, tapi semakin lama semakin kencang. Ia seolah kehilangan kendali dan menggila di tubuh Nila. Beruntung gadis itu juga menyukainya. Anggara berkali kali merasakan Nila mencapai puncak. "Ah, princess. Kamu sangat cantik..." Nila tidak bisa berbicara sebab ketika ia akan bicara yang keluar hanya rintihan. Anehnya Nila merasa sangat menyukainya dan tubuhnya seolah merindukan hal ini. "Anggara, kenapa aku menyukai ini?" "Itu karena aku pangeran mu, ingat kamu tidak boleh melakukan ini dengan orang lain. Nanti penyihir akan mengutuk mu menjadi itik hitam." Nila yang takut jelas menurut. Ia sekali lagi terjebak dengan rencana licik Anggara. Hal ini adalah kemenangan Anggara yang kesekian. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD