Dua

2055 Words
Tak terasa sudah seminggu semenjak Mala dapat hadiah sepatu. Pagi ini dia dikejutkan dengan sebuah kotak lagi, namun ukurannya lebih kecil. Kotak persegi panjang berwarna merah dengan pita senada yang menghiasinya. Mala membukanya dan nampaklah beberapa batang coklat Silverqueen, lengkap dengan tulisan. "Dear Mala, the chocolates is sweet. But you are sweeter than everything. Your Admirer-X." Mala tak berhenti tersenyum lagi, ya tersenyum membaca pesan singkat dibalik kotak itu. Tulisan tangan yang rapih, dan selalu dengan bahasa inggris. Mala memperhatikan ruangan sekitar, masih sepi karena dia memang datang lebih pagi, tapi siapa sangka sang pengagum justru datang sebelumnya. Baru beberapa menit kemudian rombongan karyawan masuk satu persatu. Membuat Mala celingukan dan tak bisa lagi menebak siapakah pengirim coklat ini? Kali ini, mungkin sebaiknya Anneke tak tahu dari pada kepikiran tapi dia tak kuasa untuk tak memberi wanita hamil itu coklat, apalagi sahabatnya dan dia memang pecinta coklat. Mala mengambil satu batang coklat dan bejalan ke meja Anneke, disodorkan coklat batangan itu di hadapannya. "Wih, tumben baik, beli apa nyolong nih?" Sindir Anneke, "Beli. Udah sih ngucap makasih aja susah banget?" Dengus Mala pura-pura ngambek, tiba-tiba Abel masuk ke ruangan dan duduk di kursinya. Diletakkan tas dan handphone di meja, lalu dia membuka jaket dan meletakkannya di sandaran kursi. Semua tak lepas dari pandangan Mala, membuat Mala semakin yakin bahwa bukan Abel-lah pelakunya. Mala pun memutuskan kembali ke meja kerjanya, ada beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Tak dia sadari di sudut ruangan ada seorang pria tersenyum dengan mata lekat memandangnya. *** Siang ini demi menuruti ngidamnya Anneke, Mala rela berjalan ke depan gerbang kantor yang jaraknya beberapa ratus meter untuk membeli rujak buat ibu hamil yang satu ini, sementara Anneke sendiri asik menunggu di taman tempat biasa karyawan nongkrong. Setelah membeli rujak buah, Mala pun tiba di taman, terlihat Anneke juga baru sampai dan langsung menggelar beberapa minuman ringan. Tak jauh dari sana Mala melihat tiga orang rekan kerja Anneke, sedang ngopi dan merokok, terkecuali satu orang laki-laki yang sepertinya asik berbicara. Mala tak ambil pusing, dia pun segera duduk di samping Anneke dan membuka bungkus rujaknya. Mereka terbiasa membicarakan apapun, tak pernah tak ada bahan pembicaraan diantara mereka berdua jika bersama, mungkin itulah yang disebut 'sahabat' entahlah. Yang jelas sejak masuk kerja disini Mala hanya bisa berteman akrab dengan Anneke, dia nyaman berbicara semua keluh kesahnya dengan perempuan seumurannya itu. "Yang itu namanya siapa?" Tunjuk Mala pada lelaki tinggi yang rambutnya bergaya Man Bun, bagian atasnya agak gondrong namun dikuncir kecil itu. Bibirnya kemerahan karena tak pernah menghisap batang rokok. Tatapan matanya sipitnya terlihat tajam, hidung yang mancung dan rahang terlihat tegas. Wajahnya bersih dan pakaiannya terlihat selalu rapih. "Jojo, kenapa?" "Jonathan? Udah nikah?" "Iya Jonathan, kita biasa manggil Jojo. Belum nikah," jawab Anneke acuh seolah tak tertarik dengan pembicaraan itu karena matanya terus menatap buah segar yang sedang dilahapnya. "Kenapa enggak masuk ke list yang elo kasih kemarin?" Anneke mengangkat wajah dan melihat Mala yang tampak lekat memandang Jonathan, disaat yang sama Jonathan pun melihat kearah Mala, beberapa detik mereka saling tatap dan Jonathan nampak tersenyum pada Mala, setelah membalas senyumnya, Mala kembali melihat wajah Anneke yang terlihat aneh karena mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa lo?" Cibir Mala. "Enggak mungkin dia." "Kenapa enggak mungkin?" "Pokoknya enggak mungkin. Titik." Ucap Anneke lanjut mencolek sambal rujak dengan jambu air berwarna hijau yang rasanya sungguh manis. "Kenapa sih? Emangnya dia Alien? Lucifer? oh jangan-jangan Malaikat. Malaikat kan enggak merokok?" Dia tahu lelaki itu tak merokok dari warna bibirnya dan memang beberapa kali melihat pria itu disini tak pernah sekalipun memegang batang rokok. Anneke tampak sebal diapun sukses mendaratkan jitakannya ke kepala Mala membuat wanita manis itu mengaduh. "Kebanyakan nonton drama korea genre fantasi gini nih. Menghayal aja kerjaannya." "Ya abisan dari tadi bukannya jawab." Mala mengusap kepalanya yang masih agak sakit, kalau aja tidak sedang mengandung, sudah pasti dia akan membalasnya tadi. "Dia beda sama kita." Mala mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan ucapan Anneke. "Dia beda keyakinan sama kita jadi lebih baik enggak berharap banyak karena enggak mungkin. Titik." "Koma," "Titik." Dengus Anneke. Lagi-lagi Mala melihat ke arah Jonathan. Ya sih dari kasta nya saja mereka terlihat berbeda apalah Mala yang dari kasta sudra, kasta terendah. sementara Jonathan dari gayanya saja sudah terlihat kalau dia dari kasta Ksatria yang berada di level raja atau bangsawan. Yang sudah pasti kekasihnya cantik-cantik selevel lah dengan dia, se-iman pastinya. Padahal jika dilihat-lihat Jonathan itu tipe ideal Mala banget. Matanya yang tajam itu agak sipit persis lah aktor korea, apalagi senyumnya duh siapapun pasti gemetar jika diberikan senyum seindah itu. Mala menggeleng, enggak boleh ngebayangin Jonathan karena benar kata Anneke mereka berdua berbeda. *** Mala suka memakai gelang yang terbuat dari Mutiara lombok, gelang itu dibeli dari teman kerjanya beberapa bulan lalu. Gelang yang selalu menemaninya kemanapun dia pergi, entah kenapa Mala merasa percaya diri dengan gelang itu, laksana jimat keberuntungan baginya. Padahal tak ada pengaruh apapun sebenarnya, hanya Mala suka saja desainnya yang unik. Tapi siang ini dia sangat bersedih hati, pasalnya kait gelang itu patah sehingga dia tak bisa memakai lagi. Mala berjalan ke meja Anneke, seperti kebiasannya kalau lagi bete atau gabut di kantor. Apalagi dia tak punya stock drama korea yang belum dia tonton, pekerjaannya pun sudah selesai tadi. "Kenapa Lo?" tanya Anneke melihat wajah Mala cemberut. Mala menarik kursi ke samping anneke, terlihat rekan kerja Anneke fokus mengedit promo untuk jeda iklan di televisi. Anneke sendiri asik ngemil biskuit asin. "Patah.. huwaaa," Mala berpura-pura menangis sambil menunjukkan gelangnya ke muka Anneke, yang langsung ditepis Anneke karna memang jaraknya cukup dekat dengan hidung wanita itu. Mau kasih liat atau mau nyolok sih Mal? "Yaelah beli lagi sih," "Designnya gak ada yang sebagus ini." Mala masih memasang tampang sedih, sementara Anneke memasang wajah bodo amat. Toh dia tahu Mala itu cepat sekali berubah suasana hatinya, pasti gak sampai lima menit udah ceria lagi dia. "Udah liat IG Lee Min Ho belum? Cuss liat gih ke Paris dia, tempat yang paling elo idamin." Bujuk Anneke. Dengan malas, Mala membuka gawainya dan meluncur ke aplikasi **. Benar kan tak berapa lama dia sudah tersenyum kembali dan berhasil melupakan gelangnya yang patah. "Ommo, gantengnya babang Min Hoo.. duwh love love love." Ucap Mala sambil mengklik dua kali foto aktor korea berhidung mancung itu, menunjukkan bahwa dia menyukai foto itu. Anneke hanya tertawa geli, tak susah menghibur Mala, cukup sodorin aktor korea kesukaannya atau cari bahan obrolan tentang Korea dia sudah bisa dipastikan gembira lagi. Dasar manusia Hallu. *** Esoknya Mala dikejutkan kembali dengan sebuah paper bag kecil yang didalamnya terdapat kotak jam tangan. Sebuah jam tangan berwarna silver dengan aksen yang mirip seperti gelang terlihat sangat cantik. Mala tak sabar untuk memakainya. Dia suka sekali dengan hadiah itu, dan yang lebih membuat tak sabar adalah membaca pesan yang tersembunyi di baliknya. "This hour will remind you wherever you are. Don't be sad, becouse you will find happiness,Your Admirer – X" Mala tersenyum membacanya, siapapun itu. Mala sangat berterimakasih karena hadiah-hadiah yang diterimanya sungguh membuatnya bahagia. Membuat hari-harinya lebih berwarna dan ceria. Dan yang pasti menambah rasa kepercayaan diri Mala. Mala mengambil gambar tangannya yang memakai jam itu, langsung update ke insta story dengan ucapan-thanks- plus icon love disampingnya. *** Minggu-minggu berikutnya Mala dikejutkan lagi dengan hadiah-hadiah dari MR. X. Dari novel romance yang dia sukai, sepaket alat tulis unik dengan sticky note warna warni, headphone berwarna pink kesukaan Mala, membuat Mala lebih sering mendengarkan musik dengan lebih jelas. Bahkan tas wanita berwarna hitam, sebuah tas yang memang tak pernah Mala punyai karena dia lebih sering menggunakan tas punggungnya. Jaket motor berwarna pink, yang sangat cocok dikenakannya. Jaket tersebut didesain dengan sempurna, membuat penggunanya nyaman. Gantungan kunci boneka yang sangat unik. Parfum yang wanginya elegant dan mungkin berharga cukup mahal karena aromanya yang awet dan tahan lama. Sampai saat ini Mala tak jua tahu siapa pengirim hadiah dan kertas ucapan berbahasa inggris yang selalu disimpan Mala di buku agendanya. Dan di minggu berikutnya Mala mendapat kejutan yang sangat luar biasa. Paper bag yang diterima berisi sebuah kotak beludru kecil, yang didalamnya terdapat sebuah cincin. Tanpa mengecek pun Mala tahu bahwa cincin itu terbuat dari emas. Hari ini Mala iseng mampir ke toko Emas di daerah rumahnya. Dengan mengenakan jaket pemberian MR. X juga jam tangan pemberiannya yang selalu melingkar di tangan. Mala memarkirkan motor matic kesayanga yang menemaninya selama bekerja di perusahaan itu depan toko emas. Dengan langkah ragu, Mala memasuki toko emas, nampak beberapa karyawan toko memandangnya dengan tatapan ramah dan penuh senyum. "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya koko bermata sipit keturunan cina itu. "Koh, bisa cek-in cincin ini enggak?" "Oh boleh boleh, gua liat dulu ya." Jawab Koko berlogat cina itu. Dia mengambil cincin dari tangan Mala dan membawanya ke alat khusus pengecekan emas, diapun mengambil kacamata khusus dan memperhatikan mata cincin yang berwarna putih itu, Koko terlihat sangat tertarik, diputar cincin itu dan diperhatikan lagi dengan seksama. Dan yang terakhir ditimbang cincin itu. "Berlian ini." Tutur Koko sambil menyerahkan cincin itu. "Serius Koh?" Mala melotot tak percaya dengan benda yang dipegangnya itu terbuat dari berlian. "Iya, lu olang mau jual berapa? Gua berani tawar dua belas juta." Mala merasa gugup dengan mata membelalak, dipakai cincin itu dengan jari bergetar. "Dua.. dua belas juta?" Tanya Mala sekali lagi yang mendapat anggukan dari Koko, tanpa surat aja cincin ini dihargai dua belas juta, pasti harga aslinya lebih mahal dari ini. "Enggak dijual Koh, ini dari suami saya," Bohong Mala tak ingin dicurigai, bisa saja Koko curiga kalau Mala mencuri benda mahal itu karena memang dia tak tahu harganya. Beberapa karyawan toko emas memperhatikan interaksi Koko dan Mala. "Wah beruntung lu olang dihadiahin berlian bagus begitu, rukun-rukun sama suami lu yaa," Nasehat koko yang di iyakan oleh Mala, setelah mengucap terima kasih, Mala pun undur diri meninggalkan para karyawan toko emas yang saling berbisik. Sepanjang perjalanan Mala merasakan getaran aneh dalam dadanya. Ini tidak benar. Kata-kata itu yang berputar di otaknya. Dia bisa menerima semua hadiah dari MR. X tapi tidak untuk benda semahal ini. Dia harus mencari tahu siapa yang memberikannya hadiah ini. Dan dia berjanji akan mengembalikan ke pemiliknya. Karena dia merasa tak pantas menerimanya. *** Selama ini Mala tak ingin mengecek kamera CCTV yang memang terletak di sudut-sudut ruangannya karena dia yakin, dia akan menemukan admirer nya itu dengan cepat. Tapi sudah dua bulan berlalu, dia bahkan belum dapat jejaknya sedikitpun. Semua nampak baik-baik saja dan Mala tetap tak mendapatkan gambaran siapakah MR. X itu? Tapi kali ini dia sudah membulatkan tekad untuk mencari tahu, agar bisa mengembalikan benda terakhir pemberiannya itu. Mala menghampiri petugas security di lantai tempatnya bekerja. Security muda itu tersenyum ramah melihat Mala mendatanginya. "Ada apa Mbak Mala?" Tanya Damar, security yang terlihat sepantar Mala itu berdiri dari tempat duduknya dan memperhatikan Mala yang terlihat gusar. Mala menggigit bibir bawahnya, agak ragu dan entah kenapa dia justru takut. Takut bahwa si pengirim hadiah itu seseorang yang sama sekali tak ada di benaknya. Takut menerima kenyataan. Dan takut kalau apa yang dia lakukan akan berakibat fatal. Haruskan Mala diam saja menerimanya, tapi.. batin Mala menolak. Secinta-cintanya seseorang, hadiah semahal ini terlihat berlebihan baginya. Bagi Mala yang merasa dirinya tidak spesial sama sekali. Bagi Mala yang saat ini di dera krisis kepercayaan dirinya. Dia tak lebih dari seorang pengecut yang takut perhatian MR. X tak akan lagi sama, karena Mala sangat menikmati segala bentuk perhatiannya. Akankah dia sanggup kehilangan hal yang membuatnya semangat bekerja akhir-akhir ini? Bagaimana kalau MR. X itu ternyata pria beristri? "Mbak,, oiy mbak Mala..." Lambai Damar depan wajah Mala. "Oiya,,hmm." Mala tergagap, diperhatikan sekitar, sepi. Tak ada orang satupun kecuali mereka berdua. "Punya kenalan yang tugas di pengawas CCTV gedung ini enggak?" "Ada sih temen saya, ada apa gitu?" "Gue mau minta tolong liat rekaman CCTV bisa engga ya? Tapi diem-diem aja, jangan ada yang tahu gitu." Mala terbiasa menggunakan kata gue-elo pada security ini, meskipun sudah ada aturannya nya para security tak diperkenankan membalas dengan panggilan yang sama pula. "Hmm bisa sih, tapi setelah jam pulang kantor paling, klo mereka kan stan by dua puluh empat jam, nanti saya WA orangnya deh masuk apa hari ini?" "Oke kabarin gue ya," "Siap mbak Mala," Mala mengangguk dan meletakkan jari telunjuk di bibir, tanda agar Damar tak membocorkan rahasia ini ke siapa-siapa. Malam ini dia harus tahu, siapa pengirim cincin itu? dan dia sudah bertekad apapun yang terjadi dia harus mengembalikannya. *** bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD