Namaku Kimberly. Ayahku sudah meninggal setahun yang lalu. Dan sekarang aku tinggal bersama ibu angkatku dan kedua kakak kembar angkatku. Apa terdengar seperti cerita dongeng?
Yeah, whatever.
Yang pasti ini adalah kisah tentang persahabatanku, tentang kisah cintaku dan tentang keluargaku.
"Kims! Cepat kesini!"
Suara dari microfon yang sengaja dipasang di kamarku membuatku yang sedang mengerjakan tugas terlonjak kaget. Kutekan tombol merah itu selama aku berbicara. "Tunggu aku, Mom."
Dengan tergesa aku memakai sepatuku dan berlari menuju rumah besar yang letaknya bersebrangan dengan rumah kecilku. Sebenarnya tidak bisa dikatakan rumah juga, karena ini adalah gudang kecil yang sudah tidak digunakan dan sekarang menjadi kamarku. Yah bukannya aku tak suka tinggal serumah dengan mereka. Aku hanya butuh ketenangan untuk belajar.
"Sore, Mom. Butuh apa?" tanyaku ketika melihatnya sedang menghapus kutek di jari-jari kakinya.
"Oh, kau sudah datang. Bantu Mom untuk mewarnai kuku tangan." ujarnya sambil menjulurkan tangan kirinya.
Aku duduk di lantai dekat sofa tempat mom duduk. "Mom mau warna apa?"
"Bagusnya apa ya Kim? Mom bingung."
Aku memutar mata.
"Memang Mom mau kemana?" tanyaku sambil melihat-lihat koleksi warna warni cutek miliknya.
"Ga kemana-mana sih Kims. Cuma pacar Mom mau datang nanti malam." ujarnya tersenyum.
See? Ibu tiriku tidak jahat. Hanya manja.
Jadi ini bukanlah seperti dongeng Cinderella.
"Trus Mom mau pake dress warna apa nih?"
"Pilihin dong Kims. Abby sama Albert mana bisa pilihin baju yang bagus buat mom."
Nah Abby sama Albert itu kakak kembar angkatku. Kalo Abby hobbinya makan, sedangkan Albert hobbi maen game. Otomatis dong mom lebih milih aku untuk ngasih masukan soal fashion. Memang aku paling suka mix-match apapun.Kuambil dress selutut dengan sparkle yang menurutku sangat manis, kupadukan dengan syal kesukaan mom yang memiliki warna senada dengan dress itu, warna pink.
"Gimana nih mom, bagus ga?" tanyaku sambil menyodorkan dress beserta high heels dan syal.
Mom menoleh dan tersenyum senang. "Perfect, sweetheart!" pekiknya senang.
"Kalo gitu, buat kuku mom cocoknya warna ini aja, biar terkesan sweet." ujarku sambil menyodorkan botol kecil berwarna peach.
"Okey darling, tolong mom untuk memakainya ya.. Yang rapi, okey?" ujarnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk dan mulai mewarnai kukunya dengan hati-hati. Sekitar sepuluh menit aku mewarnai kuku mom, dan kemudian kulihat mom tertidur pulas di sofa. Aku terkekeh geli. Dasar mom, kebiasaan.
"Kims! Tolongin gue ngerjain tugas dooong!" teriak Abby dari bawah.
Aku setengah berlari keluar dari kamar mom.
"Bentar Abs! Gue lagi bantuin mom!" ujarku di pinggiran tangga.
"Jangan lama-lama!"
Aku berdehem dan berniat kembali untuk membereskan keperluan mom.
"Kims! Jangan lupa rekam video game di tivi!"
Nah, ini Albert pasti. Siapa lagi.
"Hari ini gada jadwalnya, All!" teriakku, kembali keluar dari kamar mom.
"OH IYA! Gue lupa!!" disusul dengan tawanya yang membahana.
Duh, gabisa gue bayangin kalo gada gue disini.
★
"Ayo mom cepet.. Paman Sam udah dateng.." ujarku sambil menuntun mom menuruni tangga.
"Sabar dong, Kims. Mom kan pengen keliatan anggun."
Dih, dasar mom.
Aku hnya terkikik geli mendengar perkataan mom.
"Hai, Sam!" sapa mom ketika Paman Sam sudah terlihat batang hidungnya. Sepertinya dia tak sabar menunggu di luar, dan langsung masuk ke dalam. Paman Sam membawa seseorang di belakangnya, cowok tegap dengan menggunakan kaos berkerah dan jeans panjang serta sepatu converse.
Aku menaikkan sebelah alisku.
"Charles?" gumamku.
Aku tak memperhatikan jalanku, sehingga di tangga terakhir aku tersandung karpet dan hampir saja mencium lantai kayu rumahku kalau dia tidak mengangkap tubuhku.
"Hati-hati, Kims."
Waw, dia tau namaku.
Dan dia adalah pangeran sekolah.
Sepersekian detik mata kami bertemu dan saling bersitatap. Matanya indah..
Dia berdehem, membuatku kikuk dan langsung berdiri dengan tegak.
"Jangan bengong dong sweetheart, mom tau Sam itu ganteng.Tapi kamu ga perlu sampe jatoh gitu juga."
Ucapan mom membuatku tertawa.
Aku bukan terpesoa dengan Sam, mom. Aku terpesona pada Charles..
"Yaudah mom, aku balik ke kamar dulu ya. Malam, Paman Sam, Charles."
Setelah mereka mengangguk dan tersenyum aku langsung kabur keluar rumah dan kembali ke kamarku. Kalau dipikir, aku sudah lama memperhatikan Charles. Tapi aku sama sekali tak tau kalau Paman Sam punya hubungan dengan Charles. Yasudahlah, tak penting juga kan. Kuambil buku tugas yang tadi sempat terbengkalai karena mom memanggilku.
Tok tok tok.
Kuhentikan kegiatan belajarku, mendongak dari bukuku dan melepas kacamatku.
Sigh.
Siapa lagi yang berani ganggu kencan gue dengan tugas? Dan waw. Aku berdiri mematung sebentar ketika tau siapa orang yang mengetuk pintu.
"Charles? Ngapain disini? Bukannya lo ikut makan malem sama mom dan Paman Sam?" tanyaku sambil bersandar pada daun pintu.
Oh oh oh, jantungku berdebar tak karuan ketika matanya menatapku dan tersenyum padaku.
"I'm bored. Bisakah kita main?" ujarnya sambil tertawa.
"No." aku menyilangkan kedua lenganku di depan d**a. "Gue lagi ngerjain tugas."
"Paling ga izinin gue masuk bisa kali yah?" ujarnya sambil bersidekap.
Aku memghela napas dan memberinya jalan untuk masuk.
"Come in, prince Charles."
"Whoaa whoaa. Lo manggil apa gue barusan?" dia menatapku tak percaya.
"Prince?" ulangku.
"Menjijikkan."
Aku menaikkan sebelah alisku, dan duduk nyaman di sofa.
"Apa?"
"Nothing." ujarnya meralat. "Gue cuma gasuka dipanggil dengan sebutan itu."
Wah, tapi itu kenyataan. Dia adalah pangeran sekolah. Semua orang menghormati dan mendambakannya.
"Why not? Gue pikir lo cocok menyandang nama itu." ujarku sambil mengangguk.
"Gue gasuka. Apa coba ih. Geli banget."
Aku hanya tertawa mendengar perkataannya. Seorang pangeran menangkis jabatan pangerannya. Okey, bukan pangeran dalam arti sesungguhnya. Tapi dia adalah pangeran di hati semua gadis. Termasuk gue.
"Hei. Ngapain bengong aja?" ujarnya sambil menggoyangkan tangannya di depan wajahku.
Aku mengerjap kaget, dia sedekat ini.
Duh, mimpi apa gue bisa ngobrol asik sama pangeran ini? Dia mendekatkan wajahnya padaku, sehingga aku dapat merasakan hembusan nafasnya menerpa wajahku. Oh tidak, ini ga baek buat kesehatan jantung gue. Aku menutup mataku keras, dan merasakan sentilan di keningku. Dengan cepat aku langsung membuka mataku dan menatap dia yang sedang tertawa terbahak.
"You're funny. See you tomorrow at school."
Dan diapun menghilang di balik pintu. Kurasakan pipiku memanas.
★
"Kims buruan. Lama banget sih!" ujar Abby di balik kemudinya.
"Iya bentar, Abs. Ga liat apa gue bawain bekal kalian? Rempong nih gue."
Abby hanya tertawa pelan dan mencolek Albert yang sedang main psp di bangku penumpang sebelahnya.
"All,bantuin Kims gih."
Tanpa menoleh, dia menjawab perkataan Abby. "Nanti. Lagi seru nih."
Nantinya itu kapan? Kalo Albert udah maen game, takkan ada yang bisa mengalihkan dunianya. Aku kasihan pada cewek yang akan jadi pacarnya nanti. Kalo cowok yang bakal jadi pacar Abby, pasti bakalan kere karena Abby bakalan minta jajan mulu. Dengan susah payah kumasukkan bekal milik Abby dan Albert ke dalam bagasi mobil dan segera menutupnya.
"Ayo berangkat, Abs!" kuteriakkan sorak sorai kemenanganku ketika sudah duduk cantik di kursi penumpang.
Sesampainya di sekolah, banyak yang menyapa Abby maupun Albert. Asal kau tau, kedua kakak angkatku ini adalah orang yang populer. Albert merupakan ketua osis dan Abby adalah ketua paduan suara yang kenyataannya sudah memenangkan banyak perlombaan. Sedangkan aku hanya cewek biasa yang dikenal oleh seantero sekolah karena sikapku yang ramah dan mudah bergaul--itu kata teman-temanku. Sesampainya di XI IPA I, aku langsung duduk di kursiku dan menghela napas.
"Kenapa Kims?" tanya Andien, teman sebangku sepulpen senyontek seperjuangan.
"Ngantuk, Dien.." ujarku sambil menidurkan kepalaku dan lenganku di atas meja.
"Abis kerja rodi lagi lo?" tanya Andien sambil minum s**u kotaknya.
Aku menggeleng. "Ngerjain tugas sampe pagi beuh.."
"Lah tumben banget?"
"Biasa, pacar mom dateng, dan dia---"
"Kimberly! Ada yang nyariin elo!"
Kuputar kepalaku ke asal suara, Dirga. Dan kaget ketika tau siapa yang dinaksud Dirga.
Charles.
Ada apa dia kesini?
"Hei Kims!" ujarnya sambil duduk di kursi depanku.
Kulirik Andien, dia melongo.
"Ada apaan?" tanyaku malas.
Duh, bukannya gue males ketemu sama makhluk ganteng ini. Tapi gue lagi ngantuk banget.
"Nanti istirahat bareng gue ya!" ujarnya sambil tertawa dan menepuk kepalaku ringan.
Kemudian dia ngeloyor pergi, menimbulkan tanda tanya besar pada penghuni kelas. Karena yang kami tau, Charles adalah orang yang dingin.
★
Aku sedang berjalan dengan lemah ke arah kantin. Malas rasanya mau melakukan hal lain. Ingin tiduuuuur!!! Belum sampai kakiku menginjak kantin, ada tangan yang mencekalku.
"Kims! Tadi kan gue udah bilang, istirahatnya sama gue. Kenapa lo jalan duluan?" tanyanya.
Charles.
"Kelamaan nunggu lo mah. Lumutan gue."
"Yaelah, cuma nunggu sepuluh menit doang. Lebay lo."
Aku memutar mata kesal.
Sebenernya apa deh ini Charles, tiba-tiba jadi mau ngomong sama gue gini? Curiga gue.
"Eh, sebenernya mau lo apaan deh? Tiba-tiba ngedeketin gue gini?" tanyaku to the point.
Dia hanya cengengesan dan memberikan satu mangkuk siomay padaku.
"Mangnya gue gaboleh pedekate sama lo?" tanyanya.
Ha-ha.
Lucu banget, orang kaya Charles mau ngedeketin gue. Kuselidiki matanya, mencari kebenaran. Tapi gada apa-apa tuh. Okey, gue kan bukan cenanyang atau apalah yang bisa membaca kedalaman mata seseorang.
"Apa?" tayanya, ketika merasa diperhatikan.
Aku memegang ujung bibirku. "Ada saos disini nih. Lo makannya berantakan sih, kaya bocah."
Dengan cepat dia menghapus noda di bibirnya. Aku tertawa tertahan melihat tingkahnya.
"Najong. Bokis lo." ujarnya ketika sadar kalau aku hanya membohonginya.
Aku tertawa terpingkal ketika melihatnya yang seperti itu.
Seperti membalas dendam, Charles duduk di sebelahku dan langsung menyuapiku paksa siomay bertubi-tubi.
"Makan nih, makan.." ujarnya sambil terus menjejelkan siomay padaku.
Mulutku yang penuh akan siomay mengap-mengap. Ingin tertawa, tapi tak bisa. Ingin mengunyah juga tak bisa. Akhirnya pilihan terakhir adalah aku menutup rapat mulutku dan mulai menyumpalkan siomay pada mulut Charles. Setelah beberapa kali kupaksa dia untuk makan siomay milikku, kami saling bertatapan. Pipinya jadi menggembung lucu. Kemudian tanpa dicegah tawa kami membahana di seantero kantin setelah kami berhasil menelan makanan kami.
★
"Kims, gue suka sama lo. Lo mau jadi pacar gue?"
Kalimat itu menggema dalam pikiranku. Menggema dalam koridor panjang sekolahku ini. Charles, dia nembak aku. Kurang bahagia apa aku? Tapi aneh ga sih, masa kita baru deket beberapa hari ini dia udah nembak gue aja. Hmm. Ah, yaudahlah. Yang penting dia udah nembak gue. Jadi apa untungnya buatku? Entahlah. Mangnya gaboleh seneng kalo orang yang disuka nembak? Gimana besok aja deh. Gue bakalan ngasih jawaban besok.
Derap kakiku terhenti ketika melewati gedung olahraga. Aku memicingkan mata, disana ada Charles aku yakin, sedang berdiri membelakangiku. Dia sedang.. Berbicara pada seorang gadis? Andien? Itu Andien kan?! Apa yang mereka bicarakan di tempat sepi seperti ini?
Dari tempatku bersembungi, aku tak bisa mendengar perkataan mereka. Namun mataku melihat kalau Charles mendekatkan wajahnya pada Andien dan dia.. Oke, cukup! Aku berlari secepat mungkin dari gedung olahraga. Airmata yang sedaritadi kutahan ternyata mengalir begitu saja bersamaan dengan deru angin yang menerjang wajahku. Aku sadar dan berhenti berlari ketika sudah sampai di kamarku.
Ya Tuhan, apa yang tadi kulihat? Charles dan Andien..? Tak berani kulanjutkan pikiranku, lututku melemas dan dengan seenaknya dia jatuh menimpa lantai yang terasa sangat dingin. Aku memeluk lututku dengan bahu bergetar. Mati-matian aku menahan tangisku, namun sia-sia karena yang ada air mataku mengalir dengan deras.
Cukup semua permainanmu, Charles. Aku tau, aku hanya upik abu. Orang yang mengharap terlalu tinggi oleh seorang pangeran seperti dia. Mungkin dari awal memang dia hanya main-main denganku? Ah,aku tak tau. Rasanya sesak karena cinta yang kupendam selama bertahun-tahun semenjak SMP pupus sudah.
"Kims! Kamu belum menyiapkan makan malam, darling!"
Suara mom dari microfon kembali menyadarkanku pada dunia mimpi.
Aku harus kuat. Tidak boleh lemah.
"Ya mom, i'll be there in moment!"
Kupaksakan kakiku untuk berdiri dan menyeretnya mendekati meja belajar. Kemudian meletakkan tasku dan mengganti seragam dengan kaos rumahanku. Aku menatap meja belajar saat mataku tertumbuk pada saputangan biru laut, milik Charles. Saat Charles kelas dua SMP. Awal aku menyukainya.
Aku tersenyum kecut dan berjalan menuju rumah besar setelah memberaihkan wajahku dari jejak air mata. Tak mungkin dia mengingat kejadian itu. Aku ingat dengan jelas bagaimana senyum tulusnya saat membantuku yang tengah terjatuh di pinggir jalan. Dia menggendongku, mengantarku sampai UKS dan dia membalut lukaku dengan saputangan miliknya ini.
"Kims ya ampun!! Tangan lo berdaraaah!!" seru Abby panik.
Aku tersentak dari lamunanku dan menyadari tanganku sudah berlumuran darah.
"Kimberly kenapa Abs?" ujar Albert setengah berlari menuju tempatku an Abby berdiri.
Dibelakangnya berdiri mom yang berwajah panik juga.
"Dibebat dong! Jangan didiemin aja!" ujar Albert kesal sambil membebat tanganku dengan kain yang bisa dia temukan.
Aku hanya diam menatap Albert yang sibuk membebat tanganku. Abby yang panik segera mengambil kotak P3K dan meletakkannya di sampingku.
Aku bersyukur memiliki keluarga yang perhatian seperti mereka..
"Sweetheart? What's wrong with you?"
Sampai saat ini aku tidak sadar kalau air mataku ternyata masih mengalir. Perkataan mom lah yang menyadarkanku.
I'm broken heart.
★
Kulangkahkan kakiku dengan pelan menuju ruang kelas. Adik kelas dan kakak kelas yang biasanya kusapa balik, aku diamkan. Aku benar-benar kehilangan mood hari ini. I'm need moodbooster! Dari berlawanan arah, aku melihat Charles yang penuh dengab kegembiraan yang tercanpar di matanya. Secepat yang kubisa, kuputar badanku. Berharap Charles tidak melihatku. Tapi aku salah. Charles melingkarkan lengannya di leherku.
"Good morning, my princess!"
Aku memutar mataku gemas. Kenapa musti ketemu sama dia? Adegan yang seharusnya bisa membuatku berbunga-bunga setiap waktu sekarang sudah berganti dengan kemarahan. Kutepis rangkulannya dan berjalan cepat di depannya. Kurasakan langkah kaki di belakangku mengikuti alunan kaki yang kubuat.
"Lo kenapa sih?" tanyanya sambil mencekal bahuku.
Aku mendelik kesal ke arahnya dan melanjutkan olahraga pagiku. Langkah kaki itu masih terdengar di belakangku. Dia mengikutiku. Akhirnya aku terdiam dan berbalik menatapnya.
"Jauh-jauh lo dari gue! Jangan deketin gue lagi, dasar pembohong!" teriakku sambil menunjuknya tepat di wajahnya.
Dia menyerit bingung. Dan kami menjadi tontonan gratis saat ini. Aku sudah benar-benar muak. Aku tak ingin dianggap mainan olehnya. Lihat aku, Charles! Dengan kurang ajar air mataku nengalir di waktu yang salah. Tanpa persetujuanku, Charles membawaku ke gedung olahraga. Dia mengurungku dengan kedua lengannya.
'Lo kenapa? Jelasin sekarang!" ujarnya memerintah.
"Engga!" teriakku sambil terisak.
"Jelasin ke gue, Kims.. Gue bener-bener pengen tau.."
"Lo pengen tau ada apa dengan gue? Tanya sama diri lo sendiri!! Tanya sama gedung olahraga ini.." ujarku semakin pelan, dan langsung menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Dengan sangat bodoh air mataku tak.berhenti mengalir.
Charles menangkup kedua pipiku dengan lembut. "Kenapa jadi gedung ini? Memangnya apa yang terjadi?"
'"Kemaren.. Lo sama Andien.." racauku tak jelas.
Dia menghela napas pelan dan duduk di salah satu bangku.
"Gada yang terjadi diantara gue sama Andien. Dia cuma minta gue buat niup mata dia yang kelilipan," jedanya. "Lo inget kan kmaren gue nembak lo dan sekarang lo berkewajiban buat ngasoh jawaban?" ujarnya tanpa jeda.
Aku mengangguk pasti.
"Tapi elo sama Andien.." ujarku perlahan.
"Lo gak percaya sama gue?" tanyanya lagi.
Aku diam menatapnya. Saat aku akan membuka mulut, dia menyentuh bibriku. "Sst, gada kata gue sama Andien. Yang ada adalah gue sama elo. Menjadi kita." ujar Charles.
"Tapi gue masih ga percaya kalo lo suka sama gue.." ujarku pelan, dan duduk di sebelahnya.
Dia menatapku dengan lembut.
"Lo masih inget prom night SMP kita yang diharuskan pakai topeng?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan.
"Lo inget, ada cewek bergaun nolongin seorang cowok yang dikeroyok sama preman?" tanyanya, lagi.
Dan aku masih dalam keadaan bingung.
Charles mengusap air mataku perlahan dengan ibu jarinya.
"Lo tau ga, cowok itu udah jatuh cinta sama cewek misterius itu semenjak malam itu.."
Jadi kemana arah pembicaraan ini?
"Semenjak malam itu, tu cowok ga pernah ngelupain tatoo dengan gambar kupu-kupu hitam di bawah tulang kering leher cewek itu.."
Dengan perlahan Charles mengusap bagian tulang keringku.
Memang, aku punya tatoo kupu-kupu disana.
"Sampai bertahun-tahun cowok itu sama sekali gatau siapa cewek yang udah nyelametin dia..
"Tapi suatu malam dia nolongin cewek yang akan terjatuh di lantai dasar rumah teman kencan pamannya.."
Aku menelan ludah, sepertinya aku mulai tau arah pembicaraan ini..
"Cowok itu tak sengaja melihat leher sang gadis, dan mendapati tanda itu disana. Untuk membuktikan penglihatannya, dia datang ke kamar cewek itu dan ternyata dia benar.."
Aku ingat saat wajahnya mendekat padaku.
Aku tau. Gadis itu dan pemuda yang di ceritakan olehnya.
Aku memeluk lehernya erat dan menangis.
"Akhirnya aku menemukanmu, Cinderella-ku."
***