Jason Pov
Setelah sarapan bersama, aku pun duduk di samping Khyone yang sibuk menonton film kartun kesukaannya. Sejak dulu, Khyone ini suka sekali dengan Spongebob dan juga Upin Ipin. Kartun yang entah bagaimana akhir kisah mereka.
Sedikit melirik ke arah wanita itu, aku sedikit ragu. Aku ingin membahas hubungan kita empat tahun yang lalu. Aku bahkan merasa bersalah, karena telah mengkhianatinya. Melihat dia yang banyak berubah, mampu membuatku takut. Sorot mata yang begitu tajam, mampu membuatku merinding.
"Katakan apa yang ingin kau katakan!!" katanya darat.
Aku hanya mampu menghela nafas berat. Mungkin dia tidak sabaran ketika melihat aku diam.
"Hubungan kita." jawabku enteng.
Khyone menoleh bingung, lalu dia pun tersenyum dan berkata, "Hubungan apa yang kau maksud? Lebih baik jangan bahas apapun, toh, kita tidak sedang dalam suatu hubungan."
Belum juga mengatakan apapun, dia sudah tidak mau mendengar penjelasanku. Bagaimana dia bisa tahu, jika semua ini bukanlah mauku.
"Kita masih dalam suatu hubungan. Dan aku ingin membahasnya sekarang."
"Kalau kamu lupa. Setelah kau pergi, aku sudah menganggap jika hubungan ini sudah berakhir."
Bohong adalah kata yang terlintas di pikiranku. Mana mungkin wanita itu mampu melupakanku dengan gampang. Aku tahu, wanita itu masih mencintaiku. Hanya saja, dia mencoba menutupinya dariku.
"Dengarkan aku sekali saja. Setelah itu terserah kamu marah atau mau membunuhku terserah." mataku memohon.
Dia diam dan bagiku diamnya adalah iya. Aku mulai bercerita apa yang terjadi dalam hidupku selama ini. Meskipun dia tidak menatapku, tapi aku yakin jika dia mendengarkan ucapanku.
"Aku tidak tahu harus berawal dari mana. Setelah aku berada di Inggris Papi memintaku untuk bertemu dengan Ellie. Waktu itu kita tidak saling mengenal, aku menemuinya dan kita saling berhubungan dengan baik. Dia banyak membantuku di sana, dan dia anak dari sahabat Papi," kataku mulai bercerita.
Aku sedikit melirik ke arah Khyone yang nampak diam saja dengan tatapan kosongnya, apa dia mencerna ucapanku barusan? Dan kali ini aku berpikiran jika dia ini melamun atau bagaimana, atau mungkin dia tidak mendengar ceritaku? Merespon saja, dia tidak.
"Kita menjadi sahabat di sana. Apa pun yang aku lakukan, selalu bersama dengan Ellie. Sampai akhirnya Papi memintaku, untuk menikah dengan Ellie. Dan aku menolak" kataku lagi. Masa bodo dia mendengar atau tidak, yang jelas aku akan terus bercerita sampai masalah ini selesai.
"Aku berontak, aku tidak ingin menikah dengan Ellie. Aku ingin menikah denganmu. Tapi saat itu Papi langsung masuk rumah sakit, saat tau aku menolak perjodohanku."
"Papi terkena serangan jantung. Dia bisa tewas kapan saja. Itu sebabnya aku terpaksa menikahi Ellie. Dan itu juga alasanku tidak menghubungimu sampai saat ini."
Aku diam melirik Khyone yang memejamkan matanya. Bahkan aku bisa melihat dia menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan.
"Seperti yang kau lihat. Aku menikah dengan Ellie enam bulan yang lalu. Aku datang ke rumahmu, dan kau tidak ada. Aku menemukan orang lain dalam rumahmu. Padahal aku ingin menjelaskan semuanya padamu."
"Khyone kau bisa marah padaku, kau bisa memukul ku. Kau mau membunuhku kalau kau mau. Tapi aku mohon, maafkan aku, karena aku tidak bisa menepati janjiku padamu."
Ya, aku rela kalau harus mati di tangan Khyone asalkan dia mau memaafkan aku disini. Kulihat Khyone yang langsung menoleh ke arahku dengan air mata yang mengalir di pipi Khyone.
Reflek aku pun langsung menarik dan memeluknya. Jujur saja, aku tidak suka melihat dia menangis. Dia hidupku, dia bagian dari hidupku, dan bodohnya aku membuat dia menangis. Untuk pertama kalinya.
"Maafkan aku Khyone, maafkan aku." kataku.
Dia melepaskan pelukan itu dan menatapku tajam. Dia mengusap air yang terus menurun pipinya dengan kasar.
"Apa dengan kata maafmu bisa mengubah segalanya? Apa dengan kata maafmu, kau bisa menebus empat tahun yang lalu?"
Aku memilih diam. Tidak ada yang bisa berubah dari kata maaf. Ibarat gelas saja, jika sudah pecah tidak mampu kembali utuh. Beda lagi kalau gelas plastik, yang dibanting berkali-kali masih tetap utuh.
"Tidak. Tapi aku akan melakukan apapun untuk membuat kamu memaafkan aku, Khyone."
Aku melihat dia tersenyum menatapku, senyum yang menurutku sangat aneh. Dan nyatanya, dia banyak sekali berubah.
"Kalau begitu berikan hakku. Aku tidak mau penantianku selama empat tahun sia-sia." ucapnya dan membuat tubuhku menegang.
***
Setelah hal itu, aku memutuskan untuk pulang. Aku tahu jika Ellie pasti senang melihatmu pulang. Apalagi aku sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah. Bahkan saat sampai di rumah, dia terlihat sangat khawatir. Ketika aku pergi dan tidak menghubungi Ellie lebih dulu. Dengan alasan ketiduran di kantor, dan juga keluar kota dadakan adalah hal yang terlintas di pikiranku.
Tidak mungkin jika aku mengatakan yang sejujurnya pada Ellie. Jika aku menginap di apartemen Khyone. Walaupun pernikahan kita terpaksa, aku harus tetap menghargai Ellie.
Soal malam itu aku sempat kaget saat tidur bersama dengan khyone. Dia sudah tidak perawan lagi. Selama tiga tahun aku menjaganya, tidak menciumnya kecuali mencium keningnya. Tapi saat aku pergi semuanya berubah.
Ibu Khyone meninggal saat tau Khyone dijual oleh ayahnya, untuk melunasi hutang sang ayah. Ya, Khyone bercerita tentang kisah hidup yang memilukan. Aku bahkan sampai membuka emailku, katanya Khyone mengirim pesan padanya waktu itu. Tapi aku tidak bisa menerimanya, Khyone menunjukkan email empat tahun yang lalu mungkin ada yang menghapusnya dari kotak masuk.
Sedih. Tentu saja iya, aku membaca setiap kata email dari Khyone dan hal itu membuatku sangat terluka.
"Apa kau mau makan?" tawar Ellie.
Rasa ingin menolak, karena aku sudah makan di apartemen Khyone. Tapi untuk membuat Ellie tidak curiga dengannya, dia pun akhirnya mengangguk kecil. Dan langsung pergi ke meja makan.
Aku menatap banyak hidangan di sini, sampai mataku tertuju pada ayam. Aku tersenyum, aku suka ayam dan khyone juga suka ayam. Kita sama-sama pecinta ayam.
Sebenarnya kalau di ingat aku menikah dengan Ellie enam bulan yang lalu, tapi aku sama sekali belum menyentuh Ellie. Entahlah aku tidak mencintainya. Dan aku tidak ingin menyentuh perempuan yang sama sekali tidak aku cintai.
Tapi semalam, aku malah menyentuh Khyone dengan lembut. Ah, rasanya aku ingin sekali kembali pada Khyone.
Setelah makan, akupun langsung memasukkan beberapa baju ke dalam koperku.
Ellie menatapku heran, aku baru saja pulang dan langsung pergi lagi.
"Kau mau kemana? Kau baru pulang dan pergi lagi?" kata Ellie sedikit merajuk.
Aku tersenyum menatap Ellie yang sedang merajuk. Kutarik hidungnya gemes, aku bahkan sudah menganggap Ellie ini sahabatku. Entahlah, aku tidak bisa mencintai dia selama kita bersama.
Kita memang dijodohkan, harusnya juga aku marah waktu itu. Aku tidak bisa bersama dengan orang yang aku cinta. Tapi menurutku, itu tidak mungkin merubah takdir dan akhirnya aku pun menikah dengan Ellie.
"Aku harus keluar kota, ada kerjaan dadakan." kataku berbohong.
Tentu saja aku berbohong. Aku tidak mungkin berkata jujur pada Ellie, jika aku menginap di apartemen Khyone lagi.
Aku memang tidak mungkin menyakiti nya, apa lagi papi. Dia bisa jantungan kapanpun, jika dia tahu kelakuan anaknya seperti ini.
"Berapa lama ?" tanyanya sambil membantuku mengemas bajuku.
"Entahlah, selesai langsung pulang."
Ellie mengangguk, dia pun langsung menurunkan koperku dari atas ranjang. Aku tidak tahu kapan akan pulang setelah ini.
"Baiklah, aku harus pergi jangan menangis saat aku pergi." kataku tertawa kecil.
Dia tertawa, "Aku tidak akan menangis. Dan cepatlah pulang."
Aku pun langsung mengambil koper dan juga kunci mobilku, lalu menuju ke apartemen Khyone.
***
Aku turun dari mobil dan menyeret koper ku masuk ke kawasan apartemen elit ini. Aku cukup kaget saat Khyone tinggal di apartemen mewah ini. Aku tahu dimana dia mendapat banyak uang.
Khyone bilang, jika memanfaatkan banyak p****************g yang ingin tidur dengannya. Dia selalu meminta uang dengan jumlah banyak, tapi tanpa mau disentuh. Dia sudah seperti primadona saja dengan bayaran yang cukup mahal.
Aku memencet bel apartemen ini hingga pintu apartemen ini terbuka. Aku pun masuk dengan segera dan menaruh sepatuku di rak sepatu.
Kutatap Khyone yang langsung menatapku tajam. Jujur dan aku paling tidak suka ditatap seperti itu. Dia banyak berubah selama kita jauh, dari segi apapun dia banyak berubah.
"Kenapa kau kesini? Bukannya tadi istrimu menelpon?" ucap Khyone dengan nada kesal.
Ya, tadi aku pulang memang karena Ellie menelponku. Dia cukup khawatir karena aku tidak pulang. Khyone marah dia nampak kesal dengan hal itu, entah kenapa malah membuatku senang.
"Kau marah?" kataku.
"Tidak , aku hanya bertanya kenapa kau kembali lagi."
"Aku akan menginap di sini beberapa hari." kataku.
"Bagaimana dengan istrimu?" tanyanya memicing.
Aku menoleh, "Aku bilang pada dia jika aku sedang kerja ke luar kota."
"Kau berbohong?"
Aku tertawa tentu saja aku berbohong, mana mungkin aku berkata jujur pada Ellie. Kalau aku menginap di apartemen Khyone. Dia Pasti akan marah besar, apalagi kalau papi tahu soal ini. Jantungnya bisa saja kambuh lagi seperti dulu.
"Yaa---"
Khyone mengangguk, dia pun Langsung menyuruhku pergi ke kamar tamu. Mengingat apartemen ini hanya memiliki dua kamar.
Aku menolak, aku tidak mau jika aku harus tidur di kamar tamu. Aku pun langsung menuju kamar Khyone, dan menyusun baju ku di lemari wanita itu. Sempat gedek dengan isi lemari baju Khyone, yang menurutku kurang bahan. Bajunya lebih banyak setengah badan.
Setelah menyusun baju, aku pun langsung mencari keberadaan Khyone yang ternyata di depan televisi.
Kalau di lihat-lihat tidak seharusnya aku seperti ini. Tidur bersama dengan Khyone, sedangkan aku sudah memiliki istri. Anggap saja aku baru saja melepas perjakaku, bersama dengan Khyone. Selama menikah dengan Ellie, aku bahkan tidak pernah menyentuhnya. Kita komitmen tidak akan saling sentuh, jika kita tidak memiliki rasa suka di antara kita, walau tidak memiliki anak.
Dan aku pun memilih kembali pada Khyone. Dia sudah menungguku selama empat tahun, dia meminta haknya padaku. Hak penantiannya.
Sebagai menebus rasa bersalah ku, aku pun mengiyakan ucapan Khyone. Toh, aku mencintainya, aku menyayanginya, aku juga ingin kembali padanya. Walaupun aku tahu, ini semua salah dan aku akan menanggung semua konsekuensinya.
"Setelah ini aku ada pemotretan." kata Khyone.
Aku menoleh aku tidak suka dengan profesinya sebagai model ini, "Berhentilah bekerja, aku akan mencukupi semua kebutuhanmu."
"Orang kaya mah bebas." cibirnya dan aku pun tersenyum.
"Aku tidak suka melihatmu menjadi model. Lebih baik kau di sini saja dan aku yang kerja"
"Ucapanmu sudah seperti seseorang yang memiliki istri dua."
"Saat ini kan istriku dua, jadi aku harus adil." jawabku tidak mau ngalah.
Dia berdecak lalu menatapku. Oh sialan tidur satu malam dengan dia saja membuatku ingin menindihnya kembali.
"Tapi aku ingin egois." katanya.
"Apa maksudmu."
"Kalau kamu melarangku bekerja. Maka aku juga melarangmu pulang kerumahmu menemui, istrimu."
Aku menoleh cepat, mana mungkin jika aku tidak pulang kerumah, yang ada Ellie akan curiga. Apa lagi Papi suka sekali datang mendadak ke rumah.
Ya, selama menikah aku dan Ellie tidak tinggal satu rumah dengan orang tuaku. Alasan simpel aku pengen mandiri. Sebenarnya tidak, aku ingin sedikit bebas aku bahkan terkadang masih mabuk bersama dengan temanku, Asher.
"Khyone itu tidak mungkin, Ellie akan curiga saat aku tidak pulang." kataku semoga saja Khyone paham dengan hal ini.
"Jadi kau lebih memilih istrimu dibanding aku! Lalu apa gunanya kita kembali." katanya emosi.
Aku memijat pangkal hidung pusing, "Khyone hubungan kita baru saja dimulai beberapa jam, jangan meminta yang tidak bisa aku penuhi"
"Aku hanya meminta hakku Jason." katanya ngotot.
"Aku sudah memberikan hakmu Khyone."
"Belum."
"Ayolah Khy, apa lagi yang ingin kau mau, aku sudah menuruti semua yang kau mau."
"Aku hanya meminta kamu dua minggu di sini, dan satu minggu di rumah istrimu." katanya dan berlalu.
Aku menghela nafas berat, aku pun menatap Khyone yang pergi masuk ke dalam kamar. Mungkin dia marah atau merajuk atau apapun itu. Aku benar-benar pusing saat ini entah apa yang harus aku lakukan, aku juga tidak tahu pasti.
Dia banyak berubah, jika dulu dia sangat lembut dan pengertian. Tetapi saat ini dia cukup egois dan membuatku kerepotan.
Aku tahu dia bersikap seperti ini karena ulahku. Dia sakit hati denganku, makanya dia seakan memintaku bertahan di sampingnya.
Ya Tuhan aku harus apa!!
TBC.
masih tahap revisi. jadi kalau ada typo atau apapun itu, mohon dimaklumi. dan ini masih bertahap