PART 2

1654 Words
“Mbak Raina!” Gavin memeluk kakak perempuannya dengan sangat erat, ia tidak peduli dengan kehadiran Vanya di sisinya, Gavin memang memiliki seorang kakak perempuan, gadis itu masih melajang,ia tinggal di luar negeri untuk bekerja. “Heyy... kamu kenapa? Can u tell me what’s happened?” Raina tidak melepas pelukan adik laki-lakinya itu, ia justru semakin mengeratkan pelukan Gavin sembari menenangkan pria itu. “She leave me mba, dia ninggalin aku dengan segala konsekuensi yang harus aku tanggung sendiri” Ucap Gavin dengan suara lirih, ia menenggelamkan wajahnya di leher Raina, sementara itu Raina menghela napas berat, ia juga tidak tahu harus berbuat apa, ia merasa bersalah karena ia terlambat. Jika saja ia datang lebih cepat, ia bisa saja membantu Gavin untuk membujuk orang tua mereka. “Sorry vin... aku gak bisa nolongin kamu” Gavin melepas pelukannya pada Raina lalu menarik kakak nya masuk kedalam rumah “Mbak masuk dulu”, sementara Vanya hanya diam mematung, ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Ia mengekori kedua orang asing di hadapannya tersebut. Gavin dan Raina duduk di ruang keluarga, wajah Gavin masih memerah, sementara Raina masih menenangkan pria itu. “Dia istri kamu?” Tanya Raina, Gavin mengangguk lesu. “Hai... saya Raina, kakaknya Gavin. Nama kamu siapa?” Tanya Raina, Vanya takut-takut menatap mata perempuan itu. “Gak usah sungkan,nama kamu siapa?” Lanjut Raina “Vanya mba” Jawab Vanya, ia menatap sekilas wajah Raina, wanita itu terlihat sangat anggun, bentuk wajah, dan penampilannya menunjukan bahwa ia adalah wanita yang sukses.perempuan itu juga terlihat bersahabat, buktinya ia tidak menunjukan wajah benci-nya kepada Vanya. “Hai Vanya, nice too meet you” Vanya hanya tersenyum membalas ucapan Raina. “Ini gimana kejadiannya? Kok bisa? Sekarang udah ada kabar Airaa dimana?” Tanya Raina kepada Gavin dan Vanya,namun Vanya tak berani menjawab. Ia membiarkan Gavin menjawab pertanyaan Raina. “Semuanya udah mateng kak! Kita udah tinggal nikah aja, bahkan beberapa jam sebelum persiapan tuh kami masih telfonan, ketawa-ketawa. Gak ada masalah sama-sekali.Pas sampai di rumah Airaa , Gavin juga masih sempat ngeliat Airaa bawa baju pengantinnya Cuma Gavin gak negur dia. Setengah jam sebelum acara dimulai dia tiba-tiba hilang! Baju pengantinnya di simpan di kamar, baju-baju nya udah gak ada di lemari. Gavin stress banget, ditambah papa nyuruh Gavin ngelanjutin pernikahan sama Vanya, adiknya Airaa. Kak! Gimana bisa Gavin nikah sama Vanya sementara Gavin cintanya sama kakaknya Vanya?” Gavin menjelaskan rentetan kejadian yang terjadi pada dirinya dengan muka memerah. “Kita bisa selesaiin ini baik-baik vin,kamu baik-baik sama Vanya, lagipula dia sekarang istri kamu” “Gavin gak cinta kak sama Vanya!” Tegas Gavin “Terus sekarang kamu mau apa? Mau cerai? Mau pisah? Pernikahan bukan sesuatu yang bisa dipakai untuk bercandaan, pernikahan itu sakral”Ucap Raina sembari menatap dua orang anak manusia dihadapannya saat ini. “Sadar gak sih kalian? Bisa jadi ini petunjuk tuhan kalau kalian ini berjodoh, di detik-detik pernikahan kamu dan Airaa, Airaa malah pergi ninggalin kamu, dan Vanya mengorbankan dirinya sendiri untuk nama baik keluarga kalian berdua” Sambung Raina “Tapi aku sayang banget kak sama Airaa, aku Cinta banget sama Airaa,aku udah ngelewatin bertahun-tahun sama dia” Jawab Gavin, kali ini ia menangis,Vanya yang menatap Gavin justru semakin paham seberapa besar cinta Gavin terhadap Airaa. “Yang tersakiti disini gak Cuma kamu vin, tapi Vanya juga” “I know” “Kamu bisa berusaha mencintai Vanya , pelan-pelan. Dan kamu juga Vanya. Seiring berjalannya waktu kamu juga pasti bisa mencintai Gavin. Ini Cuma persoalan waktu saja” Ucap Raina,Vanya hanya membisu.ia sendiripun masih ragu dengan dirinya,pasalnya baru saja tadi Gavin menyerahkan kontrak pernikahan mereka, dan lantas saat ini Raina memintanya untuk pelan-pelan mencintai Gavin. Ia tidak menyangka bahwa semua akan serumit ini. “Kakak mau pulang dulu, next time kakak mampir lagi” Wanita itu melangkahkan kakinya keluar dari rumah, sementara itu hanya tersisa Gavin dan Vanya. Keduanya sama-sama diam , Vanya menatap Gavin yang masih tertunduk lesu,namun setelah itu ia beranjak menuju dapur merapihkan peralatan makannya lalu masuk kedalam kamar dengan map yang berisi kontrak pernikahan di tangannya.   Keesokan harinya, keduanya sudah sama-sama siap untuk bekerja, tidak ada percakapan di antara mereka,walaupun begitu Vanya tetap saja ingin bertanya mengenai bagaimana keadaam Gavin, apakah ia baik-baik saja atau bagaimana,semalaman Vanya benar-benar memikirkan bagaimana perasaan Gavin, ia tak pernah berada di posisi Gavin , namun ia tau bagaimana sakitnya perasaan Gavin saat ini. “Saya akan menyewa pembantu” Gavin membuka percakapan di antara mereka “Gak usah mas Vanya bis-“ “Di kontrak pernikahan kamu udah setuju kalau kamu tidak akan menjalankan kewajiban kamu sebagai seorang istri, dan kamu bahkan udah tanda tangan”Tegas Gavin, Vanya memilih diam, ia hanya membalas ucapan Gavin dengan anggukan. “Vanya duluan” Ucap gadis itu lalu melangkah melewati Gavin yang masih berdiri didepan pintu, sesampainya di kantor ia di sambut dengan padatnya jadwal meeting,pagi itu juga ia harus bertemu dengan salah satu client di salah satu caffe. Vanya beserta asistennya,Rasti duduk menunggu client tersebut sembari memesan beberapa cemilan dan juga kopi.tak lama kemudian seorang pria ber-jas hitam datang dengan seorang asisten dengan beberapa dokumen di tangannya. “Vanya?” “Loh Rafi?” “Astaga gak nyangka banget bakal ketemu kamu, apa kabar?” Ucap pria berlesung pipi itu. “Baik... gimana kabar kamu?” “Seperti yang kamu lihat, sibuk banget, aku sabtu-minggu aja kadang masih kerja nya” “Ooh ini perusahaan papa kamu ya? Pantesan kayak tau gitu, hahaha calon pewaris emang harus rajin fii”             “Ahh kamu bisa aja”             “Btw meeting nya kita mulai aja, aku masih ada meeting lagi habis ini”               Hari berlalu begitu cepat, saat diperjalanan pulang Vanya mendapat telfon dari ayah mertuanya, ia diminta hadir untuk perayaan pernikahannya dengan Gavin. Kepalanya terasa ingin pecah, belum habis masalahnya dengan Gavin, kali ini akan adalagi topik permasalahan baru. Vanya ingin menolak, namun bagaimana bisa ia menolak permintaan orang yang dahulu menyelamatkan ayahnya dari ambang kebangkrutan. Ia menghubungi Gavin, namun pria itu tidak mengangkat telfonnya. Lantas Vanya memilih untuk pulang dulu, lalu menuju rumah mertunya.             Sesampainya dirumah , ia telah mendapati Gavin yang telah siap dengan jas nya, tak bisa dipungkiri Gavin memang sangatlah tampan, ditambah balusan jas dan kharisma nya, pesonanya bukan main-main.             “Cepat siap-siap, kita berangkat sama-sama” Vanya tercengang dengan ucapan Gavin,namun sesaat setelah itu ia tersadar lalu mengangguk dan berjalan menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Dua puluh menit setelahnya , ia telah berpakaian rapih dengan dress selutut yang senada dengan jas yang dikenakan oleh Gavin.             “Sudah siap?” Tanya Gavin,Vanya hanya mengangguk. Gavin lalu berdiri berjalan mendahului Vanya, sementara itu Vanya hanya mengekor dibelakang Gavin. Tak butuh waktu lama untuk sampai di kediaman mertuanya, rumah megah itu telah ramai dengan banyaknya tamu undangan, hampir sama meriahnya ketika pernikahan mereka , di gelar.             “Sampah” desis Gavin, mereka berdua berjalan beriringan , mereka berdua menyapa tamu-tamu dengan sangatlah manis, sangat serasi, seperti pasangan penganti baru yang benar-benar bahagia.             “Vanyaa sayangg... kesini sama mama, mama kenalin ke teman-teman mama” Ucap mertuanya , ibu Gavin memang sangatlah baik, ia menyambut Vanya layaknya Vanya adalah menantu yang ia idam-idamkan selama ini.             “Ini looh menantuku, namanya Vanya. Dia ini manager, Vanya sama Gavin emang sama-sama suka kerja siih. Cantik kan?” Ibu Gavin tanpa ragu memamerkan Vanya kepada teman-teman sosialita-nya.             “Gak salah pilih menantu niih cantik banget” Gumam para wanita-wanita itu.             “Terimakasih banyak tante” Ucap Vanya sembari tersenyum, ia sejenak meladeni pertanyaan-pertanyaan yang wanita-wanita itu lontarkan, namun Rania datang menarik Vanya untuk diperkenalkan kepada keluarga besar Bimantara dan juga tamu-tamu yang sempat hadir. Rania membawa Vanya untuk berdiri disamping Ayah Gavin, di sampingnya Gavin berdiri . pria itu untuk pertama kalinya tersenyum, seperti tidak ada apa-apa.             “Terimakasih semua atas kehadirannya,saya perkenalkan menantu saya,Abella Adinda Vanya istri dari putra saya Gavin Adrian Abimayu” Vanya dan Gavin sedikit menunduk sebagai penghormatan kepada para tamu yang sempatb hadir,ucapan Ayah Gavin di sambut tepuk tangan yang meriah dari para tamu. Acaranya berjalan lancar , lumayan menjadi hiburan untuk Vanya, sejenak ia bisa lupa pada kenyataan bahwa ia hanyalah pengantin pengganti. “Kalian mau langsung pulang?”Tanya ayah mertua Vanya. “Iya om” Jawab Vanya “Kenapa manggilnya om? Kamu harus manggil kami dengan sebutan mama dan papa” Vanya hanya tersenyum lalu mengangguk, sementara Gavin sudah terlihat bosan disebelah Vanya. “Pah, mah kita pulang dulu ya, lagian udah tengah malam juga, besok Gavin sama Vanya kerja” Kedua orang tua mereka mengangguk lalu tersenyum, sembari mengantarkan sepasang pengantin baru itu menuju pintu. “Mama sama papa kepengen nih gendong cucu” Ucap Ibu mertua Vanya, walaupun terdengar mustahil tetap saja membuat pipi Vanya memerah, sementara Gavin hanya tersenyum kecut lalu berjalan mendahului Vanya. Vanya lantas berlari kecil mengejar Gavin, di mobil mereka hanya saling diam, tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka berdua.Vanya masih mengurusi pipinya yang memerah. “Ucapan mama tadi gak usah di pikirin, mustahil juga” Ia tau apa yang di ucapkan oleh Gavin adalah fakta, namun tetap saja membuat Vanya merasakan perasaan aneh. Vanya tersenyum kecut tanpa membalas ucapan Gavin, ia lebih memilih menatap rintik hujan yang membasahi jalanan, malam yang cukup dingin ditambah dingginnya AC-mobil yang menusuk permukaan kulitnya. Vanya hanya tak habis pikir , mimpinya untuk mempunyai suami yang penyayang,suami yang akan mencintainya seumur hidup, kehidupan keluarga yang bahagia harus di kuburnya dalam-dalam hanya untuk menutupi perbuatan saudari tirinya. Vanya sekali lagi tersenyum kecut meratapi takdirnya sendiri, apa ia harus selamanya berkorban untuk orang lain?, lantas kapan Vanya bisa membahagiakan dirinya sendiri?.             Setelah beberapa menit perjalanan mereka berdua telah sampai, Gavin tampak sangat kelelahan, terlihat dari wajahnya yang pucat. Vanya ingin bertanya kepada Gavin hanya saja ia terlalu takut untuk memulai percakapan dengan pria dingin itu, tanpa sepatah kata Gavin berjalan menuju kamarnya begitupun dengan Vanya, keduanya benar-benar kelelahan hingga langsung beristirahat.             Paginya Vanya bangun kesiangan, jam telah menunjukan pukul delapan, ia buru-buru besiap-siap agar tidak membuang-buang wakti, sebagai manager, Vanya harus memberi contoh yang baik untuk bawahannya. Namun ada yang aneh Gavin juga belum berangkat, mobilnya masih terparkir rapih di Garasi,tak seperti biasanya. Vanya terdiam sejenak untuk mengambil keputusan, sesaat setelah berpikir ia berjalan menuju lantai atas untuk pertama kalinya, ia mencari kamar Gavin, ia dengan mudah menemukan kamar itu karena terdapat nama Gavin dan Airaa yang tertera didepan pintu. Dengan ragu-ragu Vanya mengetuk pintu kamar Gavin. “Mas...?” “Mas Gavin gak ngantor?” Pria itu tidak menjawab, Vanya semakin khawatir, ia takut sesuatu yang buruk menimpa Gavin. “Mas?” “Mas Vanya masuk yaa...” dengan lancang Vanya membuka pintu kamar tersebut,ia sudah siap dengan konsekuensinya jika Gavin akan mengamuk kepadanya. “Ya Allah!! Mas Gavin!!” Vanya berlari menuju Gavin yang telah terkapar tak berdaya di lantai dengan darah di wajahnya. “Mas...!” “Mas Gavin bangun...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD