SR-11

1219 Words
Sayangnya, Alan terlalu lama di kamar mandi dan membuat Shera mengantuk, lalu tidur. Setengah jam kemudian Alan selesai mandi, saat melihat Shera tertidur, dia pun membiarkannya saja. Alan harus ke ruang makan sekarang juga karena waktu makan malam sudah mau tiba. Sampai momen makan malam bersama anak asrama selesai, Alan tidak melihat Shera sama sekali. Kursinya kosong, teman-temannya bertanya sendiri, tanpa tahu jawabannya. Alan segera kembali ke kamarnya dan melihat Shera masih tertidur dengan banyak keringat di keningnya. Padahal pendingin ruangannya masih menyala. “Shera!” panggilnya sambil duduk di tempat tidur menghadap ke arahnya. Wanita itu masih tidak menjawab. Hingga beberapa kali dan membuat Alan penasaran. Dia takut teman sekamarnya itu malah tewas seketika. Alan memegang keningnya dan terasa sangat panas. Alan mengecek nadi di lehernya kemudian masih menemukan denyut. Alan lega dan membangunkan wanita itu secara paksa sampai benar-benar bangun. “Ya, Alan! Ada apa?” “Kenapa kau tidak ke ruang makan?” “Aku tidak enak badan.” “Kau tidak ke ruang penyimpanan makanan.” “Apa kau tidak membawanya untukku?” “Huh, kau kira aku pembantumu?” “Ya, aku lapar.” “Masak sendiri!” Shera bangkit dari tempat tidurnya dengan wajah murung. “Temani aku ke dapur ya?” pujuknya. “Tidak mau, kau pergi saja sendiri.” “Hmm, Alan!” rengeknya. “Iis, kau ini menyusahkan orang saja!” Alan terpaksa mengikuti permintaan Shera. Dia menemani wanita itu sampai ke dapur. Shera diminta masak sendiri dan tidak boleh merepotkan orang lain. Sudah malam juga, tidak baik membangunkan pekerja yang telah terlelap. Gadis itu bingung mau masak apa? Dia sama sekali tidak pintar mengolah bahan makanan. Shera membuka kulkas, berdiri di sana selama 5 menit. Alan segera menghampirinya dan menutup paksa sampai hampir menabrak wajahnya pintu mesin pendingin itu. Shera terkejut, untung saja gerakannya cepat dan mengelak ketik pria itu menutupnya. "Apa kau tidak bisa pelan-pelan?" tanyanya. "Apa kau tahu kalau membuka kulkas lama-lama bisa membuatnya rusak?" Alan melempar pertanyaan balik padanya. Shera mengerucutkan bibir. "Aku tidak tahu mau masak apa?" sahutnya. "Itu ada mie instan, kau bisa makan itu bila kau tidak bisa masak." Shera mengangguk, langkahnya mengarah ke lemari yang ditunjuk oleh Alan. Pria itu juga ragu kalau Shera tak bisa masak air. Dia memutuskan menjerang air di kompor lalu memintanya duduk. Tubuh Shera tampak lemah. Merah padam wajahnya. Alan memperhatikan si anak kota yang murung seperti burung kecil itu. Alan pergi dari dapur, bayangannya diikuti oleh Shera sampai ke ruangan kecil lalu mengambil sesuatu dan membawanya ke meja persiapan. "Kau mau apa?" tanyanya melihat kotak p3k di hadapan Alan. Pria itu tidak menjawabnya, tangannya sibuk merobek kemasan berwarna putih bertuliskan Penghilang Demam. Isinya koyo berwarna putih lalu ada pelapis tipisnya yang dibuka olehnya. Tiba-tiba Alan mendekat lalu menyeka poni rambut Shera dan menempelkan benda dingin seperti gel itu ke keningnya. Shera tercekat, diam tanpa suara. Matanya mengawasi Alan yang sedang merapikan sisi tepiannya agar tidak jatuh. Kedua bintik itu sempat berhenti di satu waktu walau hanya 5 detik kemudian Alan berpaling, membuang matanya dan mengembalikan kotak itu ke tempat semula. Shera menyentuh obat penurun panas yang kini ada di keningnya. Anak ini perhatian juga ternyata, walau tingkahnya menyebalkan, batin Shera, menanggapinya dengan senyuman tipis. Seseorang memergoki mereka sedang berduaan di dapur. Dia adalah seorang wanita yang merupakan mantan kekasih Alan, dia menyipit dengan tangan mengepal kuat, lalu pergi sebelum ketahuan olehnya kalau sejak tadi dia mengikuti mereka. Beberapa menit kemudian mie yang sudah matang dilahap oleh Shera sambil duduk. "Aku sangat lapar," kata Shera. "Kalau kau sakit, cepat minum obat." "Mmh, dulu waktu mamaku masih hidup, dia suka mengingatkanku makan dan menjaga kesehatan. Sekarang sejak mereka tiada, aku kadang lupa." Curhatan itu dilontarkan tanpa rasa segan. "Apa orang tuamu masih ada, Alan?" tanya Shera. "Ada," jawabnya. "Hmm, bersyukurlah! Setidaknya kau akan mendapat panggilan di tengah kesibukanmu." Alan tersenyum miring. Andai kau tahu kalau mereka sama sekali tidak memedulikanku, pasti kau akan mengasihaniku. Meski memenuhi semua kebutuhanku, tetapi aku kehilangan hangatnya sosok ibu dan ayah sejak lama. Mereka terlalu sibuk berbisnis, lupa cara membahagiakan anaknya. Perasaan ini tak pernah diutarakannya pada siapa pun, termasuk pada sahabatnya. Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar. Shera selalu melakukan kebiasaannya, padahal lorong yang gelap di ujung, tapi rasa takutnya sudah menyeruak. Alan menarik bajunya dan menggiring dia dengan paksa. Matanya sangat mengantuk, tak ada waktu menunggu sampai ketakutannya hilang. Shera pun tidak marah padanya, karena lebih baik seperti itu daripada Alan meninggalkannya. Sesampainya mereka di kamar, Shera juga belum bisa tidur karena baru saja makan. Pukul 2 dini hari, mata mereka masih terjaga. Shera memandang bulan dari jendelanya, duduk di kursi belajarnya. Alan duduk di tempat tidur, bersandar ke dinding berlapis bantal. "Tidurlah!" "Duluan saja, aku masih rindu pada mama dan papaku." "Apa kau tidak takut kalau zombie tiba-tiba melihatmu dari jendela itu?" tanya Alan menakut-nakutinya. "Eh? Benar juga." Shera langsung menutup gorden lalu berlari ke tempat tidurnya. Menarik selimut sampai ke leher. Dia melihat ke arah Alan, perlahan pria itu kembali berbaring dan memejamkan mata. Menindih kedua kelopak itu dengan tangannya agar bayangan cahaya yang masuk ke retinanya menjadi lebih redup. Telinganya tersumbat headset. "Makasih banyak untuk hari ini," ucap Shera. Alan diam saja meski dia mendengarnya. "Kau mungkin tidak dengar, tapi justru ini hal baik untuk mengatakan sesuatu yang sulit kuucap di depanmu. Kau itu sebenarnya pria baik, aku tidak setuju kalau mereka bilang kau pria buruk, mereka hanya belum mengenalmu," oceh Shera. Alan tertawa dalam hatinya. Wanita itu tersenyum, ucapan itu meski sedang berpura-pura tidak mendengar. "Aku juga belum tau banyak tentangmu, tetapi aku rasakan secuil sisi baikmu yang terpendam." Shera mulai mengantuk, menguap lalu memejamkan mata. Alan tidak lagi mendengar cercauannya, perlahan membuka mata lalu mengganti lampu utama dengan lampu tidur setelah memastikan bahwa dia sudah terlelap. Beberapa hari setelahnya, Shera yang tidak lagi diperintah Alan untuk membersihkan ruangan makan dan kamar mandi, tetap saja mengerjakan aktivitasnya di asrama seperti biasa. Tubuhnya mulai beradaptasi dan tidak lagi merasa lelah, dengan riangnya dia menyikat kamar mandi sambil bernyanyi. Sifat cerianya mulai terlihat, bahkan suaranya keluar dan membuat anak lain terkesima. "Siapa yang bernyanyi?" tanya mereka. "Biasanya, sih, jam segini itu si anak baru, Shera, yang ada di dalam." "Oh, dia rajin sekali! Tidak lelah apa, ya? sudah kuliah, terus bersih-bersih, habis itu mengerjakan tugas lagi." "Entah lah, yang penting kita harus pergi sekarang, tugasku sudah menggunung." Wanita dan pria yang mengomentari dirinya pergi juga setelah puas melampiaskan pertanyaannya. Satu jam setelahnya. Shera keluar dari kamar mandi dan tidak melihat-lihat jalan. Dia hampir menabrak Alan. "Kau? Haha, aku kaget!" Shera mengelus tubuhnya. "Sedang apa kau?" tanya Alan mendapati gadis itu keluar dari bilik pria. "Bersihkan kamar mandi, biar kau tidak marah padaku." Alan mendesis, "Kau tak perlu mengikuti perintahku lagi. Aku sudah bosan padamu." "Eh, serius?" "Ya." "Jadi aku tak perlu lagi membersihkan ruang makan dan kamar mandi serta halaman?" Alan memutar matanya, mendengus kesal. "Ya," jawabnya singkat. "Wah, senangnya!" Shera berjalan kembali ke kamar dengan senang hati. Alan ditinggal sendirian. Shera tak perlu takut sekarang, lampu lorong sudah menyala bayangan menyeramkan itu tidak lagi muncul. Shera melihat ruangan kerja Alan terbuka pintunya, gadis itu mengendap-endap untuk melihat sosok yang ada di dalam. "Kosong, kenapa terbuka?" Shera melihat sesuatu ditutupi kain, tapi dia tidak berani membukanya. Shera memilih untuk mengabaikannya saja dan menutup pintu lalu kembali ke kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD