SR-15

1123 Words
Setelah kejadian di ruangan gelap tadi, Alan sedikit termenung dan memikirkan Shera yang tidak bisa diajak bercanda. Dia terlalu serius karena kepolosannya. Alan sejenak membayangkan pernikahan mereka nantinya. Alan yang berdiri di terali besi lantai dua, melihat Bryan datang menghampiri Shera dan mengajaknya pergi. Shera menolaknya, pergi begitu saja dari hadapan Bryan. Bryan menggaruk kepalanya, menoleh ke atas dan melihat sahabatnya. Alan tidak banyak berekspresi, dari posisinya saja, Bryan sudah tahu kalau dia melihat yang barusan terjadi. Alan hanya menaikkan jarinya sedikit, lalu pergi. Bryan mengumpat kesal karena penolakannya dilihat oleh Alan. Bryan pergi ke arah perpustakaan untuk menghilangkan pikiran kacaunya. Mata kuliah selanjutnya berjalan. Shera terasa kaku, tidak mau menoleh ke belakang saat disuruh memberikan lembaran soal pada Alan. Pria itu tersenyum, justru menurutnya Shera lucu. Alan tahu kalau Shera malu karena sudah menciumnya lebih dahulu. Satu jam berlalu, mata kuliah selesai dan Joanna mengajak Shera pergi. Alan berharap dia menolaknya, tetapi Shera malah menyetujuinya. "Shera!" panggilnya. Shera dan Joanna menoleh. "Ada apa?" tanya teman sekamarnya, Alan. "Mau ke mana?" tanya Alan. "Ke kafe Drummer. Joanna mengajakku ke sana." Shera menjawabnya begitu saja kemudian mengajak Joanna pergi tanpa menunggu sahutan Alan. Pria itu berdecak geram. Alan tahu tempat itu bukan tempat yang bagus untuk anak baru. Dulu, teman sekelasnya setahun yang lalu juga pernah dibawa Joanna ke sana. Setelah itu keesokan harinya, terdengar kalau perempuan tersebut pindah kuliah. Alan tidak bisa membiarkannya pergi ke tempat itu. Dia pun segera bergegas mengejar Shera. Namun, saat berada di tengah jalan, Bryan menariknya. "Hei, kau, mau ke mana?" tanya Bryan. "Jangan ganggu aku!" "Tidak bisa, kau harus katakan tujuanmu." Alan tidak mungkin mengatakan mau mengejar Shera, Bryan bisa membocorkan masalah itu pada kekasihnya. Demi menjaga hubungannya, Alan mengurungkan keinginan tersebut. "Aku ingin mengajakmu ke kafe," kata Bryan. "Kafe mana?" tanya Alan dingin. "Drummer." Alan menaikkan alisnya dan langsung menjawab, "Oke." Tanpa harus menunggu lama, Alan menerimanya. Meski harus bersama Bryan, setidaknya dia harus menyelamatkan Shera dari harimau dan buaya darat di sana. 20 menit kemudian. Mereka tiba di parkiran kafe Drummer. Alan melihat mobil Joanna terparkir di sana dan buru-buru turun. "Alan, tunggu aku! Haha, tampaknya kau sudah tidak sabaran mau minum," sahut Bryan sambil tertawa renyah. Alan memelankan langkahnya kemudian menunggu Bryan. Tetap harus menjaga situasi dan sahabatnya. Mereka jalan bersama secara normal, melalui tahapan pemeriksaan kemudian mereka pun masuk. Di dalam kafe. Shera tidak menduga kalau kafe yang dimaksud adalah kafe mirip bar, tempat orang minum dan berjoget ria. Shera disuruh duduk di tengah pria-pria yang tak dikenalnya. Begitu pula Joanna, dia asyik minum bersama pria di sampingnya. Shera merasa tidak nyaman. Seorang lelaki di kirinya memberi segelas minuman. "Ayo, terimalah! Ini akan membuatmu relaks. Kau tampak tegang sejak tadi," katanya. "Maaf, aku tidak minum." Shera menolaknya. "Kau rasakan dulu baru komentar, kenapa Joanna membawa anak ingusan seperti ini?!" keluhnya. "Oh, Dino, kau itu harus sabar. Dia sangat polos dan baik. Dia mungkin belum pernah ke tempat seperti ini." "Benarkah?" pria itu melirik ke arah Shera dengan senyuman jahat. "Maaf, aku mau pergi saja." "Eh, jangan pergi, maaf karena aku memaksamu." Pria itu melirik temannya dan memberi sebuah kode. Dino yang jahat langsung meminta temannya memegangi Shera dan memaksanya minum. Shera berontak, berharap ada yang menolongnya, tetapi di sana sudah biasa pemandangan seperti itu dan membuat tamu lain tidak menolongnya. Malah menertawainya. Joanna pun begitu, tertawa melihat temannya dicekok minuman. "Shera, menurut lah! Kau akan menikmatinya." Shera dipaksa menelan berloki-loki air yang berdampak buruk pada kesadarannya itu, sampai Dino merasa cukup baru dilepasnya. Shera merasa lehernya seperti terbakar dan pandangannya sedikit memburam. Shera meneteskan air mata, tetapi air itu tersamarkan dengan sisa air yang tumpah dari sudut bibirnya. Di sisi lain. Alan dan Bryan sudah masuk. Tatapan Alan bukannya ingin mencari tempat duduk kosong melainkan ingin mencari Joanna dan Shera. Bryan menunjuk satu meja kosong di tempat eksklusif, beda kelas dengan posisi Joanna saat ini. Alan mengikutinya saja dengan harapan mereka di tempat yang sama. Namun, meja eksklusif tidaklah banyak. Sekali pandang saja sudah bisa tahu kalau Shera tidak ada di sana. Bryan memesan minuman dan makanan, saat dia bertanya pada Alan tentang makanan yang diinginkannya, Alan hanya ingin disamakan saja agar tidak menghabiskan banyak waktu. "Bryan, aku ke kamar mandi dulu," kata Alan. "Oh, oke." Bryan merasa aneh pada Alan hari ini. Namun, dia tidak mau ambil pusing. Segera Bryan memanggil wanita cantik yang sejak tadi menatapnya. Mengabaikan sahabatnya yang sedang mencari wanita incarannya di kampus. Alan keluar dari ruang eksklusif menuju ruang biasa. Dia melihat ke semua arah. Satu persatu di pandangi dengan teliti karena lampunya lebih redup dari ruang eksklusif. Alan tidak melihat Shera di sana, tetapi Joanna ada di panggung sedang menari dengan seorang pria. Alan menoleh ke arah meja pria yang tertawa terbahak-bahak. Dia melihat tas Shera ada di meja. Alan segera menghampiri mereka dan membuat tiga pria yang sedang minum itu pun terdiam dan menatapnya. "Siapa kau?" tanya salah satunya. Alan mengambil tas merah yang ada di meja kemudian melihat isinya untuk memastikan kalau itu milik Shera. "Hei, kenapa kau merampas barang orang?" Alan menemukan dompet yang sama persis seperti miliknya dan melihat kartu di dalam. Tertera nama Shera. Alan berhasil menemukan Shera meski hanya tasnya. "DI MANA WANITA PEMILIK TAS INI?!" bentaknya. "Kau siapa?! Dia sedang bersenang-senang. Jangan ganggu dia!" balas pria itu. Alan langsung menarik kerah kemejanya dan mengerang padanya, "Katakan padaku keberadaannya atau nyawamu berakhir di sini." Pria itu melihat Alan tidak main-main dan mengatakan kalau Shera di kamar nomor 23. Alan segera membawa tasnya dan berlari ke arah belakang. Alan mencari kamar nomor 23 sampai ketemu dan langsung menggedornya kuat. Orang-orang melihat, tetapi tidak menggubrisnya karena asyik dengan aktifitas masing-masing. Tak lama kemudian pintu terbuka, celahnya tidak banyak, hanya memperlihatkan kepala seorang pria berkacamata hitam dan berjanggut halus. "Hei, kenapa kau menggedor pintu dengan sangat kuat?!" "Shera di dalam?" tanya Alan. "Mmh, ya, kami sedang-" Cukup mendengar satu kata 'Ya' dan Alan langsung menendang pintu itu agar memberi jalan masuk untuknya. Seketika ujung pintu yang ditendang tadi menghantam mulut Dino dan membuatnya terkejut serta mendapatkan luka serius sampai darah keluar dari hidungnya. Alan melihat Shera di tempat tidur, kemejanya sudah terbuka, tetapi pakaian lainnya belum. Sepertinya Dino baru saja membawanya masuk. "Kau siapa?! Kenapa kau menggangguku?" erangnya. Alan menoleh. "Kau mungkin bisa menodai wanita lain, tapi bukan Shera orangnya! Kau sentuh dia sekali lagi, kau akan berurusan denganku," ancam Alan. Dino tertawa, merasa lucu diancam oleh anak mahasiswa sementara dia sudah lebih tua darinya. Dino sengaja menyentuh kaki Shera dan Alan melihatnya. Sepersekian detik kemudian tangan Alan mengepal dan menumbuk wajah Dino sekuat-kuatnya sampai pria itu pingsan. Alan melihatnya terjatuh ke lantai kemudian segera mengancing baju Shera dan membawanya pergi. Alan menggendongnya, mengeluarkan Shera dari sana secepatnya. Meninggalkan sahabatnya, Alan pulang menggunakan taksi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD