bc

BROKEN LOVES

book_age18+
2.1K
FOLLOW
15.9K
READ
revenge
family
brave
billionairess
drama
brilliant
genius
city
friendship
lies
like
intro-logo
Blurb

Nasib malang Aisha dalam membesarkan anaknya tanpa bantuan sang suami, membuat hidupnya diguncang berbagai masalah. Pertemuannya dengan Aydin, seorang pria kaya dari masa lalunya justru menimbulkan perselisihan antar keluarga. Hingga sebuah kenyataan pahit harus mereka telan, saat identitas sebenarnya dari anak-anak yang mereka besarkan terkuak. Berbagai masalah saling terkait dengan masa lalu, serta hubungan-hubungan yang rusak membuat kedua keluarga hancur berantakan. Lantas, mampukah Aisha dan Aydin mempertahankan keluarganya masing-masing atau justru malah membuat hubungan semakin terkoyak?

Cinta-cinta yang rusak, hati raga yang terkoyak, serta rasa kasih yang tersisa, mencoba bersatu membangun sebuah ikatan yang suci.

BROKEN LOVES : Mahligai Cinta Yang Terkoyak

****

Inspired by the Turkish drama series Parampar¢a

chap-preview
Free preview
Luka Menyakitkan
[Malam ini aku pulang terlambat.] [Ada rapat mendadak di kantor.] [Kau tidur duluan saja.] Sonya meneguk ludah, setelah membaca beberapa pesan dari suaminya. Pedang yang teramat runcing serasa tengah menusuk sanubarinya. Begitu sakit, namun tak berdarah. Luka batin yang dideritanya selama ini membuatnya hampir gila. "Aku sedang mengandung anakmu, tapi kau tetap saja memperlakukanku seperti ini? Sungguh tega kau, Aydin!" Wanita itu mengumpat kesal menyebut nama suaminya. Tangannya memegangi perutnya yang bunting. Usia kehamilannya itu sudah sembilan bulan, dan detik-detik kelahiran mungkin akan terjadi beberapa hari ke depan. Alih-alih menjawab pesan dari suaminya, wanita itu memilih untuk mengabaikannya. Ia menyabet kunci mobil dengan gantungan boneka panda kecil yang tergeletak di atas nakas. Lantas, kaki jenjangnya itu berjalan menuju keluar kamar dan membanting pintunya dengan kerasnya. "Sonya, kau mau ke mana?" tanya Defne, yang merupakan ibunya. "Melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sejak dulu," jawab Sonya begitu saja, sembari terus berjalan keluar rumah. "Sonya, tunggu!" Defne tampak cemas. Ia mengejar anaknya itu. Namun sepertinya Sonya sudah lebih cepat berada di dalam mobilnya. Dengan cemas, wanita itu tampak menghubungi seseorang melalui telepon. Angin berderu begitu sejuk mengiringi sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Gemerlap petir di langit buta tak mampu menghentikan roda-roda yang terus berputar. Keempat roda itu rela bergesekan dengan aspal demi membawa mobil mewah berwarna merah mengkilat untuk terus melaju. Dreett … drettt … Suara getar ponsel di dalamnya bahkan tak cukup mampu untuk mengusik sang pengemudi. "Kenapa kau melakukan semua ini padaku, Aydin! Kenapa … kenapa?!" Sonya memukul-mukul setir mobil dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih terfokus pada kemudinya. Tatapan matanya begitu tajam, otot-otot di lehernya mulai menonjol, serta rahangnya mengeras menggambarkan kemurkaan yang begitu hebat. Dret… drett … Suara ponsel yang sedari tadi bergetar di bangku sebelahnya itu masih juga tak membuat wanita itu tertarik untuk melirik. Amarah dan emosi telah menguasainya sehingga ia terus mengemudi dengan kecepatan tinggi melewati kendaraan-kendaraan lainnya di belakang. "Keterlaluan!" umpatnya kesal. Namun, semakin lama Sonya semakin merasa terusik dengan getar ponselnya. Akhirnya ia memilih untuk meraihnya. Setelah mengamati nama seseorang yang meneleponnya, Sonya langsung menggeser tombol hijau tanda menerima panggilannya. "Sonya! Kenapa kau lama sekali mengangkatnya? Aku khawatir denganmu." Suara seorang wanita dari seberang sana langsung terdengar mengomel. "Kau sekarang di mana? Dengan siapa? Apa yang kau lakukan? Kau baik-baik saja, kan?" Wanita itu terus-terusan memberondong pertanyaan. "Pasti ibu yang menyuruhmu menghubungiku kan?" kata Sonya begitu saja. "Sonya, tidak peduli siapa pun yang menyuruhku. Kalau sesuatu terjadi padamu, aku akan tetap menghubungimu!" bantah wanita di seberang sana. "Kenapa kau berbicara seperti itu? Lagi pula, tidak ada yang peduli denganku ataupun keadaanku. Sudahlah, Shirin. Jangan ganggu aku, aku sedang kesal saat ini!" jawab Sonya ketus. "Sonya, kau sekarang di mana? Aku tahu kau sedang marah besar, tapi kau sedang mengandung saat ini, bagaimana jika sesuatu terjadi padamu dan juga bayimu?" Sebagai sahabat karibnya, Shirin sangat peduli terhadap Sonya. Mereka sudah berteman sejak mereka kecil. Terlebih, mereka dari kalangan keluarga kaya, sehingga semakin mempererat tali persahabatan mereka. Sonya tersenyum sumbang mendengar perkataan temannya itu. "Suamiku sendiri tidak peduli jika istrinya ini sedang mengandung anaknya," katanya bernada sedih bercampur emosi. Wanita itu terus melajukan mobilnya dengan kencang. Sonya Alvendra adalah seorang wanita sosialita kalangan atas. Berparas cantik dan memiliki kekayaan melimpah. Suaminya, Aydin Alvendra adalah pengusaha kaya raya di bidang perhotelan dan pariwisata. Perusahaannya meningkat pesat beberapa tahun terakhir ini. Bisnis hotel dan restorannya melejit, menjadikan Alvendra sebagai salah satu keluarga terpandang dan paling berpengaruh tahun ini. Suara klakson kendaraan terdengar nyaring saling bersahutan dari belakang mobil Sonya. Bagaimana tidak, wanita itu telah mengemudi dengan tidak benar sehingga membuat kendaraan lain terhalang untuk berjalan. Dengan kesal Sonya menambah kecepatan mobilnya dan meninggalkan keramaian. "Apa kau sedang mengemudi sekarang?" tanya Shirin terkejut. "Kalau iya kenapa?" jawab Sonya seenaknya. "Sonya, dengar! Kau sedang emosi sekarang. Jangan sampai kau melakukan hal yang buruk dan membuatmu dalam bahaya. Pikirkan tentang bayi yang sedang kau kandung itu, Sonya!" "Apa yang bisa aku lakukan sekarang, Shirin? Aydin tidak peduli lagi denganku. Dia hanya peduli dengan pekerjaannya. Aku pikir setelah aku mengandung, dia akan sayang padaku, tapi ternyata sama saja. Dia tidak pernah peduli denganku!" Kedua mata Sonya mengerjap sejenak, membuat air matanya berhasil lolos. "Kau salah, Sonya. Justru anak yang kau kandung itu yang membuat Aydin masih bersamamu sampai detik ini. Kau tidak ingin dia pergi, kan? Maka dengarkan nasihatku. Kendalikan dirimu dan jangan biarkan terjadi apa-apa pada bayimu atau Aydin akan semakin menjauh darimu! Hanya bayi itu satu-satunya harapan kalian bisa bersama. Jadi jangan bertindak bodoh, Sonya!" tutur Shirin penuh penekanan. Shirin memang ahli dalam mengendalikan emosi sahabatnya itu. Sonya mengerjap, menarik napas dan membuangnya perlahan. Ia mulai memelankan laju mobilnya. "Kau benar, Shirin," ujarnya sembari mengangguk-angguk. "Bagus. Sekarang menepi dan tenangkan dirimu!" perintah Shirin. Sonya mulai menghentikan mobilnya di tengah jalanan yang kebetulan saat itu sedang sepi. "Terima kasih, Shirin. Kalau kau tidak ada, mungkin aku tadi sudah bunuh diri." "Apa yang kau katakan? Kau harus bisa menguasai dirimu sendiri, Sonya. Kalau kau tidak bisa menguasai diri sendiri, lalu bagaimana kau bisa menguasai orang lain. Bagaimana kau akan menguasai Aydin?" Shirin memberi jeda sejenak. "Dengar, Sonya. Kau harus bisa mengendalikan Aydin. Itu kuncinya. Jangan sampai Aydin lari darimu dan akan membuat hidupmu menjadi kacau. Reputasimu bisa hancur. Pikirkan itu!" Sebagai wanita karir penuh ambisi, Shirin yakin kalau sahabatnya itu tidak akan pernah menerima jika martabat dan harga dirinya hancur. Sonya tersenyum tipis. "Kau memang penasihatku yang andal." "Bagus." Suara Shirin terdengar senang. "Baiklah, sekarang pulanglah. Aku akan mengabari Aydin untuk bersamamu malam ini." "Kau bisa melakukannya?" "Kau tenang saja, Sonya. Dia tidak akan menolak jika sudah berhubungan dengan bayimu." "Kau benar." Sonya mulai menenangkan diri. Ia menarik napasnya dan membuangnya perlahan. Sekarang ia sudah merasa mendingan. Wanita itu mulai menyalakan mobilnya kembali. Ia bersiap untuk melaju pulang lagipula sebentar lagi hujan juga mulai turun. Namun, tiba-tiba sorot cahaya yang terang menghentikan aksinya. Sonya menyipitkan matanya, menelisik ke depan. Retinya itu menangkap sebuah benda besar berkecepatan tinggi telah melaju ke arahnya. Itu sebuah truk. Karena panik, Sonya berteriak. "Aaaa!" "Sonya, apa kau baik-baik saja? Ada apa?" tanya Shirin dari seberang telepon sana. Alih-alih berhenti, truk itu malah terus bergerak maju. Sepertinya efek cuaca buruk membuat sopir truk itu tak mendengar teriakan Sonya. Lagipula ukuran truk itu juga besar dibandingkan mobil sonya yang hanya seperempatnya. Dan lebih nahasnya lagi, sepertinya truk itu kehilangan kendali. "Sonya! Apa kau baik-baik saja?!" Shirin yang masih belum menutup panggilannya kembali panik mendengar teriakan Sonya. "SONYA!" "Aaaaa!" Brak!!!! "HALO? SONYA? SONYA!" Semuanya menjadi gelap! TO BE CONTINUED

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Satu Jam Saja

read
593.4K
bc

Rujuk

read
912.4K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.3K
bc

Everything

read
278.3K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.5K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook