Prolog

204 Words
Kakinya tak henti melangkah sampai dia menginjak anak tangga pertama tempat itu. Tempat yang disebutnya sebagai rumah. Tas ransel yang menyangkut di punggungnya terlihat berat, tapi tak sedikitpun menyurutkan senyuman di bibir itu. Ada secuil rasa dalam d**a. Rasa rindu yang terlepas ketika menghirup erat-erat udara dalam ruangan mungil bernuansa hangat ini. Sebuah tempat yang menyimpan berjuta kisah miliknya. Gadis itu mengempaskan tubuhnya ke atas kasur single yang rasanya sudah lama sekali tidak ditiduri. Sepasang manik matanya mengamati sekitar. Foto-foto, lampu-lampu kecil, lemari, buku-buku, semuanya masih sama. Tidak ada yang berubah. Setelahnya mata itu terpejam. Sekelebat bayangan mengusik pikirannya. Entah untuk yang keberapa kali. Mengganggu. Ingin rasanya dia mengutuk, memaki, atau berbuat apapun yang bisa menghilangkan bayangan itu selamanya. Namun yang dia lakukan malah menarik kotak kecil dari kolong tempat tidurnya. Dia menyingkirkan debu yang ada di sana. Gadis itu berdiri dengan kotak yang masih ada di pelukannya, lalu menyingkap gorden putih yang sepertinya sudah lama tidak diganti. Jemarinya menyentuh kaca jendela itu perlahan. Lalu tersenyum mengiris, menyadari kalau jendela itu bukanlah sekadar 'jendela' di dalam hidupnya. Dahulu, dari balik jendela ini, dia mendapat belajar tentang sebuah makna. Makna yang mungkin hanya dapat dia pahami. Sekali lagi, dia tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD