“kau sudah tahu.” Butuh waktu lama untuk mengatakan tiga kalimat yang entah kenapa terasa kelu saat Saka ingin mengutarakannya. Mereka berakhir di cafe itu, dengan seorang waiters pria berbadan cungkring dan juga sangat tinggi yang suaranya seperti seorang perempuan. Alana duduk dengan gelisah, sedari tadi ia menahan tangisnya, tapi ia memantapkan dan berjanji pada diri sendiri bahwa ia tidak akan menangis. Setidaknya untuk kali ini, ya kali ini ia masih bisa mengatasinya. “sulit di percaya bukan?” Saka berkata lagi, kali ini dengan senyum getir yang entah kenapa senyum itu malah semakin membuatnya terlihat menyedihkan. Benar, jujur saja ini masih sulit di percaya. “apa kita terlihat seperti dua orang yang sedang melakukan pertemuan rahasia?” “Alana...” lirih Saka mengernyit bingun

