bc

Chaotic Heart (Indonesia)

book_age16+
19
FOLLOW
1K
READ
fated
second chance
drama
comedy
twisted
sweet
humorous
betrayal
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Seri Pertama dari Girls In Action Series

Dedicated to: My best, Annisa Rosheila Rahma Habiba

Hati yang berantakan dan rasa yang tak menentu menjadi tantangan terberat dalam kisah asmara Neisya dan Zian. Sama-sama egois pun sama-sama tak mau mengalah adalah penyebab utamanya.

Keinginan kembali bersama dibarengi dengan hadirnya orang ketiga yang silih berganti membuat mereka kesulitan menyatukan kepingan hati mereka. Akankah pada akhirnya sepasang insan itu bisa kembali merajut jalinan kisah yang indah?

chap-preview
Free preview
1. An End
(It's just an end or it's exactly a beginning?) Neisya meneguk satu botol air mineral sampai habis. Menyanyi benar-benar menguras energinya, tapi perempuan berambut ikal hitam itu begitu mencintai kegiatan olah vokal sejak kecil sampai sebesar ini. Bahkan kegiatan itulah ladang uangnya sekarang. Yah meskipun tidak pernah memiliki konser tunggal atau punya band sendiri, tapi menyanyi dari satu acara ke acara lain cukup menguntungkan gadis berusia dua puluh tiga tahun itu. "Langsung pulang Sa?" Tanya Fika, teman seprofesinya ketika ia masih sibuk memainkan tutup botol mineral yang sudah ia habiskan isinya. "Ya, habis bersihin make up nanti langsung pulang." Sahutnya mengalihkan pandangan ke arah Fika yang tampaknya telah selesai berkemas untuk pulang. "Yaudah gue duluan ya." Pamit Fika sambil berjalan menjauh setelah mendapat anggukan dari gadis itu. Neisya segera berdiri dan mengambil tasnya di loker. Lalu ia segera masuk kamar mandi untuk membersihkan make up nya saat manggung tadi. Selagi tangan kanannya mulai mengelap bedak di pipinya, tangan kirinya merogoh tas bagian dalamnya dan mulai mengeluarkan ponselnya. Dengan satu tangan, ia mengetikkan pesan singkat untuk kekasihnya Zian. Zian Pradipta, cowok kurus tinggi berprofesi sebagai polisi yang sudah kurang lebih tiga tahun ini mewarnai hidupnya. To : Zian Ketemu yuk di taman yang biasanya. See you :* Neisya tersenyum, hanya memikirkan Zian saja hatinya sudah berbunga-bunga. Akhir-akhir ini lelaki jangkungnya itu terlihat begitu sibuk hingga mereka sangat jarang bertemu. Dan hal itu membuat rindu dalam hati Neisya begitu membuncah. Saat dilihatnya bahwa kemarin adalah jadwal kepulangan Zian setelah dinas, perempuan penggila warna pink itu tanpa ragu mengajak cowok itu bertemu. Belum ada lima menit, pesannya langsung mendapat balasan. From : Zian Harus sekarang ya? Aku capek Nei. Kemarin baru aja pulang. Neisya tersenyum. Dari semua orang yang dikenalnya, hanya Zian yang memanggilnya Nei. Namun senyum cerah gadis itu segera memudar ketika ia membaca pesan balasan dari Zian yang menyiratkan bahwa lelaki itu enggan untuk menemuinya. Selalu seperti itu sebulan terakhir ini. Dengan ratusan alasan, lelaki berambut cokelat gelap itu menolak ajakan Neisya untuk pergi bersama. Tapi Neisya sudah teramat kesal sekarang, mau tak mau ia harus memaksa Zian agar lelaki itu mau menemuinya. To: Zian Gamau tau. Udah 2 minggu ga pernah ketemu bahkan jarang banget komunikasi. Kamu nggak kangen aku ya? Pokoknya 30 menit lagi aku tunggu di taman. Tak ada balasan lainnya. Dan setelah make up terakhir berhasil dibersihkan ia mencuci mukanya dan kemudian mulai membubuhkan bedak tipis dan lipcream yang selalu dibawanya di tas. Neisya menyambar jaket merah muda selututnya di tempat penitipan jaket dan helm di area parkir. Ini untuk pertama kalinya setelah tiga tahun berpacaran dengan Zian, lelaki bertulang muka keras itu tak melihat performa menyanyinya tanpa alasan yang jelas. Neisya menghela nafas lelah sejenak, lalu mulai mengendarai mobil Jazz putih bercorak hello kitty merah muda kesayangannya menuju taman kota. Keadaan jalanan yang lengang karena sedang jam kerja membuat Neisya tiba di taman tepat waktu. Setelah memarkirkan si hello kitty, perempuan itu membenahi rambutnya yang panjang sepunggung. Merapikan anak-anak rambut yang menjuntai di sekitar pelipisnya, lalu segera menuju sayap kanan taman itu. Tempat dimana ada dua buah ayunan yang biasanya selalu menjadi tempat kebersamaan mereka saat di sana. Ternyata Zian belum datang karena ayunan itu masih sepi. Sambil membuang jenuh, ia membuka aplikasi musik di ponselnya dan menyambungkan earphone. Neisya segera duduk di ayunan dan mulai menggerakkannya. Flashlight-nya Jessie J menjadi pilihan. I got all I need when I got you and I (Kumiliki semua yang kubutuhkan saat kumiliki dirimu dan aku) I look around me, and see sweet life (Kulihat sekitarku, dan kulihat hidup yang indah) I'm stuck in the dark but you're my flashlight (Aku terjebak dalam gelap tapi kaulah lampu senterku) You're gettin' me, gettin' me through the night (Kau membuatku bisa, membuatku bisa lalui malam) Can't stop my heart when you shinin' in my eyes (Tak bisa hentikan hatiku saat kau bersinar di mataku) Can't lie, it's a sweet life (Tak bisa berdusta, ini hidup yang indah) I'm stuck in the dark but you're my flashlight (Aku terjebak dalam gelap tapi kaulah lampu senterku) You're gettin' me, gettin' me through the night (Kau membuatku bisa, membuatku bisa lalui malam) Cause you're my flash light (Karena kaulah senterku) You're my flash light, you're my flash light (Kaulah senterku, kaulah senterku) Musik yang mengalun lembut membuat gadis itu terlalu hanyut dalam beberapa musik yang diputarnya sembari memejamkan mata. Ketika ia mengecek jam di ponselnya perempuan bermata hitam kelam itu terkejut, ternyata sudah dua puluh menit ia menunggu dan Zian masih belum datang. Neisya merengut kesal dan dengan segera ia mengetikkan pesan ke Zian. To : Zian Kamu emang udah nggak sayang lagi ya sama aku sampe segininya ga mau ketemu? Lima belas menit lagi kamu gak datang aku bakal pulang dan aku gak mau lagi nemuin kamu. From : Zian Ini lagi otw. Sabar dong. Neisya kembali memejamkan matanya ketika entah lagu yang keberapa mulai mengalun. Semua pikiran buruk tentang Zian seketika menyelimuti kepalanya. Namun semua pikiran itu segera ditepisnya pergi ketika sadar bahwa lelakinya itu memang menomor duakan dirinya dengan masyarakat. Bukankah ia ada untuk mengayomi masyarakat Indonesia? *** Zian mengeringkan rambut cokelatnya pelan. Matanya masih memberat, mungkin efek karena ia baru sampai di asrama polisi Surabaya tepat pukul dua malam. Jarak Kediri-Surabaya yang ditempuh dengan bus membuatnya sangat lelah. Namun saking lelahnya, lelaki itu bahkan hampir selalu gagal ketika mencoba memejamkan mata lebih dari lima menit. Baru ketika selesai salat subuh tadi ia bisa memejamkan matanya dengan tenang. Untung saja hari ini hari liburnya, coba saja tidak maka bisa Zian pastikan bahwa ia akan mendapat banyak hukuman dari atasannya. Dipindahkannya ia ke bagian Reskrim sebelum menjadi asisten pribadi sang calon Kapolda, Vano Pranoto membuatnya sibuk bukan main. Laporan apa saja harus segera dituntaskannya bersama timnya, lalu diajukan kepada Kepala Unit Reskrim untuk dimintai tanda tangan persetujuan. Asisten pribadi kapolda. Itulah impian yang ingin segera direalisasikannya saat ini. Lelaki berambut jabrik itu sadar bahwa ia harus memapankan dirinya untuk bisa mempersunting wanita pujaannya dalam waktu dekat. Neisya Rahma. Nama itulah yang sering muncul ketika Zian memikirkan perihal wanita pujaan. Bersama dengan perempuan penggila hello kitty itu selama bertahun-tahun membuatnya tak pernah berpikir panjang ketika ingin mempersunting. Tapi sepertinya menjadi lelaki mapan dalam jangka waktu yang singkat membuatnya harus berusaha sekeras mungkin. Mengorbankan semuanya meski -mungkin- hanya 'tuk sementara. Lamunannya terhenti ketika sebuah pesan masuk. Dari perempuannya. Zian mengulum senyumnya ketika ia merasa Neisya teramat rindu dari pesannya yang terkesan menuntut. Tapi ia enggan bertemu. Lelaki itu harus membatasi intensitas pertemuan mereka demi kebaikan bersama. Namun ia juga tak tega melihat kesungguhan Neisya untuk menemuinya. Mungkin perempuannya itu sudah menunggu di taman. Sambil berdecak ia mengetikkan balasan. Kekasih hatinya itu adalah salah satu gadis keras kepala. Ia tak akan berhenti sebelum keinginannya dituruti. Zian menyambar jaketnya beserta kunci motornya. Lelaki itu harus sesegera mungkin sampai di taman ketika ia ingat bahwa ada tugas penting setelah bertemu dengan Neisya. *** "Hei. Ada apa ngajak ketemuan?" Tembak Zian langsung tanpa diduga. Tak ada sapaan sayang ataupun elusan di puncak kepalanya seperti biasa saat mereka bertemu. "Lama banget." Gerutu Neisya lirih namun sempat ditangkap telinga lelaki itu. Ia mendengus kesal. "Macet. Emang ada apaan sih? Aku capek. Tau sendiri kan kalo kemarin aku baru aja pulang?" "Kamu kok gitu sih aku kan kangen. Udah nggak pernah ketemu, jarang chat lagi. Sibuk banget sih." Neisya menghampiri Zian lalu duduk di sebelah lelaki itu. "Ya tapi besok-besok kan bisa. Nggak harus sekarang." Jawab Zian datar. Ia tetap bergeming bahkan saat perempuan itu duduk tepat di sebelahnya. "Apa sih. Kangennya sekarang kok ketemuannya besok-besok." Perempuan bermata bulat itu menggelayut manja di lengan Zian sesaat sebelum lelakinya melepaskan tangan mereka yang bertaut secara perlahan. "Jangan gini deh Nei. Aku lagi capek. Beneran." "Kamu kenapa sih, Yan? Sensitif banget. Aku ada salah apa sama kamu? Bilang dong, jangan kayak gini!" Neisya bangkit dari duduknya, berkacak pinggang di depan lelaki pujaannya itu. "Atau kamu emang udah nggak sayang lagi sama aku, ya? Iya?" Tembak Neisya sekali lagi. Tak memberi kesempatan cowok di hadapannya ini untuk sekadar bersuara. "Ngomong apaan sih Nei. Jangan ngelantur deh." Zian mendengus kesal. Sial! Kenapa juga harus dia yang kesal.? Memang siapa yang berbuat salah? Zian kan? Yang salah bukan dia tapi mengapa juga lelaki itu yang kesal. "Ya habisnya aku bete. Kita tuh jarang ketemu, tapi sekalinya ketemu jadinya kayak gini. Berantem terus. Padahal aku udah sabar ngadepin kamu yang selalu menomor duakan aku di atas kepentingan rakyat." "Lah kan emang harusnya gitu? Aku polisi, ya harus mengayomi rakyat dong." "Tuh kan. Gitu aja kamu udah marah? Seharusnya emang aku yang perlu nanya ke kamu ada apa?" Neisya semakin kesal. Entah mengapa mood lelaki itu selalu jelek akhir-akhir ini. "Udah deh, aku capek berantem sama kamu." Percakapan terhenti karena ponsel Zian berbunyi nyaring. "Ya? Halo?" Sapa cowok jangkung di hadapan Neisya pada suara di seberang. "..." "Oh sekarang ya? Kuliahnya udah selesai?" "..." "Oke deh bentar lagi on the way. Bye." Sambungan telepon diputus oleh Zian. Lelaki itu mengarahkan wajahnya pada Neisya. "Apa?" tanya Neisya garang ketika ia tahu arti tatapan lawan bicaranya. Tatapan yang seakan berbicara bahwa ia sepertinya harus pergi. "Aku harus... emm pergi." Tukas lelaki itu pada akhirnya. Lagi! Kejadian seperti ini entah sudah berapa kali terjadi dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Pertemuan mereka selalu berakhir menyedihkan seperti ini. Sang lelaki yang harus meninggalkan wanitanya sendirian di tempat kencan mereka. Sungguh ironis! "Oh jadi gosip itu semuanya beneran?" Neisya menyipitkan matanya. Matanya yang bulat menyendu. Kecewa pada kenyataan yang lama-kelamaan akan dipaparkan lelaki pujaan hatinya. "Apanya yang bener sih?" Alis tebal lelaki dihadapannya bertaut. Sama sekali tak mengerti arah pembicaraan gadis cantiknya itu. "Nggak usah sok polos kamu. Kamu kira aku nggak dengar soal affair kamu sama salah satu mahasiswi itu? Kenapa harus gini sih, Yan? Kenapa semuanya harus berantakan cuma gara-gara kamu bosan dan karena ada pemeran penggantiku? Apa cerita kita selama hampir tiga tahun ini nggak cukup kuat buat dijadiin alasan bahwa hubungan kita layak diperjuangkan sampai kapanpun?" cukup sudah. Mungkin inilah saatnya Neisya menumpahkan segala kegundahan tentang perilaku kekasihnya beberapa minggu terakhir ini. "Makin ngaco deh kamu. Pake nuduh orang sembarangan. Siapa juga sih yang ada affair sama mahasiswi? Kalo kamu nggak punya bukti jangan nuduh sembarangan deh." Zian malah terlihat ikut kesal. Suaranya meninggi satu oktaf dari sebelumnya. Demi Tuhan, lelaki itu bahkan tak pernah berkata dengan nada setinggi itu selama tiga tahun ini. Mengapa sekarang dia berubah? Benarkah yang selalu ada akan tergantikan oleh yang istimewa? "Bukti? Kamu mau bukti?" Neisya merogoh sakunya, mengeluarkan ponselnya secepat mungkin. Ia membuka galerinya dan menunjukkan beberapa foto Zian sedang menjemput seorang gadis kuliahan di universitas ternama di kota ini. Terlihat jelas dalam foto itu bahwa si gadis sangat manja dengan lelaki yang menyandang status sebagai kekasihnya itu hingga beberapa kali ia tertangkap kamera sedang bergelayut manja pada lengan Zian. "Ini tuh adek aku. Adek... sepupu iya adek sepupu. Apa salahnya sih jemput adek sepupu pulang kuliah?" Zian berpura-pura tertawa. Namun tawa sumbang itu jelas mampu ditangkap telinga Neisya. "Kamu kira aku bodoh atau apa sih, Yan? Kamu kira waktu tiga tahun itu nggak cukup buat aku ngenal dengan baik keluarga kamu. Atau kamu lupa kalau kamu itu anak bungsu sekaligus cucu paling kecil di keluarga besar kamu. Jadi adek sepupu yang dari mana? Sepupu siapa? Dan satu lagi, aku kenal dan bahkan aku sudah pernah ketemu sama semua anggota keluarga besar kamu. Kamu nggak bakat bohong Yan. Udah keliatan. Basi tau nggak!" semprot Neisya tak tanggung-tanggung. Sungguh gadis itu tak pernah mengerti bahwa Zian nya benar-benar telah berubah. "Itu sepupu jauh aku. Kamu nggak pernah ketemu sama dia, makanya nggak tau." Zian masih berusaha mengelak. Menutupi kebohongan sebelumnya. "Kamu berubah-" perkataan Neisya terhenti karena ponsel Zian kembali berdering. Lelaki menoleh dan menatap mata lawan bicaranya yang semakin menyendu, meminta pengertian agar ia dibiarkan pergi. Neisya segera merebut ponsel itu dari tangan Zian lalu menerima panggilan dari kontak bertuliskan 'Sari'. "Halo Kak Zian? Kok lama banget sih? Aku udah lumutan nih nunggunya. Eh, kakak lapar nggak? Kita jalan ke mall dulu yuk, aku mau sekalian ke toko buku soalnya. Nanti kalau makan siang kita ke foodcourt di situ aja, ada yang jualan sushi baru loh katanya. Jangan lama-lama ya, aku udah kangen nih. Hehehe." Neisya tak bergeming. Ternyata sudah sejauh ini hubungan mereka. Lelaki bertubuh tinggi kurus itu berusaha menggapai ponselnya namun Neisya terus menghindar. "Halo, ini siapa? Kamu jangan macam-macam nelpon pacar saya ya. Zian sudah punya pacar. Ingat, SUDAH PUNYA PACAR. Jadi saya minta kamu jangan ganggu pacar saya lagi. Kamu ngerti?" tanpa menunggu jawaban dari seseorang bernama Sari tadi, gadis itu segera memutus sambungan secara sepihak. "Kamu apa-apaan sih Nei. Nggak sopan banget!" Pekik Zian marah. "Oh jadi kamu mempermasalahkan ke-nggak sopanan aku? Ternyata udah sejauh itu ya hubunganmu sama dia? Keren Yan. Keren banget kamu nyembunyiin ini semua dari aku selama ini. Pantes aja sikapmu beda satu bulan terakhir, oh ternyata ini alasannya." "Terserah kamu mau bilang apa. Kamu udah berantakin semuanya padahal aku lakuin ini semua buat kebaikan kita." "Oh ya? Apa aku harus percaya?" "Kalau kamu nggak percaya aku juga gak akan maksa, gak ada gunanya. Kamu keras kepala!" Kini Zian mulai melangkah menjauhi perempuan itu. "Terus aja jalan menjauh. Itu artinya dia emang lebih penting dari aku." Zian berhenti sejenak lalu menoleh, tapi kakinya sama sekali tak bergerak mundur ke arah Neisya. Lelaki itu hanya diam, menatap wajah penuh amarah milik perempuan yang menjadi cinta pertamanya dengan sepenuh rasa menyesal. Ada satu rahasia yang tak boleh diketahui perempuan itu. Dan itu tak hanya menyiksa Neisya tapi juga menyiksa lelaki itu sendiri. "Neisya please stop with your childish attitude. Ini semua demi kebaikan kita." Ucapnya lirih sekali lagi agar perempuan itu mau mengerti posisi sulitnya. "LO COWOK b******k YANG PERNAH GUE KENAL! Bisa-bisanya ada cowok yang bilang kalau selingkuh itu buat kebaikan bersama." Bentak Neisya. Lelaki itu terhenyak, merasa kaget luar biasa. Ini untuk pertama kalinya dalam tiga tahun bersama, gadis itu berani membentaknya di muka umum. Berbeda dengan kepribadiannya sehari-hari yang lemah lembut. "Bukan gitu. Tapi kali ini penting dan masalahnya nggak hanya se-simple perselingkuhan karena aku nggak selingkuh!" Jerit Zian frustasi. Diacaknya rambut jabrik kusutnya sendiri. Dia bingung, entah dengan cara atau kalimat apa agar perempuannya itu mengerti. "Terus kenapa dia yang lebih penting Yan?" Nada suara Neisya melemah. Merasa sangat lelah. "Karena ada satu alasan yang nggak bisa aku ceritain ke kamu." "Kenapa aku nggak boleh tau? Sebegitu nggak pentingnya kah aku buat kamu sampai kamu nyembunyiin rahasia dari aku? Sejak kapan juga kita main rahasia-rahasiaan kayak gini Yan?" "Kita tuh cuma pacaran Nei. Belum jadi suami istri. Nggak semua urusanku harus kamu ketahui. Saat ini, urusanku ya urusanku. Urusanmu ya masih jadi urusanmu tanpa harus semuanya kuketahui. Aku juga butuh privasi, kenapa sih kamu nggak ngerti juga?" suara Zian kembali meninggi. Merasa kesal karena daritadi gadis berambut hitam panjang itu terus membantah setiap kata yang diucapkannya. Neisya berjalan cepat menuju tempat dimana Zian berdiri lalu menghadap ke arah lelaki itu. Ditatapnya jelaga pekat di depannya. Manik mata hitam sehitam miliknya juga ikut menyelami netranya. Mereka seakan menciptakan dimensi lain yang lebih menarik daripada apapun di sekitarnya. "Oke kalau itu maumu. Kita urus urusan kita masing-masing. Mulai hari ini, jam ini, menit ini, bahkan detik ini. Kita P-U-T-U-S!" Satu tetes airmata jatuh beriringan dengan keputusan final yang baru saja Neisya katakan. Tapi secepat kilat gadis itu menghapus airmatanya. Ia tidak akan mau jika harus terlihat lemah dihadapan Zian. Apalagi disaat-saat seperti ini. Ia segera beranjak dari taman itu. Hatinya sakit mendengar apa yang dikatakan lelaki itu. Ia benar-benar marah, kecewa atas apa yang telah terjadi dalam hubungan mereka. Belasan langkah telah terlewati dari tepatnya berdiri semula. Jauh di dasar hatinya, ia ingin lelaki itu menahan tangannya dan meminta maaf agar perpisahan ini tak terjadi. Tapi ekspektasi hanyalah ekspektasi, tak kan selalu jadi realita. Tak ada cekalan tangan yang menahan langkahnya, bahkan hanya sekadar teriakan yang meneriakkan namanya saja tak terdengar. Berarti inilah pilihan Zian, ia benar-benar melepas hubungannya dengan Neisya hanya untuk seorang yang baru hadir di hidupnya. Memang benar kata orang, bahwa yang selalu ada bahkan tak cukup membuat seorang lelaki bertahan. Akan selalu ada godaan yang datang dari sesuatu yang baru. Derai airmata Neisya makin deras ketika kakinya menginjak pintu keluar taman. Sampai sejauh ini, Zian tetap membiarkannya pergi. Ingin hati melihat ke belakang, tapi apa daya jika emosi sedang berkuasa. Neisya berusaha menguatkan hatinya, bahwa memang takdir hubungannya dengan Zian hanya sebatas hari ini. Bahwa mungkin saja bukan lelaki itu sumber kebahagiaannya. Cepat-cepat ia berjalan ke area parkir dan masuk ke mobil. Sungguh ia tak akan membiarkan airmatanya jatuh di sembarang tempat. Sesenggukannya tak kunjung berhenti. Bahkan ia tak sanggup mengemudikan mobilnya sendiri. Dirogohnya bagian dalam tasnya, mencari ponsel pink-nya. Mengetikkan suatu pesan untuk Karin, meminta sahabat terdekatnya itu agar segera menjemput. Sembari menunggu Karin, ditelungkupkannya kepalanya pada kemudi mobil. Sesak ini tak berujung. Pun sakit hati ini mendera tanpa henti. Neisya mencengkram kemudi mobilnya erat-erat. Rasa sakit ini terasa sangat menyesakkan hati. Perempuan berwajah bulat itu tak tahu sudah berapa lama ia menelungkupkan kepalanya dan menangis tersedu-sedu seperti ini. Ia membiarkan airmatanya mengalir deras. Gadis itu bahkan tak peduli pada tatapan penasaran orang yang kebetulan ada di tempat parkir taman ini. Dipukulkannya kedua tangannya yang mengepal pada kemudi tak bersalah. Biarkan. Ia memang menolak memikirkan semua hal kecil seperti itu. Hanya satu yang gadis berwajah bulat itu pikirkan, bagaimana bisa Zian membiarkan kisah mereka berakhir dengan mudahnya. Tanpa pencegahan ataupun penjelasan. Neisya bingung, matanya menyorot ke seluruh penjuru taman. Dalam keadaan seperti ini jelas ia tak akan sanggup menyetir dengan tenang. Dan walaupun sesedih ini namun ia juga tak mau mati konyol. Neisya tak mau 'Seorang Gadis Mati Kecelakaan Karena Putus dengan Pacarnya' menjadi headline news esok hari. Tangan lentik itu merogoh tasnya untuk mengambil ponsel dan mulai menghubungi Karin karena setahunya taman ini dekat dengan sekolah dimana sahabat dekatnya itu mengajar. "Halo?" Sahut suara di seberang ketika pada dering ketiga sambungan telepon itu diangkat. "Ha-halo Rin, lo dimana?" Neisya mati-matian menyembunyikan sisa isakannya, namun sepertinya itu sia-sia saja. Suara seraknya seperti keluar begitu saja tanpa ada perintah. To Be Continue.... With Love, AkuKirana

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
173.5K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.3K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.6K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.8K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.8K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
46.2K
bc

Pengganti

read
301.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook