1. Mbaknya Serem ...

1217 Words
Setelah pemotretan yang mereka jalani kemarin. Hari ini, keduanya bersiap untuk acara yang akan diadakan di hutan belakang sekolah. Niel dan Milana sedang bersiap di depan asrama, keduanya membawa tas kecil yang berisi perlengkapan untuk di dalam hutan sana. “Di sana ada apa sih?” tanya Milana yang memang belum pernah berkunjung ke bagian belakang sekolah. “Gak tau,” jawab Niel singkat. “Jangan jauh-jauh, entar lu diembat rubah betina,” ujar Milana sambil menarik tangan Niel agar lebih mendekat. Niel hanya mendengus kesal dengan sikap pacarnya itu. Mereka kini sedang menunggu aba-aba dari kepala sekolah. Dan sebelum masuk ke dalam hutan itu, anak inti berkumpul sesuai tempat yang sudah ditentukan. Milana yang tidak begitu tahu harus mengenakan apa, saat ini ia sedang mengenakan celana pendek dengan hoodie. Rambutnya dikuncir kebelakang tinggi-tinggi hingga memperlihatkan leher jenjangnya. Tanpa Milana sadari, wajah Niel terlihat merona dan beberapa kali sikapnya seperti sedang menghindari Milana. “Lu kenapa sih?” tanya Milana yang mulai merasa aneh. “Gapapa.” Milana kini berdiri di depan cowok itu, lalu ia meraih tangan Niel agar memeluknya dari belakang. Niel dengan cepat menolak posisi itu, langkahnya sedikit mundur, dan membuat Milana berbalik badan. “Kenapa sih!” Niel mendekati Milana, tangannya mulai melepaskan ikatan rambut pacarnya itu. Niel juga merapikan rambut Milana agar menutupi bagian lehernya. “Kan gerah, Niel … kok dilepasin kuncirnya?” “Mau nurut apa gue pergi?” Sebuah pilihan yang berat untuk Milana, dan cewek itu memilih diam. Tidak lama kemudian, ponsel Milana berdering. Nama Theo tertera di layar ponselnya, dan ia menerima panggilan telepon itu. “Ya, Kak?” “Lu dimana?” “Depan asrama, sama Niel,” jawab Milana. “Kita udah ngumpul di pintu masuk hutan, buruan ke sini!” “Oke.” Sambungan telepon itu terputus, dan Milana mulai menarik tangan Niel untuk segera menemui para anggota inti. Sampai ditempat yang Theo maksud, mereka akhirnya bergerak menuju bagian dalam hutan. Milana berjalan dengan masih menarik tangan Niel. Hingga Theo yang melihat hal itu menjadi sedikit risih. “Kuda nil kagak bisa jalan sendiri? Harus ditarik gitu emang kalo jalan?” tanya Theo. “Hmm? Milana sendiri yang emang suka narik, habisnya kalo gak gini, entar ada rubah betina yang culik pacar gue,” jelas Milana. “Yaelah, muka kek tembok aja, emang ada yang mau selain lu?” “Banyak, Kakak aja yang gak tau pesona tebing es satu ini,” jawab Milana dengan melirik Niel yang sejak tadi hanya terdiam. Sampai di tempat tujuan, mereka duduk begitu saja karena kelelahan. Napas Milana tersengal, tenggorokannya juga mulai kering. Saat ia sedang mencari keberadaan botol minumannya, Niel dengan segera memberikan botol minum pada pacarnya itu. “Minum.” Milana menengadahkan wajahnya dan meraih botol minum itu. Milana meneguknya dengan cepat hingga ia tersedak. “Uhuk … uhuk.” “Pelan aja kenapa! Gak ada yang mau minta juga,” omel Niel sambil mengusap punggung Milana. Saat anak inti sedang membicarakan mengenai rencana untuk menjahili anak bayangan. Tiba-tiba saja Ranjiel memberitahu jika hantu yang saat ini berada tepat di atas mereka adalah nyata. Sontak hal itu membuat semua anggota inti lari tunggang langgang. Begitu juga Niel yang berlari seorang diri, dan saat sadar Milana ternyata masih duduk di tempatnya. “Lu ngapain, astaga!” ucap Niel yang akhirnya menarik tangan Milana untuk berlari. “Kenapa lari?” tanya Milana. “Diem! Lari aja!” ujar Niel. “Itu cewek temennya Kak Anjiel ngapain ikutin kita?” tanya Milana dengan polos. “Mampus!” Milana semakin tidak mengerti, kenapa mereka harus bermain saling mengejar di tengah hutan yang gelap itu. Teriakan bahkan suara tawa beberapa hantu membuat bulu halus pada tubuh Niel berdiri. Tetapi tidak dengan Milana yang masih kebingungan. “Niel, mbaknya ikutin terus! Itu loh ….” “Diem! Lari aja!” seru Niel. “Lari kemana? Orang kita dari tadi lari balik lagi kesini,” ujar Milana. Niel menghentikan langkahnya ,dan melihat ke sekitar. “k*****t!” “Niel, mbaknya mukanya serem! Rambutnya gak pernah di sisir ya?” tanya Milana. “Lu bisa diem gak sih!” “Niel kok marah? Lala salah apa?” tanya Milana dengan polos. Niel terlihat sedang berpikir, dan saat itu ia melihat seseorang berlari kea rah pintu keluar hutan. Dengan segera Niel kembali menarik tangan Milana untuk berlari. Namun, sial bagi Milana, kakinya terkilir saat hendak melangkah. “Akh! Niel … sakit,” keluh Milana. “Ngerepotin aja sih!” Niel segera meraih tubuh Milana dan membawanya pergi dari sana. Sampai diluar hutan, keduanya terlihat sangat kelelahan. Terutama Niel yang harus menggendong pacarnya itu. “Niel … kaki gue sakit,” keluh Milana. “Iya, bentar … tahan ya.” Niel memijat perlahan kaki Milana, dan saat Milana memejamkan mata untuk menahan raga sakit itu, Niel segera menarik dan membenarkan posisi tulang kaki Milana yang bergeser. “ARGH!” teriak Milana. Niel dengan segera memeluk Milana dan membenamkan wajah pacarnya ke dalam pelukannya. “Sakit, Niel … hik,” ucap Milana dengan terisak. “Kita balik aja,” ujar Niel. Niel kembali menggendong Milana menuju parkiran mobil sekolah, cowok itu tidak peduli lagi dengan kegiatan yang menurutnya tidak penting. Langkahnya sedikit tertatih karena berat tubuh Milana tidak ringan. “Sakit?” tanya Niel. “Iya, masih nyeri dikit,” ujar Milana. “Bentar lagi sampek, lu langsung istirahat aja,” ujar Niel. Milana mengangguk mengerti, lalu ia semakin mempererat pegangan tangannya agar tidak terjatuh. Saat di parkiran mobil, Niel baru saja tersadar jika kunci mobilnya tertinggal di dalam hutan. Dan ia bukan anak bodoh yang kembali demi mendapatkan kunci mobil.beberapa kali, Niel menggelengkan kepala seperti sedang membuat pilihan. “Lu kenapa?” tanya Milana. “Kunci mobil ketinggalan di dalam,” jelas Niel. “Terus gimana? Itu mbaknya ada di sana nungguin kita, tuh, tuh … tangannya manggil-manggil,” ujar Milana. “Mampus! Lu beneran ya! Itu tuh setan, astaga ….” “Setan? Hnatu? Itu hantu?” tanya milana. “Iya, Lala ….” “Kan gue gak tau, Niel. Gue gak bisa bedain mereka, habisnya sama aja, kayak yang di kamar mandi-“ “Stop! Lala!” seru Niel. Milana terdiam mendengar Niel berseru, entah apa yang membuat Niel kesal. Akhirnya cowok itu memilih membawa Milana untuk menuju ke asrama GTM. Tidak ingin berlama lagi di luar ruangan, Niel sudah cukup lelah dengan menggendong pacarnya itu. Sampai di asrama, Niel mengantarkan Milana hingga sampai di kamarnya. Perlahan ia merebahkan tubuh pacarnya itu. Sebelum pergi dari sana, Niel juga melepaskan sepatu Milana dan hoodie yang dikenakannya. Cowok itu juga menyalakan AC yang ada di kamar itu, dan menarik selimut untuk menutup tubuh Milana. “Niel, temenin … jangan pergi,” rengek Milana. Milana menggeser posisinya dan menyuruh Niel untuk bergabung dengannya di atas ranjang. Akhirnya Niel memenuhi keinginan Milana dengan menemaninya di atas ranjang. Milana memeluk tubuh Niel dengan erat, seakan tidak akan melepaskannya lagi. “Gue sayang ama lu,” ucap Milana sebelum benar-benar terlelap. Niel mengecup puncak kepala Milana, dan tangannya membelai rambut Milana yang panjang dan halus itu. Lelah? Tentu saja cowok itu juga ingin segera kembali ke kamarnya. Akan tetapi, ia tidak tahan lagi untuk membuka matanya. Niel memejamkan mata dan ikut terlelap di samping Milana. Keduanya tidak peduli dengan orang-orang yang kini sedang mencari dimana keberadaan mereka.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD