7. Setelah Jurit Malam

1951 Words
Setelah susah payah Bambang menebak teka-teki itu. Akhirnya regu Bambang mendapatkan clue, selanjutnya. Clue kedua yang mereka dapat adalah Janji. Mereka berlima mulai memikirkan hal itu. Sepanjang perjalanan menuju pos ke-tiga, mereka kembali berbincang di antara dinginnya malam dan hutan rimbun yang terlihat magis. “Hei! Kawan! Berarti kita sudah memiliki dua kata kunci tentang apa yang harus ditebak ... sejarah dan Janji ... apa kira-kira?” Sam mulai memikirkan hal itu. “Yang pasti bukan soled, Sam!” Jae masih kesal pada Bambang, gara-gara Games tebak kata tadi. “Masih dibahas mulu, Jae?” Bambang hanya bisa menahan tawa. “Au ah! Gua masih kesel ama lu.” Jae melirik Bambang di antara kegelapan. Mereka berbincang di antara rimba yang tak pernah mereka tapaki sebelumnya. Malam keakraban menjadi momen tak terlupakan bagi setiap mahasiswa baru. Waktu menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Mereka masih berjalan menuju pos tiga. Seketika Bambang menghentikan langkahnya dan menatap ke atas. Semua teman satu kelompoknya pun ikut berhenti sejenak. Mereka melirik di sekitar hutan itu. Terdengar beberapa suara seperti ranting kering yang terinjak. Jae dan Sam saling mendekat dan memegangi lengan Bambang. Begitu pula dengan Tasya dan Dela. Mereka berpelukan dan berdiri di dekat Bambang. Jae menatap sekelilingnya seakan banyak pohon yang melambaikan dahannya pada Jae. Begitu pula dengan Sam yang memikirkan kesunyian yang terus melahap keberanian mereka. “Bang! Heh? Melihat apa kau?” bisik Sam pada Bambang. “Itu!” Bambang masih menengadahkan kepalanya. “Set—setan?” Jae kembali bertanya sembari berbisik. “Kalian kenapa sih?” Bambang justru bingung melihat keempat temannya berkumpul mendekat padanya. “Lah, pan tadi elu, yang tiba-tiba berhenti, terus tengak-tengok ... kita mikir lu lihat penampakan!” Jae memperjelas dan masih berbisik. “Siapa yang lihat setan, Jae ...? Aku itu lihat langit! Lihat deh! Indah banget ... terbentang luas bertabur bintang ... betapa kita harus bersyukur atas nikmat yang tiada tara ini ... rasanya nyaman banget lihat gugusan bintang di langit malam, menatap langit malam menyadarkan kita ... betapa kecil kita di hadapan Tuhan, tidak ada gunanya menyombongkan diri ... lihat saja lngit itu, walau di atas ... tapi meneduhkan dan melindungi apa yang berada di bawahnya. ” Bambang menengadahkan kepalanya melihat langit malam. “Ya Ampun ... hati aku lumer deh sama Bambang! Super romantis, ganteng, dan supel ....” Tasya bergumam dalam hatinya sembari menatap Bambang. Lagi-lagi, Bambang mampu meluluhkan hati perempuan hanya dengan menatap langit malam. *** Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai pada pos ke-tiga. Mereka sudah disambut oleh beberapa panitia. Di sana terlihat ada satu kotak yang ditutup oleh kain berwarna gelap yang ditaruh di atas meja. Kelompok Bambang sudah berbaris. Lalu panitia menjelaskan permainan di pos ke-tiga. “Selamat datang di Games berikutnya ... baiklah, akan saya jelaskan ... di pos tiga ini, kalian harus menebak hewan apa yang ada di dalam kotak tertutup itu ... masing-masing peserta diberi waktu satu menit untuk menebaknya ... caranya, tangan kalian masuk ke dalam kotak itu lalu raba dan pegang hewan yang ada di dalamnya ... setelah semua peserta menjalani Games seru ini, kalian boleh berunding untuk menebak satu saja hewan yang ada di dalamnya ... jika jawaban kalian benar, maka kami akn memberikan clue ke-tiga untuk kelompok kalian! Apa bisa dipahami?” tanya salah seorang panitia. “Paham ....” jawab mereka lantang. “Mengerti?” tanya panitia sekali lagi. “Siap! Mengerti!” jawab mereka dengan tegas. “Silakan mulai! Siapa duluan?” tanya panitia pada mereka. “Jae! Kau duluan saja!” Sam meminta Jae untuk mengawalinya. “Lu aje kali! Gua belakangan aje!” Jae merasa sedikit geli. “Ayo cepat!” Panitia segera memberikan waktu. “Ya sudah, panitia memutuskan siapa yang harus memulainya!” Panitia menentukan yang pertama mengawali Games itu adalah Jaelani, dilanjutkan Tasya, lalu Sam, Dela, dan Bambang. Jae terlihat sedikit ragu dan takut dengan hewan yang ada di dalam. Ia terlihat membaca doa sebelum melaksanakan tugasnya. “Ayo ... Jae, semangat!” teman-teman yang lain menyemangati. “Bismillah ....” Jae sudah mulai memasukkan tangannya. “Aaarrgghh!” teriak Jae memecah kesunyian. “Apa, Jae?” Sam mulai gelisah. “ Ini apaan ye? Kecil berbulu! Hiii ....” Jae merinding dibuatnya. Satu menit yang harus Jae lalui sudah berakhir. Kini giliran Tasya yang harus melakukan tantangannya. “Aku takut sumpah! Kak ... ini hewannya aman kan ya?” Tasya ingin kepastian. “Aman! Silakan!” panitia mempersilakan Tasya untuk melanjutkan. “Bismillah ....” “Aw ... aduh! Apa ya? Geli-geli begini?” Tasya merasa yakut sehingga menarik tangannya lagi. “Apa? Mirip apa?” Sam penasaran, karena sebentar lagi adalah gilirannya. “Mirip apa ya? Aku nggak tahu ... geli!” Tasya tidak mau memasukkan tangannya lagi. “Udah, kamu aja! Buruan! Aku geli!” Tasya mundur dan menyuruh Sam untuk melanjutkan. Sam berdoa dan menarik napas dalam sebelum memasukkan tangannya ke dalam kotak tersebut. “Bah ... apa ini? Berbulu!” Sam berteriak dengan ekspresi wajah ketakutan bercampur geli. “Apa lagi ini ...? Aaarrrggghhh ... seperti buntut cicak!” Sam meracau karena ketakutan. “Bah! Takutlah aku! Sudah! Dela lanjut saja kau!” Sam pun menghentikan tangannya meraba hewan yang ada di dalam, lalu ia tarik mundur. Dela pun sama, ia merasa takut dan geli. Sehingga ia hanya meraba sebentar hewan apa yang ada di dalamnya. Dela merasakan ada bulu geli di dalam kotak. Namun ia tidak mengetahui dengan jelas, apa yang ia raba. Kini giliran Bambang yang akan unjuk gigi. Ia melakukan pemanasan sebelum memulai aksinya. Bambang merentangkan tangan, memutar kepalanya, meregangkan otot bagian kaki. Bambang seakan merasa seperti atlet yang akan segera bertanding. “Ayo, Bang! Jangan sampai gagal! Pokoknya gua kagak mau tahu ... lu kudu megang salah satunya! Kudu benar! Awas kalo salah!” Jae mmengancam “Ayo, Bambang! Bambang! Bambang!” semua teman menyerukan namanya. “Psssttt!!! Kalem!” Bambang tersenyum pada semua teman dan juga panitia. “Bismillah ... kalem! Gini-gini juga sering ikut bantuin Mamak nyemplung ke sawah buat nanem padi!” Bambang berusaha memantapkan hatinya. Walau merasa sedikit takut. Bambang sangat takut dengan binatang melata. Namun kali ini ia memberanikan dirinya. “Bismillah ....” Perlahan, Bambang memasukkan tangannya ke dalam lubang di atas kotak itu. “ Aw ... aw ....” teriak Bambang. “ Kenape, lu?” Jaelani menanyakan alasan Bambang berteriak. “Nggak!” wajah Bambang sangat polos ketika terkejut seperti itu. Bambang mencoba memasukkan tangannya ke dalam kotak itu lagi. “Aw ... aduuuh—duh –duh ....” Ekspresi Bambang membuat semua yang di sana menahan tawa. “Eittt ... Aw ... aw ... lembek-lembek dingin!” teriak Bambang sembari berusaha menebak hewan yang ada di dalamnya. “Aw ... Aaarrrggghhh!” Teriak Bambang hingga ia melompat dan dengan cepat mengeluarkan tangannya. “Apaan? Bambang?” Jae ikut penasaran. “Uler ... kayaknya ... lembek-lembek, dingin, panjang ... ada bulu-bulu juga ....” Bambang terlihat bingung dan kembali memasukkan tangannya lagi. “Hah? Cemana kau ini? Uler macam apa itu?” Sam menggerutu sembari berpikir. “Eh, Bambang! Lu makin kesini, makin ngaco! Mama ade uler berbulu? Ulet bulu kali?” Jae semakin gemas pada temannya itu. “Aw ... Aw ....” Bambang mengeluarkan lagi tangannya. “Apa, Bang?” Tasya penasaran. “Belum, Sya ... baru aja aku masuk tapi geli duluan!” Bambang jujur dengan wajah polosnya. “Ayooo ... waktu tinggal sebentar lagi!” Panitia berusaha mengingatkan. Bambang berusaha konsentrasi dan memberanikan dirinya untuk memasukkan tangannya lagi. “Adudududu ... apa kiye? Lembek, dingin, ada yang jalan berbulu ... eeiiittt ... ini nyokot, lompat, menclok....” Bambang sangat konsentrasi. “Ya! Sudah selesai waktunya! Silakan berdiskusi!” Panitia memberikan waktu berdiskusi selama lima menit. “Bambang! Menurut kau, yang tadi itu hewan apa?” Sam memulai diskusi. “Coba Sam, kamu ingat-ingat! Hewan apa yang ada di dalam?” Bambang mulai mengumpulkan kesamaan dari apa yang teman-temannya rasakan. “Ada yang berbulu, kecil, ada juga seperti buntut cecak” Sam menjawab singkat. “Jae?” Bambang meminta jawaban Jaelani. “Berbulu, geli, kecil.” Jae menjawab lebih singkat. “Sya?” Bambang menatap Tasya. “Geli, Bang! Kayak ada daging-daging, tapi ada bulu juga,” jawab Tasya yang selalu suka pada Bambang. “Dela?” Bambang meminta jawaban Dela. “Kalau aku geli berbulu, sama ada yang menclok di tangan.” Dela pun terlihat geli. “Lu apaan?” Jae berbalik tanya pada Bambang. “Macem-macem ... ada yang lembek dingin panjang, ada yang kecil berbulu berlarian, ada juga yang terbang menclok di tangan.” Bambang mulai menduga salah satunya. “Menurut kau apa, Bang?” Sam penasaran. “Di sana ada beberapa hewan ... ada belalang, hamster, uler, cecak ... mau jawaban mana?” Bambang memberikan pilihan. “Hamster atau belalang?” Jae mantap. “Setuju, ya? Kita jawab ini?” Bambang meyakinkan semua tamannya. “Oke!” Semua setuju. Bambang pun menjawab dengan jawaban sesuai kesepakatan. Ternyata jawabannya benar. Akhirnya mereka mendapatkan clue berikutnya. Panitia memberikan clue Sumpah. *** Sepanjang perjalanan menuju pos empat. Kali ini jarak antara pos ke-empat dengan pos ketiga tidak begitu jauh. Mereka sudah sampai. Di pos keempat mereka diminta menyanyikan lagu wajib nasional Bangun Pemudi Pemuda. Ketua regu ditugaskan menjadi dirigen yang memimpin paduan suara. Bambang merasa dirinya tidak bisa menjadi dirigen. Namun teman-temannya mendukung Bambang, sehingga dengan percaya diri Bambang memimpin. Selama itu, diam-diam Medusa melihat penampilan Bambang dari balik pohon yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia merasa Bambang adalah sosok laki-laki yang selalu bisa membuat suasana menjadi hidup. Seperti yang ia lihat sekarang ini. Sayangnya, Medusa bukan tipe perempuan yang menunjukkan pesonanya atau cari perhatian. Sehingga jika dirinya mengagumi seseorang, maka akan ia pendam dalam hatinya saja. Bambang dan teman-temannya telah menyelesaikan tugas mereka di pos empat dengan baik. Walau menurut Jaelani, gerakan Bambang tidak mirip seperti dirigen pada umumnya, melainkan lebih mirip seperti orang yang sedang mengecat tembok. Namun lagu wajib yang mereka bawakan, berhasil dinyanyikan dengan benar dan hikmat. Panitia pun memberikan clue berikutnya yaitu Pemudi Pemuda. Semua terasa menyenangkan, hingga mereka sampai di pos terakhir. Medusa ada di sana. Bambang yang tadinya semringah berubah menjadi pendiam ketika mengetahui ada Medusa di sana. Panitia sudah membariskan mereka, lalu mereka diminta memberikan jawaban dari setiap clue yang sudah mereka dapatkan. Namun sebelum mereka memberikan jawaban, masing-masing anggota kelompok diminta untuk memberikan penilaian jujur terhadap kuesioner yang diberikan panitia. Bambang sedikit ragu untuk memilih kakak senior paling ditakuti. Dari lubuk hati terdalam, Bambang merasa takut pada tatapan Medusa. Entah mengapa jantung Bambang berdegup kencang ketika berpapasan atau saat Medusa menatapnya. Namun Bambang mengartikan itu semua sebagai rasa takut karena Medusa sering membentaknya. Padahal ada perasaan lain yang memang masih tertutup dengan nama Bella yang singgah dalam hatinya. Setelah berdiskusi, kelompok Bambang sepakat memberikan jawaban dari teka-teki yang panitia berikan. Jawabannya adalah Sumpah Pemuda. Hal itu mampu mengingatkan dan memberikan motivasi pada generasi penerus bangsa. Sebagai pemuda Indonesia, kita harus bisa memberikan yang terbaik untuk Negeri. Saling menghargai, menghormati, dan jauhilah bullying. Tanpa persatuan, tidak akan ada kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini. *** Semua peserta serta panitia kembali ke Vila pukul 03.30 WIB. Mereka beristirahat sebelum melaksanakan ibadah Salat subuh, bagi yang menjalankan. Sinar mentari mulai menyingsing ketika seluruh peserta berolah raga di lapangan. Namun Bambang meminta izin untuk kembali ke tenda karena ingin melepas jaketnya. Langkah Bambang terhenti kala ia mendapati Medusa sedang menyendiri di tepi danau. Tatapannya kosong melihat jauh ke arah perbukitan. Wajahnya yang manis, tampak lesu walau mentari tersenyum menghangatkan pagi. Ada perasaan berbeda dalam hati Bambang saat itu. Ia mulai menyadari jika Medusa berbeda dari gadis lainnya. Bambang merasa Medusa memiliki masalah berat, sehingga dia selalu bersikap dingin dan menyendiri. Bagaimana kelanjutannya? Apakah perasaan benci akan berubah cinta?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD