RCSB 1
Pagi ini Denis sudah rapi , ia ada jadwal kuliah . Saat hendak berangkat , maminya meminta bantuan untuk menjaga adik perempuannya-Airin - yang masih berusia dua setengah tahun.
Ia mendudukkan Airin di pangkuannya , tangannya sibuk mengetikkan pesan untuk teman-temannya. Akan sedikit terlambat pagi ini
Tiba-tiba, dia merasakan cairan hangat di paha kanannya.
"Ngompol?" tanya Denis , ia sudah hafal dengan sensasi ini .
Yang ditanya justru malah cekikikan , Airin menutup mulutnya.
"Ya Allah, ampunilah hamba . Bocah satu ini minta dijitak, Masya Allah. Ngompolin gue Mulu. Astaghfirullah. "
Denis sekarang tidak lagi berteriak jika Airin mengompolinya, ia diberi wejangan Maminya agar tidak berbuat seperti itu. Karena teriak-teriak tidak baik untuk mental anak, apalagi seusia Airin yang dalam masa pertumbuhan .
"Makasih ya , udah jagain Airin. Abisnya Adrian nakal nih , nyusu gak mau lepas." Ucap Felicia yang baru saja selesai dengan "acaranya" bersama si bungsu .
Felicia menatap putra sulungnya , ada perubahan mimik dari pemuda itu . Lalu terkekeh, ia tahu betul "kerjaan" anak keduanya .
"Kenapa Mas? Diompolin lagi ?" Felicia membiasakan memanggil anak-anak nya dengan sebutan "Mas" . Si kecil dalam gendongan Felicia tertawa kegirangan .
"Pake nanya Mam, Mami kan udah khatam kelakuan Airin. Ini lagi, si Tri . Ketawa Mulu sih bocah." Sungut Denis ,ia mencubit pelan pipi tembem milik adiknya .
"Adrian ,Mas !" Ralat Felicia , Denis selalu saja memanggil adik bungsunya Tri.
"Sama aja lah Mam. Ini lagi, Airin .Seenggaknya permisi kek , bukannya langsung beser. Lagian mami kenapa sih gak makein Airin diapers ? Denis kan yang jadi korbannya terus !"
"Mami sengaja , Mami kan cuma di rumah. Jadi ya gak masalah kan kalau anaknya ngompol , sudah risiko punya bayi ya diompolin.Pake diapers praktis, tapi bikin sampah . Kamu sama Mas Adam saja tidak mami diapers-in dulu , lagian ya kalau sama mami Airin bilang kok kalau mau pipis." Ujar Felicia panjang lebar .
Denis memutar bola matanya malas. Sejak mempunyai anak lagi, Maminya cenderung lebih banyak bicara. Tidak seperti dulu, yang kalem dan penuh kelembutan. Mungkin bawaan dari kedua anaknya itu yang membuat Felicia mau tak mau jadi ibu yang ceriwis.
"Udah sana, ganti celana!" titah Felicia.
"Oke deh." Denispun menurut .
Setelah selesai dengan urusan celana , Denis merogoh kunci motor dari sakunya. Hari ini ia akan naik motor, motor matic dengan warna pink yang cantik. Hadiah dari Adam saat Denis ranking satu saat naik kelas .
Denis sempat bersungut-sungut saat seorang petugas dari dealer mengantarkan motor itu ke rumah , bahkan ia sudah menyuruh sang petugas membawa motor itu kembali. Entah mau dikembalikan ke dealer atau dibawa pulang ke rumah si petugas, Denis tak mau tahu. Dasar kakak se-ibu yang bernama Adam itu suka sekali mengerjai Denis.
Dengan bujukan Maminya, Denis bersedia menerima motor itu walau bukan motor impiannya. Kadang hidup memang tak sesuai espektasi. Ia sudah membayangkan dapat motor sport, malah mendapat motor mini nan cantik itu. Sungguh Adam kakak TERBAIK !
Namun Denis tidak ngambek begitu lama, sekarang justru motor itu banyak menolongnya. Terutama untuk menghindari pacar-pacarnya yang gengsi diajak naik motor. katanya panas lah , kena asep lah , kena polusi lah. Itu salah satu keuntungan memiliki motor matic. Ditambah lagi, ia sudah bosan sengan tatapan "WAH" semua penghuni kampus saat memakai mobil Porsche Boxster milik Daddynya saat pertama kali menyandang sebagai mahasiswa. Dan juga tatapan-tatapan cewek matre yang mengincarnya .
Setelah helm terpasang dengan pas , ia mengunci talinya hingga berbunyi klik. Sudah dipastikan aman, Denis mulai memutar gas motornya. Motor Denis melesat meninggalkan pelataran rumahnya.
Denis berlarian setelah memarkir motornya, ia benar-benar terlambat hari ini. Sudah kebiasaan memang , namun hari ini berbeda. Kelompoknya dapat giliran presentasi pagi ini, dan parahnya lagi semua bahannya ada di laptop Denis.
Denis semakin menambah kecepatan larinya, napasnya mulai menipis membuatnya terengah-engah. Ia berhenti sejenak untuk mengatur napas. Sialnya, beberapa langkah dari tempatnya kini sudah ada Vina - salah satu mantan pacarnya.
"Ya Allah Denis, kenapa? Butuh minum? Aduh keringetan." Vina merogoh tisu dari dalam tasnya, ia hendak membersihkan peluh yang menetes di sekitar pelipis Denis.
Dengan cepat Denis menepisnya, ia malas berurusan dengan Vina. Gadis cantik yang mau berpacaran dengannya hanya karena wajahnya yang tampan, tidak sedikit memang yang seperti Vina ini. Tapi Denis benar-benar tidak menyukai gadis ini, entah setan dari mana yang membuatnya mau berpacaran dengan gadis itu.
"Gak perlu, gak usah sok care." ketus Denis, napasnya masih tersengal .
"Aku tuh cuma mau ngelap keringat kamu, masa gak boleh sih?" ucap Vina dengan gaya manja khasnya.
Denis memutar bola matanya malas, ia sudah tak punya tenaga untuk cepat menjauh dari Vina .
"Udah Vin, gue telat nih. Lo minggir bisa? Ngehalangin jalan, tahu gak!"
Vina sedikit minggir dari hadapan Denis, ia masih bersikukuh ingin membersihkan keringat di wajah Denis .
"Vina, plis! Lo jauh-jauh. Gue butuh oksigen buat napas. Ada Lo di sini gue engap!" Ucap Denis, kalau masalah ceplas-ceplos Denis juaranya.
Vina merengut kesal, usahanya untuk memikat hati Denis kembali sepertinya akan sulit melihat respon Denis ini.
"Oke! Fine! Salah gue apa sih sebenarnya sama kamu Denis? Kenapa kamu ketus banget sama aku? Kamu lupa kalau kita pernah bertukar Saliva!"
Tenaga Denis yang sudah pulih, kini bisa meladeni ucapan-ucapan Vina .
"Oh.. Jadi Lo itung-itungan? Lo mau minta Liur yang udah Lo keluarin di mulut gue? Oke ! gue balikin!" Denis bersiap mengumpulkan air liurnya , sebagai pengganti air liur yang pernah Vina berikan padanya .
"DEEENIIIISSS ! jorok !" teriak Vina melihat aksi Denis.
Air liur yang sudah terkumpul, diludahkan sampai mengenai bunga-bunga yang ada dalam pot di sampingnya berdiri.
Sorry bunga, Lo jadi korban gue . Maafin gue. Ucap Denis dalam hati , meminta maaf kepada bunga itu .
"Gue udah telat, sorry! Gue duluan !" Denis segera lari tunggang-langgang , takut jika mendapat amukan dari teman sekelompoknya .
Jam kuliah telah berakhir. Denis , Arga, dan Lintang duduk di salah satu bangku di kantin kampus .
"Good job buat kerja keras kita!" Ucap Lintang lega , presentasi kelompok mereka sukses meskipun ada insiden dari keterlambatan ketua mereka .
"Ya iya lah, siapa dulu ketuanya. Mr.Denis!" seloroh Arga .
Denis hanya diam , sembari mengaduk-aduk es tehnya dengan sedotan.
"Kenapa Lo bro ?"
"Iya nih, kayaknya dari pagi udah bete deh."
Denis menoleh ke arah Arga dan Lintang , ia menghela napas berat . Arga dan Lintang tahu betul tabiat teman yang sudah menjadi sahabat mereka ini.
"Gue tahu, pertama Lo pasti diompolin lagi kan sama adek Lo ? Dan kedua, pasti demit Vina nguber-uber Lo lagi. Iya kan ?" tebak Lintang , karena dua hal itu yang membuat pria bernama Denis uring-uringan sepanjang hari.
Lintang dan Arga tertawa melihat Denis mengangguk pelan. Kan, apa lintang bilang .
"Sabar bro."
"Iya, sabar bro." Ikut Arga, selalu saja ia menjadi gema saat salah satu dari mereka bicara.
"Gue cabut lah." Denis beranjak dari duduknya.
"Kemana?"
"Biasa."
Keduanya sudah hafal kegiatan Denis setelah selesai kuliah, bertanya hanya sekedar basa-basi saja .
Mereka salut dengan Denis , pagi kuliah, siangnya langsung ke kantor membantu Daddy-nya memegang perusahaan. Karena memang sudah dibiasakan, supaya nanti setelah lulus kuliah ia sudah siap menggantikan posisi yang saat ini dipinjam oleh Daddy-nya.
Denis berjalan pelan meuju tempat parkir, sembari mengatur suasana hatinya yang masih tidak karuan. Ia menggeram kesal saat melihat dua wanita berlainan arah berjalan ke tempatnya sekarang, ingin rasanya sejenak saja tak berurusan dengan keduanya.
Vina berlari supaya lebih cepat sampai di tempat Denis, begitu juga dengan Indri yang juga berlari.
"Gue dulu!" ucap Vina , ia lebih cepat dibanding Indri .
"s**l, lo curang! Gue pake heels , dan elo enggak !"
"Salah sendiri , wleeee." Vina menjulurkan lidahnya , mengejek Indri .
"Lo cuma mantan tapi , dan gue masih pacarnya Denis." Ucap Indri bangga .
"Biarin , yang penting gue menang."
"Iya, untuk kali ini. Lain kali gak bakal !"
"Yang penting gue duluan. "
Kepala Denis terasa mau pecah mendengar kedua wanita itu beradu mulut .
"Sekai lagi, lo...."
"STOP !!! Kalian mau ngapain sebenernya?"
"Honey , anterin aku ke salon ya . Jadwal aku creambath." Ucap Indri , tak mau kalah dengan Vina ia juga bergelendot ke lengan Denis .
"Gak bisa dong, gue duluan."
"Oke, lo mau apa Vin?" tanya Denis .
"See, dia nawarin gue. Beb , anterin aku beli buku yaa buat referensi."
"Biar adil, gue ajak lo berdua!"
"Yesss!" Teriak Vina girang . Indri merengut kesal mendengar keputusan Denis.
"Tapi gue cuma bawa helm satu , gue pinjem ke satpam dulu."
"WHAAAAATT !!!" ucap Vina dan Indri bersamaan .
"Kenapa?"
"Lo naik motor?" kembali , mereka berucap bersamaan .
"Iya." Jawab Denis enteng .
Mereka berdua saling berpandangan , Naik motor? Di tengah siang yang terik seperti sekarang ini? BIG NO !!!
"Ahh, honey. Maaf aku lupa, aku ada janji sama Mama. "
"Aku juga beb, lupa kalau aku udah beli bukunya. Yuk Indri, kita jalan ke depan bareng." Vina menggandeng tangan Indri, mereka berdua terlihat sangat kompak padahal tadi mereka saling berebut.
Vina menyentakkan tangannya, pegangan tangan mereka terlepas. Ia berulang kali mengusap tangannya yang bersentuhan dengan Indri .
"Pacar lo bangkrut? Kenapa naik motor?"
"Enggak tahu juga sih, males lah naik motor. Panas!"
"Matre lo !"
"Elo juga Vina panduwinata!" Geram Indri , keduanya kembali berdebat .
Di antara perdebatan mereka, Denis lewat dengan mengendarai motornya. Jangankan menoleh, membunyikan klakson saja tidak .
"Noh pacar lo, sombong banget naik motor juga!"
"Mantan lo juga kali."
Mereka masih melanjutkan kegiatan mereka sampai di depan gerbang kampus, sedangkan yang jadi bahan perdebatan sudah pergi dengan damai .