RCBS 2

1573 Words
Denis meminta satpam yang bertugas di lobby kantor untuk memarkirkan motornya, dengan sigap satpam tersebut menjalankan perintah dari bosnya. Pelan tapi pasti , pemuda yang berusia 21 tahun itu melangkah menuju ruangan petinggi perusahan ini. Sesekali bibirnya dihiasi siulan. Ia tersenyum saat beberapa karyawan dan staff berpapasan dengannya. Senyuman itu lah yang membuat hati banyak wanita meleleh dibuatnya. Kurang apa coba si Denis ini ? Ganteng, iya. Kaya, iya. Ramah? Ia juga ramah, meskipun kadang judesnya keluar. "Siang." Ucap Denis setelah membuka pintu ruangan yang kini ditempati Miko, ada kakaknya - Adam di sana . "Opss, ada Mas Adam. Sorry, tadi dari kampus langsung ke sini. Jadi gak sempat ganti baju." Ucap Denis yang saat ini mendapat tatapan tajam dari kakaknya. Adam sudah berulangkali menegur Denis masalah cara berpakaiannya jika ke kantor, menurutnya pakaian Denis sangat urakan. Seperti sekarang, Ia hanya memakai kemeja yang tak dikancingkan sehingga kaos oblongnya kelihatan dan memakai celana jean sobek dibagian lututnya serta sepatu kets putih andalannya. Adam tidak mau dengan penampilan Denis ini banyak ditiru oleh karyawan perusahaannya, karena memang ada aturan tersendiri mengenai seragam. Sebagai pemilik, seharusnya memberi contoh yang baik. "Besok-besok, gak lagi deh pakai kayak gini." "Ya." Jawab Adam singkat. Denis membaur bersama kakak dan daddynya, ia membuka laptop, melihat harga saham hari ini lalu mengerjakan tugas dari dosennya. Kegiatannya di kantor memang seperti ini. Datang, masuk ruangan, buka laptop, pulang. Begitu setiap hari. Kadang juga ia dilibatkan dalam beberapa meeting penting, tapi itu sangat jarang. Miko tahu kesibukkan Denis yang memasuki semester akhir, anaknya sebentar lagi akan dipusingkan dengan skripsi. Maka dari itu, Miko hanya ingin Denis sekedar hadir dikantor baru nanti setelah lulus ia akan menggembleng pewarisnya. ***** Miko dan Denis sampai di rumah bersamaan, meskipun menaiki kendaraan berbeda. Dapat dilihat wajah Denis yang kelelahan. Miko sungguh tak tega melihatnya, setelah lelah kuliah anak itu juga masih wajib ke kantor, namun semua itu juga demi Denis. Diusapnya lembut kepala putra sulung yang masih menganggap dirinya anak bontot itu, 18 tahun hidup sebagai adik, membuat Denis masih merasa merasa jadi anak terakhir walau faktanya ia sudah memiliki dua adik baru. "Capek?" "Sedikit, Dad." "Habis ini, mandi, makan,lalu tidur." Ucap Miko. Denis mengangguk mengiyakan. Ia salut dengan Daddy-nya yang sekarang menjadi panutan hidupnya, meskipun beliau juga lelah tetapi pandai menutupi semua itu. "Assalamualaikum." Ucap Miko dan Denis bersamaan. "Waalaikum salam." Kepulangan mereka di sambut oleh Felicia dan duo krucil yang selalu mebuat rumah menjadi ramai, sambutan mereka membuat lelah dan penat kedua lelaki itu digantikan dengan senyuman yang mengembang. "Salim." Airin meraih tangan Daddy dan Denis bergantian, tak lupa ia mencium pipi keduanya yang berjongkok di depannya. "Ndong." "Sini sayang, anak perempuan Daddy." Airin menggeleng . "Mas." Denis memutar bola matanya malas, selalu ada akal bulus Airin untuk mengerjainya . "Mas capek, sama Daddy ya." "NO Dy, Mas." Denis terpaksa menuruti permintaan Airin, walaupun lengannya terasa pegal akibat tas laptop beserta isinya yang berat. Airin kegirangan dibuatnya, kali ini murni karena Airin ingin bermanja dengan Denis tanpa embel-embel apapun. Mami mengambil alih tas kerja yang ditenteng suaminya, beserta jas yang tadi tersampir di bahu Daddy. "Makasih cantik." Puji Daddy, Mami tersipu dibuatnya. "Gombal ihh." Daddy terkekeh , sudah beberapa tahun berlalu Mami masih saja malu-malu dengan ucapannya . ***** Setelah Daddy dan Denis selesai dengan ritual pembersihan diri, keluarga itu berkumpul di meja makan. Kecuali si kecil Adrian yang sudah tertidur selepas maghrib tadi. Airin berpindah tempat duduk , menjadi di samping Denis. Kakaknya sudah waspada dengan segala serangan dadakan dari Airin, seperti pagi tadi, diompolin. Entah apalagi kali ini. "Waniiii, gak cuut." Ucap Airin yang memang belum begitu jelas berbicara diusianya yang sudah 2,5 tahun. "Ya iyalah, Mas kan sudah mandi." "Cuapin." "Ogah!" Goda Denis, Airin cemberut . Denis menoel pipi Airin "Ngambek niyeeee." "Iyin ambek, Mas akaaaaaal." Teriak Airin. "Hustttt... Gak boleh teriak sayang , Mami suapin ya?" tegur Mami lembut. "Mas." Tunjuk Airin . "Ogah!" keukeuh Denis. Mami akan mengeluarkan jurus jitunya. "Beneran gak mau Mas? Mami ku...." "Mau Mam, mau. Siniin piringnya." Dengan telaten Denis menyuapi Airin, sambil ia menyuap untuk dirinya sendiri. Mami menatap gemas ke arah mereka berdua. "Sudah cocok ya Mas. " "Cocok apa ?" tanya Denis bingung . "Jadi bapak." "Uhukk...uhukkk..."Denis tersedak makanan yang ia kunyah, Mami menyodorkan segelas air putih untuknya. Maminya ada-ada saja, lulus kuliah saja belum. Selesai makan, mereka semua membubarkan diri. Denis memilih ke kamarnya. Ia berdiri di balkon kamarnya, meskipun ia tahu tadi cuma bercanda tapi perkataan maminya masih terngiang ditelinga. Apa itu kode untuknya agar segera beristri? haaah, si Mami ada-ada saja. Denis beranjak dari tempatnya, mengambil ponsel yang tadi pagi lupa ia bawa. Ponsel khusus untuk orang istimewa. Ia tersenyum saat mengaktifkan ponsel itu, potret seorang gadis terpampang di sana.Senyum Denis mengembang. Meskipun di kampus banyak yang jadi pacarnya, hanya satu yang ada di hatinya. Diva. Sudah 3 tahun ini mereka menjalin LDR, jarak yang memisahkan mereka tak jadi penghalang. Hanya Diva yang Denis cintai, yang lain cuma sekedar pelepas rasa jenuh. Dan hanya Diva yang mencintai Denis dengan tulus, tanpa memandang gelimang harta yang Denis miliki. Diva juga salah satu orang yang tak pernah mempermasalahkan status Denis saat itu. Terasa lucu saat Denis tahu jika Diva memiliki perasaan kepadanya, gadis yang juga teman sekelasnya waktu SMA dulu. Gadis yang s***s saat meminta iuran kepada siswa, karena ia merupakan bendahara kelas. Saat Denis memutuskan pindah ke Jakarta, Diva turut mengantarnya. Wajah sedih Diva mengiringi langkah Denis meninggalkan kota kelahirannya, Denis berjanji akan selalu menyempatkan waktunya untuk mengunjungi kekasihnya itu. Denis membuka akun i********: nya, akun fake yang memang ia gunakan untuk stalking akun milik para pacarnya. Seperti saat ini, ia tengah mengintip akun Diva. 200 orang menyukai ini Divava__ Bila rindu ini , masih milikmu , hadirkan sebuah tanya untukmu , harus berapa lama ,aku menunggu mu ? #pejuangLDR #kisahkita #kangen #doubleD Denis tersenyum maning melihat potretnya bersama sang kekasih yang sekitar dua jam lalu diunggah, foto itu diambil dua bulan yang lalu saat ia mudik ke Semarang. "Sabar sayang, kita akan segera bertemu." Ucap Denis ,lalu membuka aplikasi chatting untuk mengirimkan pesan kepada Diva. El Denis P. Miss you yange. Tidur yang nyenyak. ojok NGILER . Sampai ketemu liburan semester nanti Yang selalu merindumu, Denis . Send... Setelah mengirim pesan, Denis membaringkan tubuhnya dengan nyaman. Bersiap untuk memejamkan matanya, berharap rindu yang tak terbendung itu akan segera mencair . Hal yang pertama kali dilakukan Diva saat bangun pagi adalah mengecek ponselnya, seperti biasanya sang pujaan hati akan mengiriminya pesan. Setelah lelah bekerja seharian, tadi malam ia tidur dijam yang terhitung masih awal. Diva tersenyum kala membaca pesan yang dikirim oleh Denis semalam, lelaki itu mengucapkan kata rindu untuknya dan akan segera bertemu pada liburan semester yang akan datang. Saat itulah yang paling ditunggu-tunggu oleh gadis berusia 21 tahun ini. Berat rasanya menjalin hubungan dengan jarak yang cukup jauh, untuk ke sana pun ia harus mengumpulkan uang yang banyak terlebih dahulu. Pekerjaannya sebagai seorang pelayan cafe hanya cukup untuk membiayai kuliahnya yang hampir selesai, sedangkan sang ibu hanya pedagang kecil. Ibu Diva memiliki toko sembako kecil-kecilan di depan rumahnya, dan itulah satu-satunya mata pencaharian ibunya untuk menyambung hidup dan menyekolahkan adiknya. Sedangkan sang ayah menjadi buruh bangunan yang tiap waktu berpindah-pindah tempat. "Div..Divaa .. ewangi ibuk kene lho . Ora hapean wae. Ngumbai, asah-asah!" Teriak sang ibu lantang. Diva segera bangkit dari tidurannya, menuruti sang ibu untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah selagi adiknya sekolah. Sudah tugas wajib baginya. Pintar-pintarnya Diva saja untuk membagi waktunya antara kerja, kuliah dan membantu urusan rumah. Sama sekali ia tak pernah mengeluh, semua ia lakukan dengan ikhlas. ***** TRIO GENG GANTENG sedang duduk di sebuah bangku di koridor kampus, menunggu jam masuk. Banyak sekali para mahasiswi yang CCP-CCP (Curi-curi pandang - cari-cari perhatian) kepada mereka, wajar saja diantara banyaknya mahasiswa di kampus ini hanya mereka yang terlihat "Mencolok" apalagi ke mana pun mereka akan selalu bertiga. "Pagi kak." Sapa beberapa adik tingkat . "Pagi juga." Hanya Arga dan Lintang yang menyahut. Denis sedang fokus dengan ponselnya, menanti balasan dari Diva. Arga yang di sampingnya menyikut lengan Denis. "Galau banget kayaknya." "Hmmm." "Belum bales ?" "Iya." Kedua sahabatnya sudah tahu seluk-beluk kehidupan Denis, begitupun sebaliknya. Dibalik sifat Denis yang terlihat Playboy, sebenarnya hanya mencintai satu orang saja. Diva. Yang mampu membolak-bolikkan hati Denis. "Pagi." Denis mengangkat wajahnya, Indri berdiri di hadapannya dengan senyum manis mengembang. "Pagi." Balas Denis . "Boleh ikut duduk?" "Boleh sekali." Ucap Arga . "Udah sarapan?" "Udah sih." "Yaaah, aku bawain bekal padahal lho." Ucap Indri sedih. Indri wanita yang paling perhatian dari sekian gadis yang menjadi pacar Denis, ia sering memberi Denis perhatian kecil seperti membawakan bekal seperti hari ini misalnya. Itu yang membuat Denis bisa menerima Indri untuk mengisi kekosongan tempat yang seharusnya diisi oleh Diva. Gadis itu juga bukan tipe cewek matre, karena memang dari kalangan orang berada. Hanya saja gengsinya yang selangit. "Gue siap kok nerima, kalau Denis gak mau." Seloroh Arga, ia mendapat tonyoran gratis dari Lintang. Diantara mereka bertiga, Arga lah yang sama sekali tak punya malu. Tingkat kepedeannya sangat tinggi. Meskipun begitu, sampai saat ini ia masih jomblo. Bukannya tak ada yang mau, tapi ia belum mendapat yang cocok dengannya. Posturnya yang mungil membuat ia terlihat seperti masih anak SMP, itulah yang membuatnya enggan pacaran. Sembari menunggu dosen masuk, mereka bercengkrama. Masih di tempat yang sama. Lintang dan Indri terbahak-bahak mendengan lelucon yang keluar dari mulut Arga, tidak dengan Denis. Padahal biasanya ia lah yang akan tertawa paling kencang. Ia masih fokus dengan ponselnya .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD