Tukar tambah istri

1300 Words
Aku putar bola mataku malas mendengar apa yang dikatakan oleh ibu mertuaku, sebenarnya aku benci dengan keadaan ini, keadaan yang di mana aku selalu tak berdaya dan dituntut untuk mengalah dengan alasan kondisi ibu mertuaku yang memiliki riwayat hipertensi. "Hati-hati Bu, jangan selalu marah-marah...!nanti tensinya naik loh...!" jawabku dengan rendah dalam berbicara. "Maksudmu apa...? kamu mendoakan ibuku sakit...? sinting ya kamu...?" kata Mbak ila berdiri kemudian menoyor kepalaku dengan ujung jari telunjuknya. "Mbak ila apaan sih...? kenapa kayak gitu...? main toyor-toyor saja...!"protesku tak terima atas apa yang dia lakukan. Namun bukannya dia merasa bersalah dan meminta maaf tapi malah mengulangnya kembali bahkan kini jauh lebih keras dari yang tadi. aku sampai memundurkan langkahku sangking kerasnya dia melakukan itu. Dan lagi-lagi aku tidak bisa membalas dengan apa yang dilakukannya kepadaku, dengan berprinsip bahwa dia lebih tua dariku, dan aku tak bisa berbuat kurang ajar untuk membalasnya. meskipun itu menurutku sangatlah kurang ajar. "Apa...? berani kamu sama aku...?" kata Mbak ila dengan tatapan nyalangnya. "Kalau sudah, Saya permisi ya Bu...? Ibu tidak ada hal penting kan yang mau dibicarakan lagi...?" kataku pamit undur diri dan tak mau melanjutkan lagi perdebatan dan pertengkaran Antara Aku dan Mbak ila maupun dengan ibu mertuaku yang menurutku sangat tidak imbang. "Eh...eh... mau ke mana kamu...? enak saja mau nyelonong pergi begitu saja, tuh ambil pakaian kotor di kamar ibu, cuci yang bersih, dan satu lagi, jangan menggunakan mesin cuci, itu semua baju mahal...! kalau rusak satu saja kamu tidak akan pernah bisa menggantinya...!" kata ibu mertuaku memerintah. Ia seolah lupa dengan semuanya, iya lupa membeli semua miliknya itu menggunakan uang gaji suamiku yang mana 75% nya adalah uang pribadiku yang tak diketahui oleh suamiku. Salahku juga sih membuat kebohongan ini sejak awal, ternyata memang benar jika sesuatu yang diawali dengan kebohongan itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik. Namun lagi-lagi aku tidak bisa membantah, meskipun nanti aku tetap memasukkan baju-baju yang Ibu miliki ke dalam mesin cuci, apa kabarnya badanku ini jika semua aku lakukan secara manual, aku yang terbiasa dilayani oleh para art, kini harus mengerjakan semua tugas mereka bahkan tanpa gaji. sungguh para art di rumah orang tuaku lebih bagus nasibnya daripada diriku. "Ingat ya kamu jangan bandel, jangan menggunakan mesin cuci untuk mencuci baju ku itu...!" Ibu menekankan sekali lagi apa yang di perintahkannya tadi. Aku pun masuk ke dalam kamar ibu, mengambil baju kotor seperti apa yang diperintahkannya tadi, namun saat aku melewati keduanya, Mbak ila pun memerintahkan hal yang sama. "Kamu itu ya, kenapa sih nggak pinter-pinter...? bajuku juga ada di sana, bawa sekalian, sama seperti Ibu jangan kamu cuci menggunakan mesin cuci...!" malas untuk berdebat aku pun melakukan seperti apa yang diinginkan oleh kakak iparku itu. Capek...? tentu saja aku capek dengan rutinitas harianku ini yang berpuluh-puluh kali lipat dari kebiasaanku dulu saat hanya bersama suamiku saja, namun apalah daya, sebagai baktiku kepada suamiku aku pun dengan sukarela melakukan semuanya. "Mbak lain kali, baju kotor jangan ditumpuk seperti itu, di ruang laundry ada keranjang baju kotor, Mbak ila bisa menaruhnya di sana...!"kataku sambil berlalu. Tak kupedulikan sumpah serapah Dan juga umpatan-umpatan yang dikatakan oleh kakak iparku itu, fokus ku hanya menuju ke ruang laundry dengan membawa semua pakaian kotor milik Mbak ila dan juga Ibu. Sengaja aku mengunci ruang laundry, Aku malas di recokii saat aku melakukan pekerjaanku mencuci pakaian semua orang rumah, meskipun dengan menggunakan mesin cuci saja, tentu pekerjaan itu juga sangat melelahkan, apalagi semua anggota keluarga menuntut untuk baju mereka di setrika. semakin bertambahlah pekerjaanku. Selesai mencuci pakaian, aku pun menjemur semua pakaian yang aku tadi aku cuci, setelahnya aku pun menggosok baju yang kemarin sudah kering, setelah semua kegiatanku berkutat dengan cucian dan setrikaan selesai, aku pun berniat untuk beristirahat menuju ke kamarku. Lagi-lagi langkahku terhenti saat aku tepat berada di depan pintu kamarku, semua itu dikarenakan oleh panggilan adik iparku yang bernama Yaya. "Mbak Kia, buatin aku jus mangga dong, haus nih...!" katanya dengan wajah yang dibuat seimut mungkin, padahal menurutku sangat menakutkan. di usianya yang sudah memasuki 23 tahun dia masih menempatkan diri sebagai gadis ABG yang manja. Yang selalu masih merasa kecil padahal sudah memasuki usia dewasa. apalagi didukung dengan ibu mertua yang selalu membelanya dan memanjakannya meskipun itu dengan menindas yang lainnya yaitu diriku. "Mbak Tia capek Yaya, Kamu buat sendiri ya...? Mbak mau istirahat...!" kataku yang langsung membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Kebetulan di kamar sedang tidak ada Bang Gani, aku pun menguncinya kemudian menyalakan AC bermaksud untuk beristirahat, karena badanku sangat capek dan kelelahan, masih ada sisa waktu 1 jam untuk aku beristirahat sebelum nanti berkutat lagi ke dapur untuk membuaat masakan untuk makan malam. Tak kupedulikan kegaduhan di luar, fokus ku hanya ingin beristirahat saja. biarlah saja bila seumpama mereka marah nanti, aku akan menghadapinya. Tepat 1 jam aku beristirahat, aku pun terbangun, bukan karena aku terbangun dengan sendirinya, melainkan karena aku basah kuyup entah oleh siapa. Mataku membelalak kaget saat ku dapati ibu mertua kakak ipar dan adik iparku berada di sana dengan membawa masing-masing gayung di tangannya, sementara suamiku ada di pojok ruangan dengan mengatupkan kedua tangannya, mulutnya berkata meminta maaf. Marah...? tentu saja aku marah dengan ketidaksopanan mereka terhadapku, aku menatap tajam ke arah suamiku, namun suamiku menunjukkan sikap tak berdayanya atas ulah orang tua dan saudaranya. "Apa kamu melotot ke arah putraku...? mau minta pembelaan...? Kamu tidak akan pernah mendapatkan itu, kamu tahu kenapa...? putraku itu tidak akan pernah membantahku, dan tidak akan pernah membela orang lain daripada saudara-saudaranya...!" lagi-lagi kata itu keluar dari mulut ibu mertuaku. Aku tak tahu salahku apa sehingga mereka menyiramku dengan air sampai aku basah kuyup seperti ini, seumpama Mereka ingin membangunkanku, tak perlu juga melakukan hal seperti ini, bukankah seperti ini tidak manusiawi...? apalagi hal ini dilakukan di kamarku, dan dari mana mereka bisa masuk ke kamarku ini...? bukankah tadi aku sudah menguncinya...? Berbagai pertanyaan berseliweran di hatiku, yang aku tak habis pikir kenapa suamiku hanya diam saja, apakah hanya karena beralasan jika Ibu memiliki penyakit hipertensi...? kurasa itu tidak masuk akal. "Cepat bangun...! kami sudah lapar, masaklah sesuatu yang enak untuk kami...! satu lagi, karena kamu tadi menolak keinginan ku membuat jus mangga, maka aku menghukummu untuk tidak ikut makan malam bersama kami...!" kata Yaya dengan sangat songong. "Kenapa kalian lupa jika apa yang kalian makan itu adalah uangku...? apakah kalian tahu, jika kalian makan dari hasil belas kasihku...!" tentu kata-kata itu hanya terlontar di dalam hatiku saja. Setelah mengatakan unek-unek yang ada di hati masing-masing, bukan undang-undang sih, lebih tepatnya adalah sumpah serapah tak jelas, karena di sini posisinya aku tidak pernah salah, tapi dituntut untuk selalu mengalah dan mengaku salah atas apa yang tak pernah aku lakukan dan atas kesalahan yang tak pernah aku lakukan pula. Bang Gani ikut keluar Ibu dan saudaranya tanpa melihat diriku yang tengah menuntut keadilan ini. suamiku seperti kerbau yang dicocok hidungnya, yang selalu menurut dengan apa yang dikatakan ibunya kakaknya maupun adiknya. Dengan emosi yang memberat di hatiku, aku memutuskan untuk keluar dan segera melakukan apa yang mereka perintahkan, Aku sengaja tidak mengganti pakaianku sebagai bentuk protesku kepada suamiku atas ketidakpeduliannya. Dengan begini Aku berharap agar suamiku memiliki sedikit rasa bersalah atas sikap diamnya yang tak membelaku sama sekali. Di dapur aku pun mulai memasak untuk persediaan makan malam nanti, di ruang keluarga aku mendengar suara tawa renyah mereka semuanya termasuk juga suamiku, aku sendiri tak tahu apa yang mereka perbincangkan sehingga menimbulkan suara yang sangat renyah seperti itu. Sayup-sayup aku mendengar jika mereka membahas tentang nama seorang wanita yang aku sendiri tak tahu siapa yang mereka perbincangkan. Namun aku sangat terkejut dengan lanjutan apa yang mereka katakan, kata-kata itu benar-benar menusuk relung hatiku dan menginjak harga diriku sebagai istri dari Bang Gani. "Sebaiknya kamu ganti istri saja, istri tak becus seperti itu tak pantas kamu pertahankan...!" kata ibu mertua. "Tukar tambah saja istrimu dengan yang lebih segalanya...!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD