Setelah selesai memasak aku pun menyajikan semua masakan di atas meja, seperti yang apa mereka katakan tadi, aku tidak diizinkan untuk makan bersama mereka, namun aku tidak masalah, karena aku sudah menyisakan makananku terlebih dahulu sebelum mereka melihatnya tadi.
Sengaja aku tidak memanggil mereka dan memberitahukan bahwa masakan sudah tersedia dan siap untuk disantap, aku terlalu malas untuk menghadapi kesombongan mereka semuanya. entah kapan kebodohanku ini akan berakhir, aku merasa tidak berdaya saja untuk melawan mereka.
Selama dalam keadaan suamiku tidak main tangan ataupun berselingkuh, cobaan seberat apapun aku masih mampu menghadapinya, ketidaknyamanan yang disuguhkan oleh keluarga suamiku pun aku masih bisa memakluminya.
Sama seperti mereka di luar, aku pun menikmati makanku di balkon, diriku yang tadi basah kuyup tak diperdulikan oleh suamiku, akhirnya aku pun mengasihani diriku sendiri dengan membersihkan diriku dan mengganti pakaianku sebelum aku makan.
Tak terasa air mataku mengalir, Aku merindukan saat-saat berdua dengan suamiku, di mana Di sana hanya ada kebahagiaan dan tak pernah ada duka sama sekali, namun semenjak kedatangan keluarga dari suamiku itu, kenyamanan itu menguap begitu saja.
Lagi-lagi ketenanganku di balkon ini tak berlangsung lama, di luar aku mendengar ibu mertua berteriak memanggilku. seperti biasanya beliau memanggilku pasti untuk membereskan meja makan.
Sebenarnya aku heran dengan sikap suamiku, sama sekali dia tidak pernah membelaku, dan hanya kata maaf yang selalu ia ucapkan tanpa berniat sedikitpun untuk berdiri di belakangku sebagai penopang ataupun berdiri di depanku sebagai tameng.
Jengah sebenarnya dengan kelakuannya tersebut, namun apa mau dikata, jujur aku sangat mencintainya.. dia adalah laki-laki pilihanku, bahkan saat kedua orang tuaku menentang hubunganku dengannya, dengan tegas aku tetap memilihnya meskipun dengan syarat-syarat yang diberikan oleh kedua orang tuaku.
Keberadaan keluarga suamiku di rumah ini pun tak diketahui oleh kedua orang tuaku, aku tak pernah bercerita dan aku pun tak mau bercerita kepada mereka, tentu jika aku menceritakan apa yang terjadi di sini, pastilah kedua orang tuaku akan menertawakan keputusanku saat itu. pun aku tak mau jika nantinya aku dipaksa untuk berpisah dengan suamiku itu.
Dengan langkah yang memang sangat malas terpaksa aku keluar dari kamar. aku melihat di meja makan bekas makan semuanya, terlihat berantakan dan ada sisa-sisa nasi yang berceceran di meja. aku menghela nafasku secara berat, sebenarnya mereka manusia seperti apa...?
"Hufff...!" aku buang nafasku secara kasar, aku mencoba menetralkan emosi yang ada dalam hatiku. dan saat itu juga suamiku mendekat lalu mengusap lembut lenganku sambil berkata.
"Sabar ya sayang...! tolong maafkan mereka...!" lagi-lagi suamiku membela keluarganya.
"Oh ya, kamu belum makan kan...? nasi masih ada kok, kamu bisa makan dulu sebelum membereskan meja makan ini...!" kata suamiku sangat lembut seolah peduli dengan diriku.
Aku hanya mengangguk dengan apa yang dikatakan oleh suamiku itu, ada sedikit ketenangan saat mendengar ucapan suamiku yang sangat lembut. meskipun hatiku sangat sakit dengan perlakuan mereka semua.
Aku berjalan menuju ke arah tempat Nasi untuk memastikan apa yang di ucapkan oleh suamiku tadi, karena seperti yang sudah-sudah, Aku hanya mendapatkan prank dari apa yang mereka tawarkan tak terkecuali oleh tawaran suamiku sendiri.
Dan benar saja, ternyata tempat nasi sudah tinggal seuprit saja, mungkin jika di kumpulkan hanya terkumpul 3 sendok, aku pun menghela nafas dengan sangat jengah.
Ku dengar suara cekikikan di ruang keluarga, aku tahu mereka tengah mentertawakan aku yang tak kebagian makan seperti biasanya, bahkan lauk yang aku masak tadi pun hanya tertinggal tempatnya saja.
"Benar-benar sinting...!" umpat ku dalam hati.
Aku mengerjakan semuanya dengan hati yang dongkol dan menggerutu, namun tak bisa berbuat apa-apa.
Selesai aku membersihkan semuanya, aku kembali ke kamar, berniat untuk mengistirahatkan diri dan tidur.
Aku sengaja tidur di sofa karena tempat tidurku basah oleh ulah ibu mertua dan saudara suamiku, Aku malas untuk membersihkan atau membalikkan kasur itu, karena tentu saja sangat berat dan tak sesuai dengan tenagaku.
Biar saja nanti jika bang Gani mau istirahat dia menggelar Tikar atau badcover untuk alasnya. aku benar-benar seharian ini sudah sangat lelah.
Sangking lelahnya aku, tak lama aku pun tertidur, tepat di pukul 03.00 pagi aku terbangun, namun tak ku dapati suamiku ada di kamarku. aku meringkuk sendiri di sofa ini. malas untuk berfikir jauh lagi, aku memutuskan untuk melaksanakan salat malam.
Di suasana seperti inilah aku mendapatkan ketenangan jiwa, di mana Di sana aku bisa mengeluhkan segala yang ada dalam hatiku, kepada sang pemilik raga inilah aku selalu menumpahkan semuanya. dengan bercucuran air mata aku mencurahkan semua yang menjadi beban ku.
Selalu ku minta kesabaran yang tak bertepi untuk menjalani semua ujian yang diberikannya kepadaku. karena kekuatan doa itulah yang membuatku bertahan sampai sekarang. Imbalan berupa pahala yang bisa membawaku masuk ke dalam surga yang selalu mengingatkanku untuk selalu bertahan apapun keadaannya.
Saat selesai melaksanakan salat malam, akun pun melanjutkan dengan kegiatanku membaca Alquran hingga azan subuh berkumandang. setelahnya aku pun melaksanakan salat subuh, seperti biasa, pagi-pagi sekali aku membersihkan rumahku terlebih dahulu, sebelum aku menyiapkan sarapan pagi untuk semua anggota keluarga.
Oh ya sampai lupa, Aku sampai lupa menceritakan tentang Bapak mertuaku, disini peran bapak mertuaku seolah tidak ada.
Saat melihat kelakuan istri dan anaknya yang selalu menindasku, beliau sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap membelaku atau menegur mereka.
Beliau hanya diam dan seolah tak terjadi apa-apa, kadang aku berfikir apakah memang otak dari keluarga suamiku ini sedang geser, jikalau tidak, tak mungkin mereka semua kompak dalam memperlakukan aku seperti ini.
Setelah selesai semuanya, aku pun bersiap di dapur untuk membuat sarapan pagi, dan pagi ini fokusku adalah membuat pisang goreng dan roti bakar untuk sarapan semua orang.
Setelah selesai, aku pun menghidangkannya di atas meja, aku tidak membangunkan semuanya, karena aku berniat untuk membersihkan diriku dulu sebelum ikut duduk makan bersama dengan semuanya.
Setelah selesai mandi aku kembali ke meja makan, namun mataku menyipit melihat pemandangan yang ada di sana, di antara semuanya ada tiga anggota baru yang ikut duduk di kursi meja makan, dan otomatis itu membuatku tidak kebagian tempat duduk.
"Maaf ya dek, kamu tidak kebagian tempat duduk, mulai saat ini, kamu nanti makannya di dapur saja ya...?" kata bang Gani dengan entengnya.
"Kenapa bisa begitu...?" tanya aku memprotes.
"Ya bisa lah...! kamu tak lihat semua kursi sudah terisi...? tak mungkin juga kan Kamu duduk di atas meja...? yang ada kamu nanti aku cabik-cabik...!" jawab ibu mertua dengan tatapan tidak sukanya.
"Mulai sekarang, kalau kamu masak dilebihkan ya, jangan kayak orang susah...! masak juga makanan yang bergizi untuk kedua cucuku ini, Aku tak mau kalau sampai mereka berdua sampai kekurangan gizi tinggal di sini...!" lanjut ibu mertua lagi memberikan perintah.
"Dia siapa...?" tanyaku mempertanyakan seorang perempuan cantik yang duduk di sebelah suamiku.
Tak kupedulikan tatapan mata tak suka dari Mbak ila dan juga Yaya tak ketinggalan Ibu juga.
"Ia namanya adalah Trianingtyas... dia adalah keponakanku. mulai hari ini dia akan tinggal di sini...!" kata ibu mertua lagi.
"Kenapa harus tinggal di sini...? dan kenapa dia harus duduk di kursi milikku...!" tanyaku menuntut jawaban.
"Ya karena dia keponakanku, tentang kursi yang diduduki, tentu dia lebih pantas daripada kamu, asal kamu tahu dia ini adalah wanita yang dulu menjadi kekasih putraku yang kini menjadi suamimu...! dan sepertinya mereka cocok...!" kulihat wajah Bang Gani seketika tersenyum cerah.
"Apa ini...? apa maksudnya...?"batinku mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh ibu mertua.
"Apakah mungkin jika Ibu berniat untuk mempersatukan mereka kembali...?" hatiku kembali bermonolog penuh kecurigaan atas sikap ibu mertua.
"Kenalin Mbak namaku Tria, dan kalau diizinkan Aku ingin melamar menjadi adik madumu...!" kata perempuan cantik tersebut.
Bagaikan disambar petir saat aku mendengar ucapan dari mulutnya, dengan begitu entengnya dia mengucapkan kata-kata itu, Tak sadarkah dia jika ada hati seorang Istri yang terluka oleh ucapannya tersebut.
Aku masih tak percaya dan mencoba mencerna apa yang terjadi, namun tiba-tiba saja aku mendengar suara tawa-tawa yang meledak di sekitarku.
"Lihatlah itu... Dia sangat takut sekali jika posisinya digeser oleh Tria...!" kata Mbak ila di sela gelak tawanya.
"Tenang Mbak, aku hanya bercanda saja...!" kata perempuan tersebut yang kembali membuatku syok tak percaya.
"ini prank atau kode alam...?"