Besok kita akan tinjau proyek.
Pesan singkat itu dibaca Soraya dengan perasaan tidak nyaman. Perbincangannya dengan Kans, Loli dan Sasa membuat moodnya turun. Dia bahkan merasa malas bertemu dengan Daniel. Tapi bukan berarti dia membenci Relisha. Hanya saja dia tidak bisa mengontrol rasa sakitnya.
Ponselnya berdering. Tertera nama di layar Ken.
“Ada apa sih Ken nelpon malam-malam begini, kaya tidak ada kerjaan saja, huh!” dengan terpaksa Soraya mengangkat ponselnya.
“Apa, Ken?”
“Relisha minta aku nelpon kamu.”
“Hah?” Soraya ternganga. “Kenapa dia tidak telepon sendiri?”
“Relisha mau memperkenalkan beberapa kandidat calon suami buat kamu. Dia tidak berani ngomong takut kamu bakalan ngamuk-ngamuk.”
“Kandidat calon suami?” Soraya tidak mengerti dengan perkataan Ken. “Maksudnya apa sih, Ken?!”
“Sejak kamu pisah sama Kris, Relisha khawatir kamu belum bisa move on. Jadi, dia menanyai semua teman-temanku tentang statusnya lalu dia ambil beberapa orang yang memiliki potensi bisa menjadi pacarmu. Ya, kalau berlanjut bisa jadi calon suami.” Jelas Ken. “Pokoknya besok kamu harus ke sini setelah pulang dari tempat kerja barumu itu. Ingat, pakai pakaian yang bagus!” lalu telepon dimatikan secara sepihak.
Soraya hanya ternganga tanpa bisa protes.
“Relisha itu kenapa sih?”
***
“Apa jawabannya?” tanya Soraya saat Ken menoleh padanya.
“Diam saja.” jawab Ken datar.
“Apa dia tidak bilang ‘ya’ atau apa begitu?”
Ken menggeleng. “Soraya sudah dewasa, Rel. Dia bisa mencari kekasih yang dia mau. Apalagi dia bekerja di tempat kerja baru.”
“Dulu, Soraya itu naksir sama Daniel.”
Air muka Ken langsung berubah keruh.
“Kamu bisa cari tahu tentang Daniel tidak sekarang? Barangkali Daniel masih sendiri.” Relisha sadar kalau air muka Ken berubah keruh tapi dia tidak bisa menahan mulutnya.
“Kamu mau aku mencari info tentang pria yang dulu pernah naksir kamu?”
Relisha mengangguk ragu. “Buat Soraya, Ken. Dia bilang mau menikah saat usianya 29 tahun tapi—“
“Tidak, Rel. Aku tidak mau Daniel atau siapa pun itu muncul lagi di permukaan bumi ini. Biar saja dia menghilang lenyap, entah kemana.” Lalu Ken meninggalkan Relisha begitu saja masih dengan kekesalannya pada istrinya itu.
Bagaimana bisa dia mencari info tentang Daniel yang notabene pernah naksir istrinya. Bagaimana kalau Daniel masih suka dengan Relisha dan bukannya berkencan dengan Soraya, Daniel malah berkencan dengan istrinya?
Ini kan gila?!
***
Soraya merapikan poni rambutnya sebelum meraih tas dan meluncur ke tempat kerjanya. Dia mendengarkan musik Pyramid dari Charice dengan earphone. Musik tiba-tia berhenti di ganti dengan nada dering yang membuatnya terlonjak karena kaget.
Soraya melirik ponselnya sekilas nama Pak Daniel muncul. Seharusnya dia memberi nama Daniel dengan ‘Kutu Busuk’ atau mungkin ‘Keledai Arogan’ sepertinya terdengar lebih bagus daripada hanya dengan ‘Pak Daniel’.
“Halo, Pak.”
“Soraya, lagi dimana?”
“Di jalan.”
“Tolong segera datang ke kantor ya. Saya sudah siap semenit lalu dan Jim sudah datang. Kalau kamu tidak sampai dalam waktu dua menit saja aku akan menempelkan brosur dengan gambar wajah kamu yang tertidur di depan pintu saya.” Kata Daniel dengan nada dingin yang aneh.
“Tertidur? Maksudnya apa ya, Dan—Eh, Pak?”
“Oke, matikan ponselmu dan saya akan kirim poto kamu tertidur.”
“Hah? Saya tidak pernah tidur di—“
Lalu telepon mati.
Beberapa saat kemudian wajah Soraya yang sedang menguap dan memejamkan mata sukses membuat Soraya menganga. Soraya sering sekali menguap di kantor. Dia biasa tertidur di atas jam 12 malam. Itulah sebab Soraya sering menguap.
“Ini pasti kerjaan Jim, berengsek si Jim!” umpat Soraya.
***
Untungnya Soraya sampai sebelum dua menit. Jadi wajah Soraya itu hanya dijadikan hiasan di galeri poto Daniel.
“Kamu sudah sarapan?” tanya Jim saat Soraya sampai.
“Belum.”
“Kalau begitu kita harus makan dulu.”
“Tidak.” tolak Daniel. “Kita harus segera tinjau proyek dulu baru bisa makan.”
“Ya, terserah bos saja. Kamu yang berkuasa.” Sindiran itu sukses membuat wajah Daniel memerah.
Kamu?!
Jim menarik Soraya dan berjalan cepat menuju parkiran disusul Daniel.
Cara Jim yang berjalan beriringan dengan Soraya tidak disukai Daniel. Beberapa kali Jim meraih pergelangan tangan Soraya meskipun terlihat jelas Soraya hendak menghindar dari tangan nakal Jim.
Well, Jim mungkin akan bekerja keras untuk mendapatkan Soraya.
***
Sesampainya di tempat peninjauan proyek baru Daniel, Daniel memanggil salah satu bawahannya yang bekerja di proyek. “Krissss!” teriaknya.
Soraya menoleh ke arah seseorang yang berlari mendekati Daniel.
Kris...
Jim menangkap ekspresi Soraya yang berubah. Wajah Soraya memucat. “Soraya, kamu sakit?” tanya Jim.
Soraya menggeleng.
Kris tak kalah terkejutnya dengan Soraya. Mereka bersitatap sekilas sebelum Kris mengobrol pada Daniel.
“Oh ya, kenalkan ini sekretaris saya. Namanya Soraya.” Kata Daniel memperkenalkan Soraya.
Kris mengulurkan pergelangan tangannya. Butuh waktu beberapa saat sebelum Soraya membalas uluran tangan Kris hingga membuat Daniel dan Jim curiga.
“Kris.”
Soraya hanya mengangguk tanpa mau berkata apa pun. Bukankah dia hampir saja melupakan pria itu dan melupakan luka yang pria itu berikan? Kenapa dia bisa tiba-tiba muncul lagi?
Sembari Kris, Daniel dan Jim mengobrol mengenai proyek, Soraya memilih menepi di tenda yang disediakan untuk para pekerja.
“Oke, Jim kamu bisa antar Kris ke tempat Pak Haris.”
“Oke!” sahut Jim.
Daniel melihat Soraya duduk sendirian sembari melihat kesibukan para pekerja yang berlalu lalang di depannya. Bagi Daniel ini adalah kesempatan untuk menjauhkan Jim dari Soraya. Bukankah lebih baik Soraya dekat dengan Daniel?
Sebelum mendekati Soraya, Daniel membeli dua kopi dingin yang cocok diminum dalam cuaca panas seperti ini.
Secangkir kopi dingin itu terulur di depan wajah Soraya. Soraya mendongak menatap sosok pria berkulit putih seputih s**u itu.
“Untukmu.” Kata Daniel.
Soraya meraih cangkir kopi dan meminumnya dengan sekali tenggak. Oke, dia haus karena baru saja bertemu dengan seseorang yang tidak ingin ditemuinya lagi.
Daniel duduk di sampingnya sembari menatap wajah Soraya. “Haus?”
Soraya mengangguk. “Di sini panas. Gersang. Seperti di padang pasir.”
Daniel tersenyum kecil. “Jadi, Kris itu siapanya kamu?” tanya Daniel yang membuat Soraya terkejut.
“A-apa?”
“Iya, Kris itu siapa?”
Kedua daun bibir Soraya terbuka tapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari kedua daun bibirnya.
“Bukan siapa-siapa.” Jawab Soraya tanpa mau menatap mata Daniel.
Bukan siapa-siapa bagi Daniel adalah seseorang yang pernah menjadi seseorang yang spesial di hati Soraya.
“Apa dia mantan kekasihmu?”
Soraya menatap Daniel.
“Oke, matamu bilang ‘ya’.”
“Aku tidak mengatakan apa-apa.” protes Soraya.
“Aku bilang matamu yang bilang bukan mulutmu.” Semprot Daniel. “Kamu tidak bisa berbohong dariku, Soraya.”
Soraya menggigit bibir bawahnya.
“Nanti malam kita ada pesta di sebuah hotel dekat sini. Kamu datang ya, aku akan jemput kamu.”
Soraya tidak menolak atau mengiyakan. Dia hanya menatap Daniel.
“Kamu tidak bisa menolak, Soraya. Ngomong-ngomong, ada Kris juga. Kalau tidak salah Relisha dan Ken juga datang.”
Mata Soraya melebar. “Mereka datang ke pesta?”
Daniel mengangguk santai.
“Astaga, itu artinya kamu akan melihat Relisha dan Ken?”
Daniel kembali mengangguk.
“Oh, tidak!” Soraya melambaikan tangan seakan menyerah.
“Tidak kenapa? Ini pesta penting. Yang datang itu kalangan pengusaha seperti aku, Ken dan Kris datang karena kekasihnya itu salah satu anak pengusaha juga.”
Soraya tidak ingin melihat Kris lagi. Tidak ingin.
***