BAB 5

1506 Words
            Soraya melipat kedua tangannya di atas perut saat Daniel mencoba membenarkan televisi yang rusak di ruangannya. Soraya menatap penuh konsentrasi pria yang banyak berubah selama bertahun-tahun itu. Yang tetap ada di dalam diri pria itu adalah ketampanan uniknya. Ketampanan yang tidak mudah ditiru.             “Sepertinya aku tidak ahli,” gumamnya membiarkan televisi terbengkalai begitu saja.             “Lalu kenapa kamu—“ jeda sejenak. Daniel menatap Soraya dengan tatapan teguran. “Mencoba membenarkan televisinya. Lagian itu bukan keahlian seorang bos kan.”             “Daripada hanya bisa ngomong tanpa memberikan solusi apa-apa lebih baik kamu menelpon tukang servis. Dan harus yang benar-benar ahli, ini televisi mahal. Harganya lebih dari 30 juta. Kamu tahu ini salah satu merek televisi terbaik di dunia.”             “Aku tidak bertanya soal harga televisi itu.” kata Soraya sedikit kesal dengan sikap Daniel.             “Aku hanya memberitahu.” Jawab Daniel dengan gaya angkuh.             “Tidak perlu memberitahu sesuatu yang tidak penting.”             “Oh ya? Kamu pikir televisi ini tidak penting? Televisi mahal ini aku jadikan branding kantor kita agar klien yang datang akan melihat dengan ‘waaah’.”             “Jalan pikiran yang aneh. Kenapa harus televisi yang dijadikan branding sebuah perusahaan.”             “Seorang influencer menggunakan ferari sebagai brandingnya lalu apa yang salah dari sebuah televisi mahal.”             Soraya menatap Daniel dengan kepala miring. “Kenapa dengan otakmu?” tanya Soraya tidak mengerti jalan pikiran Daniel.             Pria itu menanggapi pertanyaan Soraya dengan senyuman yang paling manis yang pernah dilihat Soraya. Senyuman yang mencairkan suasana hatinya.             Siapa pun itu orang yang melihat Daniel tidak akan menyangka kalau Daniel sudah memiliki anak. Pria itu terlihat cute dengan ketampanannya yang unik dan mengaggumkan. Bagaimana bisa Soraya mengenyahkan kekaguman yang sudah dia pelihara di dalam hatinya pada Daniel.             Soraya ingin menanyakan pertanyaan pribadi tapi dia merasa tidak enak dan takut menyinggung Daniel jadi dia memilih mengulum pertanyaannya.             Daniel berdiri di samping Soraya. Dia melipat kedua tangannya sama persis seperti yang dilakukan Soraya. Menatap Soraya dari pinggir wajahnya. Ada banyak hal yang berubah dari dirinya dan Soraya. Wanita ini sudah tidak pernah mengenakan make up dengan warna terang seperti yang dilakukannya saat kuliah dulu. Wajahnya lebih natural. Daniel menyukai wajah natural Soraya. Rambutnya pun berubah tergerai lebih natural. Dulu rambut Soraya berwarna terang dan curly. Daniel kurang suka dengan rambut curly Soraya.             “Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Soraya menoleh pada Daniel. Pria itu tetap tenang.             “Kalau Jim mengajakmu kencan jangan mau.” Ini bukan permintaan tapi perintah.             “Maksudmu?”                                                                    “Ya, kalau Jim mengajakmu kencan jangan mau. Kalau sampai kamu berkencan dengan Daniel aku akan memotong gajimu 30%.”             Soraya melongo bodoh. “Apa-apaan ini?!”             “Karena kamu bawahanku jadi aku punya hak untuk mengatur urusan pribadimu. Bahkan termasuk dengan siapa kamu kencan.”             Kedua daun bibir Soraya terbuka dan pupilnya melebar tak percaya.             Dia mau mengatur kehidupan pribadiku?                  “Pokoknya, aku adalah atasanmu dan kamu harus menuruti perintahku termasuk masalah kencan. Lapor padaku tentang siapa saja yang mengajakmu kencan dan siapa saja yang mencoba mendekatimu.”             “Daniel—“             “Pak!” tegur Daniel berlalu meninggalkan Soraya keluar ruangan.             Dengan terpaksa Soraya memanggil Daniel dengan sebutan ‘Pak’.             “Pak! Pak!” sembari mengejar Daniel yang berjalan cepat keluar dari ruangannya.             Beberapa karyawan melihat adegan Soraya mengejar-ngejar Daniel yang ditanggapi acuh tak acuh oleh Daniel sendiri.             Daniel sampai di pantry dan dia mengambil cangkir khusus dengan tulisan kapital ‘Milik Pak Daniel’.             “Aku tidak bisa menerima apa yang kamu katakan!” kata Soraya kesal.             Daniel yang melihat beberapa office girl di pantry menyuruh mereka keluar dengan menggerakkan dagunya ke arah pintu keluar.             “Terus kamu maunya bagaimana? Begini ya, kalau kamu tidak bisa menerima perintahku ya, tentu pintu keluar selalu terbuka untukmu.”             Daniel dan Soraya saling bersitatap. Keberadaan bos dan sekretarisnya itu menarik perhatian para karyawan yang berpur-pura lewat di pantry. Mereka bolak-balik hanya demi bisa melihat apa yang dilakukan Soraya dan Daniel di pantry.             “Kok begitu sih?” wajah Soraya tampak mengerucut.             “Aku kan atasan di sini peraturan apa pun yang aku buat semua karyawan harus bisa terima.”             Daniel melihat ke atas dan merasa sesuatu akan jatuh di atas menimpa Soraya. Dan tepat saat itu pria itu segera menarik tubuh Soraya ke dalam pelukannya dan menjauh dari panci yang terjatuh dari atas rak piring.             Soraya terkejut. Dia mematung dalam pelukan Daniel. Dan tepat saat itu juga beberapa karyawan melihat adegan pelukan itu. Ini kedua kalinya para karyawan yang usil melihat Daniel dan Soraya berpelukan dan berspekulasi kalau ya, ada hubungan yang jelas di antara bos dan sekretarisnya itu. Meskipun mereka mendengar bunyi panci jatuh tapi tetap saja pelukan itu lebih kuat untuk membuat argumen dibandingkan alasan sebenarnya Daniel menarik tubuh Soraya dalam pelukannya. ***             Ini adalah kali kedua Daniel memeluknya dan ditonton oleh para karyawan. “Kenapa mereka berani sekali melihat apa yang bosnya lakukan sih?!” gerutu Soraya sambil melahap ayam panggang di kantin.             Kans, Loli dan Sasa muncul secara bersamaan membuat Soraya merasa harus segera menghabiskan makanannya atau menjawab pertanyaan nyeleneh dari ketiga cewek yang selalu memakai lipstik warna terang ini.             Mereka meletakkan nampan makanan di atas meja. Mereka bertiga duduk berhadapan dengan Soraya. Menatap Soraya penuh selidik.             Soraya memilih bersikap acuh tak acuh dan segera menghabiskan makananya.             “Tahu tidak gosip di divisi keuangan itu begitu liar!” kata Kans dengan nada mendramatisir.             Soraya mendongak. “Gosip apa?” tanyanya dengan ekspresi seperti robot. Datar.             “Gosip tentang kamu yang berpelukan di pantry dengan Pak Daniel.” Nada bicara Loli agak mirip seorang penyanyi yang memiliki nada manja. Tapi Soraya lupa siapa. Yang Soraya tahu penyanyi itu cukup fenomenal. Soraya pernah menyukai lagunya tapi anehnya dia tahu dan hapal lagunya tapi lupa nama penyanyinya.             “Namamu sudah tercoreng, Soraya.” Kini Sasa. Dia berkata sambil melahap makanannya dengan semangat.             “Divisi keuangan itu adalah sumber segala dunia pergosipan.” Kans mulai menyentuh makanannya.             “Termasuk pergosipan yang tidak diketahui makhluk Bumi.” Loli menambahkan.             Soraya terbahak. “Hahaha...” Soraya tidak bisa menahan tawanya saat Loli berkata seolah-olah divisi keuangan itu punya mesin informasi yang dapat menyalurkan ke planet lain. Ditambah ekspresi Loli yang selalu terlihat bodoh tapi sok pinter.             Daniel yang tidak sengaja melihat Soraya tertawa memperhatikan cara wanita itu tertawa. Seperti itulah. Masih sama.             Kans, Loli dan Sasa saling menatap.             “Soraya, kamu tidak kemasukan makhluk asing kan?” tanya Loli masih dengan ekspresi bodohnya.             Soraya melambaikan tangan. Dia mencoba mereda tawanya tapi tawa itu kembali menggema. “Hahaha...”             Daniel ikut tertawa dan dia baru yakin kalau tawa itu bisa menular meskipun kita tidak tahu apa yang orang itu tertawakan. Sebelum diketahui bawahannya, Daniel segera melesat dari kantin.             “Oke, Ma’af.” Akhirnya Soraya berkata setelah beberapa saat lamanya Kans, Loli dan Sasa menunggu tawa Soraya reda.             “Kita serius, Soraya.” Kata Kans.                                                           “Beberapa orang di divisi keuangan itu mata-mata Cleo.” Kata Loli merendahkan kalimatnya saat sampai di nama mantan istri Daniel.             Mata-mata Cleo.             Soraya terdiam.             “Mereka mungkin bilang pada Cleo soal—Ekhemmm—pelukanmu itu, lho.” Kata Loli lagi.             “Well, tadi ada panci yang mau jatuh jadi Daniel itu hanya ingin menyelamatkanku dari panci.” Kata Soraya mencoba menghindari kalau yang sebenarnya Daniel memang ingin memeluknya.             “Hati-hati dengan orang-orang dari divisi keuangan. Mereka tidak Cuma pinter soal keuangan tapi juga soal gosip.” Kata Kans lagi mengingatkan.             “Gosip atau fakta sih sebenarnya?” Sasa bertanya heran pada sahabatnya.             “Dua-duanya.” Kata Kans.             “Aku dengar Cleo lagi liburan di Singapura.” Loli menatap Soraya seakan Soraya tahu soal liburan Cleo.             Soraya mengangkat bahu.             “Eh, aku tidak melihat Jim seharian ini. Dia kemana ya?” tanya Soraya merasa ada yang kurang kalau Jim tidak keluyuran di kantor.             “Pak Daniel suka nyuruh Jim kemana begitu.” Jawab Sasa yang makanannya lebih dulu habis dari pada kedua sahabatnya.             “Oh. Kalian sendiri bukannya dulu sempat naksir sama Daniel kan?”             Mereka bertiga mengangguk samar.             “Aku sudah punya pacar.” Kata Loli.             “Aku punya sepuluh gebetan.” Kata Kans.             “Aku—masih sendiri jadi aku masih jadi pengaggum Daniel nomer satu!” kata Sasa penuh semangat.             “Eh, bagaimana kabar temen kamu yang pernah ditaksir Daniel dulu?” tanya Kans.             “Relisha?”             Kans mengangguk.             “Baik. Sekarang hidupnya bahagia sama sepupuku.”             “Oh ya? Daniel pernah tanya soal Relisha?” tanya Loli penasaran.             Soraya menggeleng. “Belum.”             “Kenapa ya, aku merasa Daniel masih suka sama si Relisha itu.” kata Sasa yang biasanya kurang nyambung dan lola.             “Kenapa kamu bisa berkata begitu, Sa?” tanya Kans.             Sasa mengangkat bahu. “Aku mengatakannya sesuai dengan apa yang aku rasakan. Kalian pernah sadar tidak sih seperti ada yang hilang dalam diri Daniel.”             “Apanya yang hilang, Sa?” tanya Loli.             “Aku tidak tahu.” kata Sasa dengan ekspresi bodoh.             Entah kenapa Soraya merasa ada yang terluka di dalam dadanya. Luka yang berbeda dari hanya berpisah dengan kekasihnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD