"Loh!!! Daniel?!"
Icha heran dan kaget dalam waktu bersamaan. Pemuda tampan yang dia lihat saat ini adalah Daniel, pemuda yang ia ajak bertemu tadi siang. Pikiran Icha mulai berkecamuk menafsirkan apa yang sedang terjadi saat ini, namun pada akhirnya otaknya menyerah begitu saja dan memilih menunggu jawaban dari kenyataan.
"Hallo Icha! Kenalkan saya Dinandra, Icha bisa panggil Tante Dina," Sebuah suara yang begitu lembut dan manis itu membuyarkan semua kekacauan yang ada di dalam kepala Icha.
"Oh! Hallo Tante, saya Icha Tante, salam kenal,"Sapa Icha memasang senyum canggung.
"Aduh Icha manis banget, Icha sudah kenal sama Daniel ya?" Tanya Dinandra, sebenarnya ia juga terkejut karena ternyata anak Pram dan anaknya sendiri sudah saling kenal.
"Iya tante, Icha sama Daniel temen satu kampus, hehe," Jawab Icha sambil tertawa canggung.
Kacau, semuanya sudah diluar kendali Icha. Gadis itu mulai berkeringat dingin mendapati situasi yang dianggapnya aneh ini. Hatinya terus bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi?
"Kok Tante? Harusnya nanti Icha manggil kamu Mamah dong ya, Dina," Kata Pram, Ayah Icha sembari tersenyum-senyum penuh arti.
"Mamah?!" Icha dan Daniel serentak kaget dengan mata yang membulat, mereka bingung dibuatnya.
"Jadi— Om Pram ini pacarnya mama?" Tanya Daniel yang juga tidak tahu apapun sejak tadi, Daniel ikut saja karena mamanya yang meminta untuk ditemani ke rumah seorang teman.
"Iya, sayang. Gimana? Enggak boleh?" Tanya Dinandra dengan ekspresi memelas pada anaknya, Daniel.
Daniel menggaruk kepalanya bingung, ia melihat ke arah ayahnya Icha lalu kembali menatap ibunya. "Bukan gitu mah. Jadi dari tadi siang aku dijadiin anti nyamuk dong?" Pertanyaan Daniel sukses membuat Dinandra dan Pram terbahak.
Sementara Icha melempar tatapan penuh tanda tanya pada ayahnya yang kembali dibalas oleh ayahnya dengan sebuah anggukan penuh arti. Ayahnya kini memiliki kekasih, setelah sekian lama ditinggalkan oleh ibunya, Raisha Hermawan. Ada rasa senang, dan juga aneh di dalam hati Icha saat ini. Senang jika akhirnya ia memiliki seorang wanita yang dapat ia panggil dengan sebutan "mamah" namun ia merasa aneh jika ia harus menjadi satu keluarga dengan Daniel.
"Iya, Mamah dengan Om Pram baru dekat dua bulan ini. Dan mamah merasa, Om Pram adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Iya kan, Icha?" Tanya Dinandra mengenai pendapat Icha, Dinandra menatap lembut Icha yang duduk di salah satu sofa, tepat berhadapan dengan mereka bertiga.
"Eh, iya tante, eh mah," Jawab Icha kikuk.
Pram terlihat senang karena Icha langsung menunjukkan lampu hijau atas hubungannya dengan Dinandra. Sementara Daniel sendiri terlihat masih berpikir keras di tempat duduknya. Tak lama kemudian Daniel menatap Pram dengan serius.
"Om, kalo begitu tolong jaga mamahku ya." Kata Daniel lalu melakukan tos dengan Pram. Dinandra tertawa menyaksikan kelakuan Pram dan Daniel yang duduk di samping kiri dan kanannya.
"Icha, rencananya Papa mau buat acara pernikahannya bulan depan, gimana?" Tanya Pram kepada Icha.
Icha sendiri bingung mau menjawab apa, karena ia tidak tahu apa saja yang harus dilakukan olehnya untuk pernikahan ayahnya nanti. Bagi Icha, jika ayahnya bahagia maka ia pun pasti merasa bahagia. Icha sangat menyayangi ayahnya.
"Gimana ya pah? Icha nggak terlalu ngerti sih pah. Icha mah oke-oke aja, Pah," Jawab Icha lalu melirik ke arah Daniel.
Dinandra yang melihat hal itu juga langsung menanyakan pada Daniel perihal yang sama. "Gimana Niel?"
"Aku kayak Icha deh mah, Oke aja," Jawab Daniel lalu menghela napas.
"Oh iya, sampe lupa, Icha kedalam dulu ya mah?Icha kehujanan tadi di kampus, jadi Icha mau mandi dulu," Mohon Icha lalu melirik tajam ke arah Daniel sebelum akhirnya gadis itu beranjak dari sofa.
"Iya, Cha," jawab Dinandra.
"Cha, turun sebelum makan malam ya?" Pinta ayahnya.
"Iya, pah," jawab Icha cepat sembari berlari kecil menaiki tangga.
Icha sudah memanggil Dina dengan sebutan Mama, rasanya ia sudah tidak merasa canggung lagi. Mengingat sudah lama gadis itu tidak memanggil seorang perempuan dengan sebutan Mama. Hal ini sudah menjadi salah satu keinginan Icha sejak lama. Icha sudah lupa rasanya memiliki seorang ibu, namun ia juga begitu merindukan ibunya, Raisha Hermawan.
Icha masuk ke kamarnya, tak lupa menghampiri nakas tempat di mana ia meletakkan bingkai foto ibunya. "Mah, ini Icha lagi, mah... pasti Mama ikut bahagia kan? Papa mau menikah dengan Mama Dina. Dia orangnya baik kok. Pasti mama akan suka. Mah, Icha rindu sekali sama Mama. Icha mandi dulu ya Mah, I love You Mah."
Icha meletakkan kembali bingkai foto itu dengan rapi kemudian mengambil handuk untuk mandi. Sejenak gadis itu melupakan bagaimana sakit hatinya saat menunggu Daniel di taman kampus tadi siang.
Apa yang sedang terjadi sekarang? Mamanya Daniel mau menikah dengan papanya Icha. Icha tidak bisa meninggikan egonya demi kebahagiaan papanya. Icha mengguyur kepalanya yang terasa panas itu dibawah shower. Rasanya ia perlu mendinginkan kepalanya yang dipenuhi dengan banyak pemikiran tentang hari ini.
Dua puluh lima menit berlalu, Icha akhirnya selesai dengan mandinya. Gadis itu cepat berpakaian lalu meraih ponselnya, menatap layar dan mendapati satu pesan masuk.
1 Pesan baru... Daniel -
Icha bergegas membukanya dengan hati penuh rasa penasaran.
Daniel Anteksip : Cha, maaf ya. Tadi aku ditelepon mama aku, makanya ga nyamperin. Aku gatau kalo kamu nunggu
"Oh! Ternyata dia akhirnya peka ya?" Marah Icha kamudian membanting ponselnya di kasur.
"Tok Tok!"
Pintu kamarnya diketuk, "Non udah mandinya? Tuan manggil Non ikut makan malem dulu." Ternyata Bik Yati.
Icha tidak membalas pesan Daniel dan malah pergi untuk membukakan pintu. "Iya Bik, Icha turun. Ayo, Bik." Icha menggandeng lengan Bik Yati dan bermanis-manis dengan bik Yati.
Bik Yati adalah salah satu orang yang paling menyayangi Icha di rumah, karena Bik Yati yang telah mengurus Icha sejak Raisha meninggal dunia. Bik Yati sangat menyayangi Icha seperti anak kandungnya sendiri, Bik Yati memiliki anak laki-laki yang sekarang sudah duduk di bangku SMA. Namun rasa sayang Bik Yati kepada Icha begitu tulus. Icha sangat dekat dengan Bik Yati, bahkan sejak kecil Icha tidak tidur dengan ayahnya, melainkan bersama dengan Bik Yati. Jadi tidaklah heran kenapa Icha bisa begitu bermanja dengan Bik Yati.
Icha mengenakan celana pendek selutut dengan kaus oblong berwarna pink pastel. Rambutnya yang belum sepenuhnya kering itu terlihat rapi dan manis dengan jepitan rambut berwarna biru muda.
"Cha, cepet cha. Kamu udah kehujanan tadi, harus makan yang anget-anget." Ajak Dina.
"Iya, Mah." Jawab Icha, kemudian gadis itu saling tatap dengan Bik Yati yang juga tengah tersenyum-senyum. Mereka semua ikut bahagia dengan kabar gembira dari Pram.
"Non, semoga Non bahagia juga ya." Ucap bik Yati lalu mencium punggung tangan Icha dengan gemas. Sesayang itu Bik Yati kepada Icha.
Daniel menatap Icha yang menuruni tangga, gadis yang tidak pernah ia sangka akan menjadi anggota keluarganya juga. "Icha cantik banget, kayak dewi turun dari kahyangan." Ucap Daniel dalam hati.
Senyum Icha hilang ketika melihat Daniel yang juga sedang tersenyum melihat ke arahnya.
"Non, Den Daniel lumayan tampan sih Non." Bisik Bik Yati yang dibalas Icha dengan menghela napas lelah.
Icha duduk mengambil tempat di depan Dinandra, ia tidak mau duduk berhadapan dengan Daniel. Icha benar-benar menjaga agar tidak tercipta kecanggungan dalam acara makan malam keluarga ini. Icha tau dengan benar, bisa-bisa ia tidak jadi makan kalau terus berhadapan dengan Daniel.
Mereka makan malam sambil berbincang lama, seperti sebuah keluarga yang hangat akan segera tercipta. Icha yang begitu cerewet menarik perhatian Dinandra, ia begitu menginginkan anak perempuan dan kini telah terwujud dalam diri Icha yang ceria.
Malam sudah larut, Dinandra dan Daniel akhirnya pamit untuk pulang. Dinandra berjanji untuk sekedar mengajak Icha jalan-jalan dan shopping di akhir pekan nanti.
"Bye, Mah!" Seru Icha sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi, melihat mobil Dina dan Daniel yang perlahan menjauh.
"Cieee... jadi udah punya Mamah lagi sekarang?" Goda Pram kepada anak gadisnya itu.
Icha tersenyum penuh haru lalu memeluk ayahnya, "Pah, pasti Mamah ikut senang melihat kita dari surga sana." Icha menunjuk bintang-bintang yang bertaburan di langit malam.
"Iya, nak. Besok kita jenguk Mamah ya?" Ajak Pram, besok merek akan ziarah ke makam Raisha.
"Iya Pah, ayok!" Seru Icha kegirangan. Ayah dan anak itu pun masuk ke dalam rumah setelahnya.
Di dalam kamar Icha sudah bersiap untuk tidur, ponselnya kini berdenting kembali. Dengan malas Icha meraih ponselnya. "Siapa sih malem-malem." Kesal Icha.
1 Pesan baru... Daniel -
"Daniel?" Heran Icha.
Daniel Anteksip : Cha, udah tidur. Soal tadi siang maaf ya
Icha berpikir sejenak, bukankah terlalu kejam jika marah pada Daniel? Daniel sendiri tidak sempat datang untuk bertemu Icha karena sedang mengantar ibunya ke rumah Icha.
Tak lama Icha pun mengetikkan sesuatu di keyboard ponselnya.
Ke : Daniel Anteksip
Iya, aku maafin. Tapi kamu dah buat aku kehujaan sih.
Soal mama-papa kita, aku bisa nerima. Tapi untuk kamu, enggak.
Daniel Anteksip : Loh, kok gitu cha?
Icha memilih tidak membalas pesan itu lagi, tubuh, jiwa, dan hatinya begitu lelah. Ia memilih untuk mengistirahatkan semuanya dulu. Membiarkan hari esok yang akan mengukir semuanya nanti.
- Bersambung -