Icha berangkat ke kampus pagi ini diantar oleh pak Narto. Sepatu boots hitamnya, dipadu-padankan dengan celana jeans dan kaus oblong oversize berwarna putih, terlihat begitu keren melekat pada tubuh gadis itu.
"Cha! Hoy!"
Icha benar-benar mengenali suara itu, tidak lain adalah Rere, sahabat suka dukanya sejak ia menjalani masa remaja hingga kini.
"Reeee! Eung!" Icha langsung memeluk Rere, sedikit berakting imut sembari menunjukkan wajah sedih.
"Loh kenapa, Cha?!" Tanya Rere.
Icha akhirnya menunjukkan wajah serius. Ia membuang wajah lucu yang diperlihatkannya beberapa detik yang lalu kemudian menghela napas panjang, meresapi tarikan napasnya dan ada sesayat rasa sakit yang Icha rasakan disana.
“Aku cerita di kantin deh." dan kedua gadis itu pun berjalan bersama menuju kantin kampus.
"Ya ampun, Cha, baru datang sudah ke kantin aja." Seru Ririn yang tiba-tiba muncul entah dari mana. "Eh, gimana kemarin?" Tanya Ririn lagi.
"Oh iya! Lupa, iya nih Cha. Gimana kemarin? Jadi ketemu akang Daniel?" Tanya Rere menimpali pertanyaan Ririn.
Icha mendengus, moodnya tidak bagus untuk menceritakan hal itu. Tapi ia juga tetap harus cerita kepada Ririn dan Rere. Sahabat kan harus seperti itu, iya kan? harus saling berbagi suka dan duka.
Mereka bertiga akhirnya sampai di kantin jurusan Seni, ketiganya langsung mengambil tempat biasa yang sering mereka duduki ketika makan siang atau sekedar nongkrong di kantin.
“Aku yang mesen ya, kalian berdua disini aja. Eh! Jangan cerita dulu kalo aku belum balik, awas ya!" Ancam Ririn.
Ririn memang begitu, vibes cewek bar-barnya memang susah dibuat kalem. Itulah yang membuatnya betah menjomblo hingga saat ini. Padahal ia adalah gadis yang cantik dan juga sangat baik kepada semua orang, sudah begitu Ririn juga pintar dalam pelajaran. Definisi paket spesial pake telur kalo kata orang.
Sementara itu Rere sedang sibuk chat dengan pacarnya, Danish. Brondong ganteng Jurusan Teknik Informatika yang kini masih di tahun pertama alias maba, Icha sampai heran kenapa bisa Rere pacaran sama brondong. Padahal Rere sendiri orangnya dewasa dari segi umur dan kelakuan. Selisih umur 4 tahun tidak membuat Rere dan Danish menjalani hubungan cinta yang kekanankan, mereka dewasa dalam menyikapi semuanya.
Icha sendiri malah asik memainkan game mobile legend dari ponselnya, gadis itu tampak sesekali menggerutu kesal “Bisa nggak sih mainnya?” Ternyata ada anggota timnya yang tidak bisa bermain dan menjadi beban dalam tim.
“Serius amat ngerusakin baterai health hp sih kamu, panas banget tau Cha” tegur Rere yang mengusap punggung ponsel Icha.
Icha akhirnya melepaskan ponselnya, “Iya, udah kalah juga.”
Tak lama Ririn akhirnya kembali, gadis itu duduk tepat di hadapan Icha. Ririn bersiap untuk mendengarkan cerita Icha tentang kejadian kemarin. "Jadi gimana, Cha?"
Rere pun meletakkan ponselnya di atas meja, mereka berdua menatap Icha dengan raut wajah serius.
"Ya, begitu. Re, Rin." Jawab Icha sambil menunduk.
"Ya, begitunya bagaimana, Cha?" Rere kesal jadinya, Icha memang agak susah kalau mau bicara dari hati. Kalau bukan di jeda-jeda pasti tidak jadi cerita, membuat Rere dan Ririn emosi jadinya.
"Kemarin aku enggak jadi ketemu Daniel." Icha menghela napas lagi, rasanya sulit untuk menjelaskan. Diikuti Ririn dan Rere yang juga ikut-ikutan menghela napas.
"Suratnya gimana?” Tanya Rere.
"Aku buang, Re. Enggak ada gunanya lagi." Icha menatap keluar jendela kantin, menarik napas pelan lalu menghembuskannya. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya itu dengan senyum tipis.
"Yaelah Icha!" Emosi Ririn, "Terus kamu santai aja gitu?" Lanjut Ririn.
"Re, Rin, Bukan itu lagi intinya." Icha menatap mata kedua sahabatnya itu bergantian.
"Lalu?" Sela Rere.
"Papah aku, sama mamahnya Daniel..." Kata Icha tertahan.
"Mereka nggak setuju?" Potong Rere lagi.
"Enggak gitu." Jawab Icha lagi sambil menggeleng.
"Terus apa?! Jangan bikin penasaran dong Cha!" Ririn makin emosi.
Icha menghela napas lagi lalu menyapu dadanya pelan, "Kalian janji untuk enggak teriak?" Tanya Icha yang dijawab kedua gadis di hadapannya itu dengan anggukan cepat.
"Papah aku sama Mamahnya Daniel mau nikah."
"WHAT!!!" Teriak Rere dan Ririn bersamaan, seketika semua mata penghuni kantin tertuju pada mereka.
"Ssshhh! Kan aku bilang jangan teriak, gimana sih?" Icha menyentil kepala kedua sahabatnya itu dengan buku menu kantin yang ada di atas meja.
"Aw!" Teriak keduanya kesakitan dan juga menahan malu karena diperhatikan oleh banyak orang di kantin itu.
-
Kelas untuk mata kuliah hari ini sudah selesai, Rere dan Ririn pun sudah dijemput pulang. Tersisa Icha yang menunggu Pak Narto di depan gerbang kampus seperti biasanya.
Sambil menunggu ia tengiang pembicaraan dirinya dengan Rere dan Ririn di kantin tadi.
"Cha, jadi kamu sama Daniel enggak bisa..."
"Iya, Re. Harus gimana lagi? Sudah waktunya aku lupain Daniel."
"Cha, kita sayang kamu Cha. Jangan sedih ya." Ririn dan Rere memeluk Icha setelahnya.
Tanpa sadar kristal bening jatuh di pipi Icha. Gadis itu sampai kaget lalu menghapus air matanya dengan cepat. Saat sedang menunggu kedatangan Pak Narto tanpa sengaja Icha menjatuhkan modul di tangannya, modul itu berserakan tepat di depan gerbang kampus. Gadis itu pun segera duduk berjongkok untuk mengumpulkan kembali lembaran demi lembaran modul itu, sebelum ia mendengar suara decitan ban mobil diikuti dentuman yang memekakan telinga.
CKIIIITTTT! BRAAAKK!
Icha kaget bukan main, gadis itu langsung jatuh terduduk dengan lembaran-lembaran modul yang kini sudah diterbangkan oleh angin.
Sebuah mobil sport berwarna hitam menabrak tiang gerbang kampus dengan pasti, penyok di sebelah kanan dengan lampu mobil yang juga pecah.
Dengan cepat Icha menghampiri mobil itu, namun belum sempat Icha mengecek tiba-tiba saja seorang cowok keluar dari mobil. Cowok itu berjalan cepat menuju duduk samping body mobilnya yang penyok lalu menatap Icha dengan malas. Cowok itu datang menghampiri Icha sambil mengusap dahinya yang terasa pusing.
"Kamu, enggak apa-apa mas? Kamu pusing?Apa kita ke rumah sakit aja?” Tanya Icha cepat-cepat saking paniknya.
Cowok itu mendengus malas, "Dari pada repot-repot ke rumah sakit mendingan kamu minta maaf dulu deh.” Cowok berpostur tubuh tinggi itu menatap Icha dengan tatapan tajam.
Icha yang sedang panik, bingung dan juga kaget itu tampak linglung “Ah, iya maafkan saya ya mas. Tapi… saya enggak ngerti jalanan sebesar ini dan mas malah nabrak.” Benar-benar Icha tidak menyadari posisinya dalam kejadian itu.
"Mbak? Kamu enggak ngerti? Astaga! Kamu tadi ngapain sih jongkok di depan gerbang, hah?! Kamu tau kan, ini jalanan?"
Icha membelalak kaget, ada rasa tidak terima karena dianggap sebagai penyebab terjadinya kecelakaan, "Maksud mas? Aku yang membuat mas sampai menabrak gerbang kampus begitu?"
"Ya kalau gitu siapa lagi, Neng? Lihat, cuma kamu aja yang ada disini." Cowok itu menunjuk Bahu Icha saking kesalnya dengan cewek loading ini.
Icha mengusap bahunya yang disentuh oleh cowok tadi, "Ih, yaudah jangan colek-colek juga dong. Mas butuh ganti rugi berapa? Biar aku transferin sekarang." Ketus Icha.
"Aku mau kamu minta maaf dulu ya, Neng." Cowok itu tampak emosi, ia kembali menunjukkan jarinya kepada Icha.
"Enggak! Orang masnya marah-marah. Kasar banget jadi cowok, salah kamu sendiri nyetirnya ngebut udah tau ini area kampus." Icha bersikeras.
Icha yang pada awalnya tidak mau disalahkan itu pun akhirnya menyadari, kalau kecelakaan itu terjadi karena ia yang tiba-tiba jongkok di tengah jalanan gerbang untuk memunguti kertas-kertas modul yang jatuh berserakan. Ia ingin minta maaf sekarang tapi wajah cowok itu masam sekali, membuat Icha jadi enggan.
Cowok itu beranjak dari pijakkannya dan menuju ke mobil, tiba-tiba saja Icha berlari menghampiri. "Mas, aku minta maaf." Kata Icha dengan suara yang terdengar gugup.
Cowok itu menoleh, "Apa? Aku enggak denger."
Icha berusaha sabar, dan mengulangi permintaan maafnya, "Aku minta maaf mas, aku salah." Kata Icha dengan nada tulus.
"Enggak semudah itu. Selain minta maaf, kamu juga harus ganti rugi kan?” jawab cowok itu sambil tersenyum jahil.
Icha kesal bukan main, "Oke, berikan nomer rekening mas aja?" Ketus Icha.
Icha mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi mobile banking kemudian menatap cowok itu, "Mana nomer rekening kamu? Aku transfer biaya kerugian sekarang."
Entah apa yang ada di pikiran si cowok, namun cowok itu tersenyum jahil lagi, membuat Icha penasaran dan curiga dalam satu waktu.
"Oke, 0007798*****." Jawab si cowok.
Icha tampak serius mengetikan nomor-nomor itu , "Atas nama?"
Si cowok masih tersenyum jahil, "Victory Liandra Kim." Jawab cowok itu sembari memainkan layar ponselnya sebentar, ternyata ia sedang browsing harga lampu mobil serta bumper mobil sportnya tersebut di applikasi belanja online.
"Oke, berapa?" Tanya Icha.
Cowok bernama Victory itu menunjukkan layar ponselnya pada Icha, "Nih." Jawab cowok itu.
"WHAT?! 100 juta??? Yang benar saja kamu?"Icha seperti kebakaran jenggot melihat nominalnya, saldo di dalam rekeningnya saja hanya sekitar 40 jutaan saja. Uang itu juga adalah tabungan Icha selama 4 tahun.
Cowok bernama Victory Liandra Kim itu pun sukses membuat Icha membeku di tempat. Senyum kemenangan menghiasi wajah si cowok.
"Gimana? Jadi transferin?" Ucap cowok itu sambil menepuk pelan kemudi mobilnya, namun bukan itu intinya. Ia menepuk kemudi untuk menunjukkan logo mobilnya yang ternyata adalah Porsche.
Icha terlihat kikuk lalu memasukkan kembali ponselnya kedalam saku, "Hehe, kalo minta maaf aja dulu gimana? Nanti aku omongin sama Papah aku dulu soal ini." Mohon Icha.
"Ga bisa." Ketus cowok itu. "Kecuali kamu jadi pelayan aku selama kamu belum ganti rugi." Dengan nada bicara yang di tekan. Sekarang Victory berhasil memasang perangkap.
"Hah?! Kok gitu? Kalo aku nggak mau gimana?" Protes Icha dengan emosi yang mulai membakar.
Victory Liandra Kim menunjukkan layar ponselnya yang kini sedang melakukan panggilan telepon yang ditujukan pada nomor kantor polisi, "Ya sudah, aku akan tuntut kamu secara hukum, buktinya ada kok di video black box mobil."
“Halo...”
Suara dari ponsel Victory yang ternyata panggilan itu baru saja terhubung, namun Icha yang panik segera merampas ponsel milik Vic dan mematikannya dengan cepat.
"Haduh! Oke! selama aku belum ganti. Tapi setelah aku ganti artinya kita sudah impas.” Icha menatap Vic dengan tatapan menusuk yang di balas oleh Vic dengan senyum miring penuh misteri.
“Deal!”
- Bersambung -