#31

1127 Words
*** "Duh... baper banget sih jadi cowok iiiiih...." Lagi-lagi Icha meledek Vic, Vic memang sensitif sekali hari ini. Gadis itu berniat minta maaf sekarang. Melihat Vic yang diam saja sejak tadi. 'Segitu banget sih ah... iya maaf deh kalo emang kamu bukan cowok semacam itu.' gumam Icha dalam hati. "Yaudah... aku minta maaf, ya? Mau maafin aku nggak?" tanya Icha sembari mencoba untuk melakukan kontak mata, namun Vic memalingkan wajahnya, tidak mau melihat ke arah Icha. "Maaf ya... Victory... maaf ya? Oke?" bujuk Icha. Vic mengangguk kecil namun masih tidak mau menatap ke arah Icha. "Beneran?" tanya Icha lagi. Vic menjawab dengan anggukan lagi, kali ini masih anggukan pelan. "Serius?" gadis itu sedang meledek Vic lagi, namun ia menahan rasa tawanya kali ini. Lucu sekali melihat tingkah kekanakan Victory Liandra Kim ini, Icha jadi bertanya-tanya dalam hati, apakah semua anak bungsu sifatnya akan seperti Vic? Icha tidak tahu rasanya karena ia sebenarnya adalah anak tunggal sebelum akhirnya memiliki kakak tiri bernama Aeros Daniel Kang. Vic mengangguk sekali lagi mengiyakan pertanyaan Icha, kali ini anggukan yang besar dan juga cepat. "Lihat sini dong, katanya serius udah maafin aku...." bujuk Icha lagi pada pria muda itu. Victory pun perlahan memalingkan wajahnya untuk menghadap Icha. Icha sebenarnya tahu Vic pasti akan memaafkannya dengan cepat, kalau tidak maka Icha sudah berencana akan menjalankan drama sakit kakinya saat itu juga. "Vic... aku laper nih, turun yuk minta Bik Yati makasin nasi goreng kampung," ajak Icha. "Oke..." jawab Vic. Vic melihat Icha yang kesulitan memosisikan tongkat penyangganya, pria muda itu pun berinisiatif untuk menggendong Icha sampai ke meja makan. Dengan sigap ia membopong tubuh Icha. Icha lumayan canggung dengan posisi ini, Vic begitu sangat dekat dengannya sehingga mau tak mau ia pasrah saja dan membiarkan jarak hilang diantara mereka. "Kenapa? Kok mukanya gitu? Tadi juga kan aku gendong kamu ke kamar," ujar Vic ketika mendapati ekspresi canggung di wajah Icha. "Enggak kok, siapa yang canggung?" bohong Icha. *** Icha dan Vic baru saja sampai di anak tangga terakhir sebelum Bik Yati datang dari arah pintu depan sembari membawa buket bunga berwarna ungu. "Non... ini dianterin abang-abang gojek," ujar Bik Yati. "Dari siapa, Bik?" tanya Icha penasaran. "Ntar, Bibik liat dulu...." Victory mendudukkan Icha di salah satu kursi meja makan, lalu ia pun mengambil duduk tepat di kursi yang berhadapan dengan Icha. "Liatnya dimana sih, Non? Bibi nggak nemu," tanya Bik Yati kemudian menyodorkan buket bunga tu kepada Icha. Icha akhirnya menemukan kartu ucapan di dalam buket bunga itu, "Get Well Soon... by... A," "A ini siapa ya?" gumam Icha pelan. Icha berpikir keras, pasti si A yang dimaksudkan adalah Aiden. Namun Icha tak terlalu yakin juga. Vic yang memperhatikan Icha sejak tadi itu pun mengambil buket dari tangan Icha, lantas meletakkan buket itu di atas nakas yang tidak jauh dari meja makan. “Loh?” tanya Icha ketika Vic mengambil buket dari tangannya. “Kita mau makan, ntar dulu buketnya,” kata Vic ketika pria muda itu kembali ke tempat duduknya. “Hhhmmm okay,” jawab Icha pelan. “Bik… buatin kita nasgor kampung ya, yang resep Bibik itu,” lanjutnya. “Iya neng, tunggu bentar ya… enggak lama kok,” jawab Bik Yati lalu bergegas ke dapur. Meninggalkan dua orang anak muda yang sedang bercengkrama itu, sesekali Bik Yati tersenyum mendengar obrolan mereka, sedikit-sedikit tertawa, sedikit-sedikit saling meledek, sedikit-sedikit obrolan mereka jadi serius dan masuk akal. Masa muda memang seseru itu Sepuluh menit kemudian Bik Yati kembali menghampiri kedua anak manusia itu dengan nampan berisi dua piring nasi goreng kampung resep asli Bik Yati. Icha menatap piring itu dengan mata berbinar. “Cobain deh… ini mantep banget loh apalagi kalo dipake cabe bubuk level max,” kata Icha pada Vic. Vic mencoba satu sendok lalu tersenyum, pria muda itu menatap Bik Yati lalu mengucapkan terima kasih, “Makasih ya, Bik. Udah buatin nasi goreng enak ini….” “Iya sama-sama den, ya sudah ayo… dihabiskan ya? Bibik mau ke belakang dulu,” pamit Bik Yati. *** Senja semakin menggelap, Icha dan Vic duduk di teras depan rumah sembari menyeruput teh hangat yang disajikan oleh Bik yati sepuluh menit yang lalu. “Vic… kita beneran akan kabur kan?” tanya Icha tiba-tiba. Pria muda itu menoleh, menatap Icha. “Tentu saja… tenang dulu lah, jangan dipikirin dulu… masih ada tiga puluh hari untuk sampai ke hari itu.” “Iya… benar juga,” jawab Icha. “Tapi… aku takut, aku enggak tau mau kabur kemana deh,” lanjut Icha. “Iya, aku juga enggak tau, terus rencana kamu gimana?” “Hmmm… mau ngumpulin duit dulu, biar enggak mati pas udah berhasil kabur nanti,” Icha terkekeh setelahnya. “Lah rencana kita sama kalo gitu,” Vic terbahak, ia tak menyangka rencana mereka bisa sama. “Ya gini deh, kan kalo kita kabur terus pakai ATM nanti orang tua kita bisa melacak kitanya dimana, terus mereka bisa dateng nyamperin kita kapan saja… itu yang aku enggak mau sih,” jelas Icha. “Jadi kamu udah mulai ngambil uang cash kamu sedikit demi sedikit?” Icha mengangguk. “Aku minta ditransferin sama Papa, dan biasanya Mama Dina juga ngasih walaupun tau kalo udah dikasi uang sama Papa.” “Aku kayaknya harus rampok debit card punya Papa juga deh,” gumam Vic. “Aku tuh mikirnya terlalu jauh apa gimana sih? takut aku kalau kabur terus enggak punya uang sama sekali, bisa mati,” ujar Icha. Vic terbahak mendengar uneg-uneg Icha barusan. “Kalo misanya uang yang kita bawa udah habis gimana? Aku pikir aku bisa jadi supir ojol….” “Etapi kamu nggak bisa bawa mobil kamu, bisa-bisa nomor polisi mobil kamu di lacak. Kamu tau kan enggak ada yang nggak mungkin berhasil sama orang tua kita.” “Iya juga sih, bener kata kamu,” vic mengangguk mengiyakan. “ Vic menatap kosong kearah langit, semburat orange, Pink, dan Purple menghiasi angkasa sore itu. Awan sore yang terlihat seperti gulali. Perasaan Vic saat ini sulit untuk diartikan, ia merasa nyaman dengan gadis bernama Icha ini. Namun yang mereka bahas sejak tadi adalah tentang bagaimana cara mereka bisa kabur dari pertunangan. Pertunangan yang tidak Icha inginkan, lalu bagaimana dengan Vic? jawaban Vic seolah-olah ia hanya mengikuti keinginan Icha saja. Apakah Vic menyukai Icha? Apakah Vic sebenarnya ingin bertunangan dengan Icha? Icha hanya tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan kepada Vic, sejauh ini… mereka masih merupakan teman biasa. Tidak ada peningkatan hubungan yang menyebabkan mereka harus langsung setuju dengan pertunangan itu. Namun terkadang Icha bisa saja merasa kesal ketika melihat Victory dekat dengan gadis lainnya. “Jadi apakah kita benar-benar tidak akan bertunangan?” “Tentu saja,” jawab Icha dengan tatapan mata tertuju pada manik Vic. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD