#30

1038 Words
"Sayang... baik-baik dirumah ya, kalo ada apa-apa nanti telfon Mama sama Papa... oke?" Dinandra berpamitan pada Icha. Hari ini Dinandra, Pram, dan juga Daniel akan pergi keluar kota. Ada urusan bisnis yang harus Pram urus, sementara Daniel di kesempatan kali ini ia akan ikut menyurvei lokasi resort yang akan menjadi ladang bisnisnya kelak. "Cha, nanti Vic mau dateng, katanya mau jenguk sekalian mau temenin kamu juga," sela Pram yang baru saja mematikan panggilan telepon. "Oke... Pa," jawab Icha mengiyakan pemberitahuan dari papanya itu. Setelah mencium pipi Icha Dinandra pun pergi bersama dengan Pram dan diikuti oleh Daniel, sudah mau pergi pun Daniel masih sempat-sempatnya berbisik pada Icha. "Kalau si Vic itu macem-macem bilang aku aja, biar ku gorok batang lehernya," ucap Daniel lalu pergi, meninggalkan Icha yang terkekeh geli. Icha menatap jam yang kini menunjukkan pukul sembilan pagi. Gadis itu masih dibantu oleh tongkat penyangga ketika berjalan. Icha hendak pergi ke pintu depan untuk menutup pintu namun ia melihat mobil sport berwarna hitam memasuki halaman rumahnya. Gadis itu pergi ke teras rumah untuk melihat siapa yang datang. Sebenarnya dari mobilnya saja Icha sudah tahu bahwa itu Victory, namun Icha ingin saja pergi melihat secara langsung. Victory turun dari mobilnya dengan membawa buket bunga mawar berwarna putih untuk Icha. Segera setelah ia berdiri di depan Icha, ia pun langsung memberikan buket itu. "Semoga cepat sembuh, calon tunangan...." ucap Vic dengan senyum selebar cengiran kuda. "Ngaco! Ayo masuk..." jawab Icha sambil memutar bola matanya malas. "Oh iya... kok kamu di depan? Sengaja mau nyambut aku yaaaa? Hehehe...." tanya Vic sembari mengintip wajah Icha yang sedang kesal. "Jangan Ge-Er, kamu masih mau disini apa pulang aja?" ancam Icha karena bosan dengan arah pembicaraan Vic ini. Vic panik mendengar ancaman Icha. "Ya... Oke... aku nggak akan ngomong lagi." Icha menaikkan ujung sudut bibirnya, senyum jahil Icha menghiasi wajah imut gadis itu. "Awas ya kalo ngomong lagi...." Victory memberi kode dengan membuat gerakan seperti sleting di depan bibirnya, pria muda itu benar-benar tidak akan berbicara sedikit pun rupanya. Namun Icha tidak putus asa, ia benar-benar yakin di waktu kedepannya Vic akan melanggar kata-katanya barusan. Vic membantu Icha untuk menaiki tangga, pria muda itu kesulitan memapah Icha sehingga ia memutuskan untuk menggendong Icha. Vic meletakkan Icha di atas tempat tidur gadis itu. Lalu mengambil kursi meja belajar Icha untuk ia duduki. Vic melihat ada buah-buahan di atas nakas samping tempat tidur Icha. Pria muda itu pin berinisiatif mengupaskan buah pear untuk Icha makan. "Terima kasih ya...." ucap Icha dengan senyum yang tulus. "Iya...." Vic terdiam, matanya melotot melihat Icha, kata-kata Vic terhenti begitu saja. "Iya? wah, wah, wah, belum juga sejam... kata-kata sudah dilanggar aja," ledek Icha. "Sorry... aku udah nggak fokus sih sebenernya," sanggah Vic. "Yang kalah push up 100 kali," Icha tertawa penuh kemenangan. Vic pun segera melakukan push up, belum ada lima puluh kali Vic sudah menyerah pada Icha. Peluh mengucur dari dahi pria muda itu. "Udah... Cha, capek banget," ucap Vic sambil ngos-ngosan dengan wajah memelas. "Iya... iya... udah hahaha... siapa suruh kamu ikutin kata aku juga," ledek Icha lagi. "Kan cowok itu harus megang kata-katanya... jadi ya gengsi dong kalo ngaku kalah duluan," jelas Vic. Icha berusaha berdiri, ia ingin meraih keranjang buah yang ada di atas nakas. Tapi peganganya terlepas, ia akan jatuh saat itu juga. Dengan kecepatan penuh Vic meraih pinggang Icha, namun Vic lupa bahwa ia hanya diduduk di bangku yang ringan. Vic jatuh kedepan, kedua tangannya dengan cepat memegangi belakang kepala Icha agar tidak membentur lantai, namun nahas bagi Vic. Pria muda itu malah jatuh di atas tubuh Icha. "Aaaakkh!" jerit Icha. "CHA!!!" teriak Vic. GABRUUUK! Icha memejamkan matanya, begitu juga dengan Vic. Benda kenyal terasa menempel di bibir Icha. Gadis itu sulit mengenali benda itu. 'Apakah itu pipi?' gumam Icha dalam hati. Vic lebih dulu membuka matanya dan menemukan wajah Icha yang amat dekat dengan wajahnya. Vic bingung, ia belum menjauhkan wajahnya. Ia menunggu reaksi Icha. Perlahan Icha membuka matanya, sekarang ia bisa merasakan napas Vic yang hangat menyapu kulit wajahnya. Icha refleks mendorong d**a Vic, Vic pun salah tingkah dan bangun dari atas tubuh Icha. Vic membantu Icha kembali duduk di atas ranjang. Keduanya terserang reaksi salah tingkah yang hebat saat ini. "Cha, kamu mau ambil apa? Kok nggak bilang aku sih... jatuh kan jadinya, btw kaki kamu enggak apa-apa?" Vic berpura-pura, ia mengganti topik pembicaraan agar Icha tidak canggung, namun sepertinya itu kurang berhasil. "Hmmm... siapa suruh kamu sok-sok-an mau nangkap aku segala,"'omel Icha. Gadis itu malah menyentil kembali soal jatuhnya ia tadi dan menyalahkannya kepada Vic. Membuat Victory jadi kesal, ia menganggap Icha sebagai gadis yang tidak tahu terima kasih karena bukannya bilang terima kasih tapi malah mengomel. "Dasar... udah bagus ditolongin...." gumam Vic lalu menggeleng-gelengkan kepala dua kali. "Iya... nolong sekalian ambil kesempatan juga sih," sindir Icha. "Pardon?" tanya Vic dengan raut muka kesal. Icha masih diam, sepertinya hal yang paling membuat Icha malas adalah sifat tidak mau kalah pria muda itu sendiri. "Hei... aku kesini mau jenguk kamu loh, Cha. Bukan mau berdebat dan berantem..." gumam Vic. "Oke... iya paham," jawab Icha asal. Jawaban Icha mengundang emosi Vic, gadis itu berkata bahwa ia paham namun ekspresi wajahnya jelas mempermainkan Vic. Gadis itu kaget ketika Vic beranjak dan memindahkan kursi, selanjutnya pria muda itu duduk tepat di hadapan Icha. "Serius deh, aku merasa kamu tuh... nganggep aku laki-laki yang kayak gimana sih? Penasaran aku...." gumam Vic. "Enggak tau...." jawab Icha asal sambil memalingan wajahnya menghadap ke jendela. "Bisa ngomong serius nggak sih?" tanya Vic lagi, pria muda itu berusaha tidak emosi. "Bisa kok bisa," jawaban Icha yang seperti main-main itu pun akhirnya membuat emosi Vic tersulut juga. "Oke... gini, dengerin aku ngomong sekali aja." "Apa kamu pikir, aku sejenis laki-laki b******k yang suka cari kesempatan?" "Hanya karena aku nggak sengaja cium kamu...." "Cha, kalo kamu anggap aku begitu, kamu harus tau kalo aku bisa cium kamu secara paksa juga kalo aku ingin... bukan hanya karena insiden jatuh seperti tadi." "Deep kiss... aku bisa lakuin itu ke kamu sekarang juga... kalo aku mau." Kata-kata Vic membuat Icha tertegun, gadis itu yakin kalau Vic benar-benar sensitif saat ini. Tidak biasanya Vic sesensitif ini, Icha jadi lumayan takut ketika menatap mata pria satu ini. "Jangan main-main deh Vic, aku bisa teriak loh." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD