"Assalamualaikum, Bik... Pa... Ma... Icha pulang," salam Icha ketika ia masuk ke dalam rumah dibantu oleh Rere dan Ririn, serta Aiden yang mengekor di belakang mereka.
Bik Yati bergegas ke depan untuk menemui Icha yang kali ini terdengar agak gaduh karena ia membawa serta teman-temannya. Bik Yati kaget ketika melihat keadaan Icha saat itu. Gadis anak dari tuannya itu kini dipapah oleh dua orang sahabatnya dan didudukkan ke salah satu sofa dengan begitu hati-hati.
"Loh! Ada apa ini, Non? Non Icha teh kenapa atuh?" panik Bik Yati ketika melihat Icha. "Tuan... Non Icha tuan!" lanjut Bik Yati mengundang kegaduhan seisi rumah.
Pram dan Dinandra pun keluar dari kamar dengan cepat. "Ada apa ini, Bik?" tanya Pram.
"Ya ampun... Icha kenapa kakinya? Ya ampun anak saya kenapa ini?" Dinandra tak kalah paniknya.
Daniel yang baru saja pulang itu pun kaget melihat keadaan Icha. "Loh? Cha? Kamu kenapa? Ini siapa nih yang buat ulah? Victory?"
Icha menggeleng. "Heh! Bukaaaaaan... aku juga belum ketemu sama Vic seharian ini kok, jangan asal nuduh Daaaaan...."
"Terus siapa dong?" tanya Daniel lagi.
Rere dan Ririn tetap bungkam, tiba-tiba saja Aiden maju dan duduk berlutut dengan kedua tangannya diangkat tinggi keatas.
"Nah... ini siapa lagi nih? Kunyuk dari mana yang kamu bawa ini Cha? Atau dia yang udah buat kaki kamu begini?" Daniel semakin emosi.
"Maaf, Pak... Buk... maafin saya... Rem saya blong tadi, benaran saya nggak sengaja, nggak mungkin orang segede ini bisa nggak keliatan sama mata... maafin saya Om... Tante... ampun...," ucap Aiden dengan penuh sungguh-sungguh, ia bahkan memegangi kaki Pram untuk memohon ampunan.
Icha, Rere, Ririn sudah kesulitan menahan gelak tawa yang tinggal menunggu waktu pecah telur itu. Daniel masih stay on drama untuk menggertak Aiden, pria muda itu berkacak pinggal sambil menatap ganas ke arah Aiden, pria yang ia tatap pun dengan takut-takut melihat mata Daniel. Ekspresi seorang pria muda yang manja menguar dari sosok Aiden saat ini.
"Duh... nak sudah... ayo bangun," Pram membantu Aiden untuk kembali berdiri. "Yang terpenting kamu enggak ninggalin Icha yang terluka gara-gara ulah kamu aja," lanjut Pram.
Daniel mendengus seperti orang marah yang dibuat-buat. "Kalau aja enggak nolong adik saya sudah pasti anda akan saya... KREEEKKK!" sela Daniel yang diakhiri dengan remasan pada jari-jarinya seakan-akan mau mematahkan Aiden saat itu juga.
"Pa... tadi tuh Icha habis nyebrang, terus Icha nggak liat-liat jalanan juga gegara habis ngintilin hape," jelas Icha.
Dinandra membelai rambut Icha sekaligus memeriksa apakah kepala Icha terdapat luka atau tidak. "Syukurlah sayang... kamu enggak apa-apa, Mama udah panik ngeliat kamu kayak gini..." ucap Dinandra sembari memegangi dadanya yang terasa sesak. "Dan... tolong ambilin pil Mama deh di laci depan TV...." lanjut Dinandra, ia menyuruh Daniel untuk mengambilkan pil penenang milikknya.
Dinandra memang memiliki serangan panik yang lumayan parah hingga harus meminum pil ketika ia kambuh. Setelah meminum satu buah pil Dinandra pun menarik napas perlahan dan menghembuskannya. Ia memeluk Icha sembari mengusap-usap rambut gadis itu.
"Maaaa... aku cemburu nih...." rengek Daniel.
Icha menatap Daniel dengan tatapan meremehkan disertai dengan bibir yang dimonyong-monyongkan dan diakhiri dengan juluran lidah sebagai bentuk ledekan kepada pria muda yang serang merajuk itu.
Dasar Daniel, padahal tadi bawaannya seperti seorang preman, pakai acara gertak dan bentak Aiden, eh... ujung-ujungnya ia malah merajuk hanya karena Dinandra yang memeluk Icha.
"Siapa nama kamu, nak?" tanya Pram pada Aiden.
"Aiden... Om, Aiden Mc' Kenzie," jawab pria muda itu.
"Oke, Aiden... makasih sekali karena kamu sudah bertanggung jawab atas Icha dan juga sudah mengantarkan anak kami ke rumah dengan selamat," ucap Pram.
Aiden tersipu dan salah tingkah. "Ah... enggak apa-apa, Om. Ini salah saya kok jadi saya harus tanggung jawab... oh, iya Om... saya pamit dulu mau pulang. Inshaa Allah besok saya mampir lagi untuk menjenguk Icha," pamit Aiden.
"Yoi, Bro... jangan diambil hati ya tadi, gue ngedrama doang biar Icha ketawa noh..." ujar Daniel kemudian menepuk bahu Aiden.
"Ah... nggak apa-apa, Bro. Ya sudah saya pamit dulu Om, Tante, Guys... Assalamualaikum...." ucap pria muda itu lalu menghilang di balik pintu.
"Oh iya, Om... Tante... Dan, kita juga pamit ya... Cha kamu istirahat yang benar ya..." pamit Rere, ia dan Ririn juga memutuskan untuk pulang.
Icha digendong oleh Pram menuju kamarnya, pelan-pelan sekali Pram meletakkan tubuh putrinya itu ke atas ranjang. Icha menghirup bau pohon pinus yang menguar di seisi ruang kamarnya.
"Bik Yati habis ganti aroma terapi di kamar Icha ya, Pa?" tanya gadis itu.
"Iya... biar kamu istirahatnya relax gitu, eh malah kecelakaan... akhirnya kamu istirahatnya seminggu," jawab Pram.
"Kamu udah makan sayang?" tanya Pram sembari mengusap lembut kepala Icha.
"Belum, Pa..." jawab Icha.
Dinandra muncul dari arah pintu membawa nampan berisi bubur ayam dengan toping bakso sapi kesukaan Icha. "Cha, makan dulu ya... ini mama pesen dari Bubur_abangabang.id, Icha paling suka kan?"
"Iya Maaaa... duh terbaik deh Mamaaaa...." ucap gadis itu kegirangan.
Mata Icha berbinar, cuaca dingin memang cocok kalau makan bubur ayamnya abang-abang, gadis itu melahap makanan favoritnya itu tanpa ampun. Dinandra dan Pram menemani Icha di kamar, kedua orang tuanya itu memijiti tangan dan kaki Icha pelan-pelan.
"Udah enakkan sekarang?" tanya Pram pada Icha.
Icha mengangguk mengiyakan pertanyaan Pram. Dinandra membantu Icha untuk menaikkan kakinya ke atas ranjang.
"Paaa... Maaa... Icha mau ngomong deh, tapi...."
Pram mengeryitkan alisnya, ia cukup penasaran dengan apa yang ingin diutarakan oleh putrinya itu.
"Ngomong apa deh? tinggal bilang aja, ya kan, Paaa?" ujar Dinandra yang juga tak kalah penasaran dengan Pram.
"Tapi apa?" tanya Pram.
Icha tertawa cengengesan. "Papa sama Mama enggak boleh marah...."
"Ya sudah ayo... sebisa mungkin papa enggak akan marah, asal Icha bilang."
"Begini Pah... Mah... waktu itu, sebulan yang lalu, Icha enggak sengaja buat Victory nabrak gerbang kampus," Icha mulai bercerita.
"Dan... Icha harus membayar ganti rugi sebesar seratus juta, jadi...."
"Hah?! SERATUS JUTA?" Pram kaget mendengarnya.
"Ya sudah... sekarang kamu istirahat, besok Papa akan bicarain hal ini sama Om Randy," ucap Pram yang dibalas dengan anggukan kecil.
Pram tampak lembut, padahal ini perihal seratus juta rupiah. Mungkin karena Icha yang saat ini sedang sakit, makanya Pram melunak dan tidak memarahi anak gadisnya itu.
"Iya... Pa... terima kasih ya, Pa...." jawab Icha.
"Pokoknya enggak usah khawatir..." jawab Pram.
Pram dan Dinandra pun keluar dari kamar Icha, merek menutup pintu dari luar untuk membiarkan Icha mengambil banyak waktu istirahat.
***