Pagi yang begitu cerah membuat Icha tak bisa menahan diri, gadis muda itu tampak riang gembira bisa leluasa kembali ke kampus. Tidak ada lagi skandal, tidak ada lagi hujatan, tidak ada lagi bisik-bisik tetangga, warga kampus maksudnya, dan juga tidak ada lagi petisi yang menghiasi pagar gerbang kampus Elite yang tercinta ini.
Dari : Victory
GIMANA KAPAN GANTI RUGINYA?
Icha mendengus malas. "Mulai lagi deh ini orang... ngeselin."
Icha membalas pesan itu dengan cepat.
Ke: Victory
Tenang aja dan ga usah di kapital juga ngetiknya, kayak rentenir aja pagi-pagi bikin hilang suka cita.
Pesan itu tidak lagi dibalas oleh Vic. Gadis itu memasukkan ponsel ke dalam saku celananya lalu hendak kembali melangkah namun ia dikagetkan oleh suara teriakan seseorang.
"AWAAAASSS!!!"
"Aaaaaa...."
CKIIITTT... BUGH! BRAAAK!
Tubuh Icha jatuh tersungkur ke area rerumputan, sementara orang yang menabraknya kini berada di antara tong-tong sampah. Seorang pria muda keluar dari timbunan kardus-kardus, ia melepaskan helmetnya lalu berjalan tertatih menuju ke tempat Icha.
Icha duduk sambil memegangi kakinya yang berdarah. "Aduduuuh... sakit!"
"Kamu nggak apa-apa? Kaki kamu bisa digerakkin?" tanya pria muda itu yang dijawab Icha dengan gelengan kepala.
Pria muda itu sigap memanggil taksi. "Ayo... kita ke rumah sakit sekarang," ajaknya kepada Icha sambil mengulurkan tangan,
Icha tidak bisa berdiri sehingga pria muda itu dengan sigap menggendongnya masuk ke dalam taksi. "Maaf... aku lupa kamu enggak bisa gerakin kaki..."
Icha mengangguk. "Iya, enggak apa-apa... tapi ini sakit banget."
"Tenang bentar lagi kita sampai ke rumah sakit,"ujar pria muda itu.
Sesampai mereka di rumah sakit, Icha langsung mendapat pertolongan pertama, ia dibawa masuk untuk diperiksa. Sementara pria muda itu menunggu di ruang tunggu unit gawat darurat.
Dokter bertanya kepada Icha. "Miss...?"
"Icha dok, ini kartu pengenal saya," Icha mengeluarkan KTP dari dalam dompetnya.
"Oke, Miss... kaki anda tidak apa-apa, hanya terkilir dan juga goresan kecil... ini tidak akan meninggalkan bekas kok. Oh ya, untuk sementara pakai gips dulu ya? Aku akan resepkan obat dan juga salep untuk luka luar," jelas dokter.
Icha hanya mengangguk mendengarkan sang dokter.
"Miss istirahat dulu ya... rekan saya akan memasangkan gips."
Icha menjawab arahan dokter itu dengan anggukan kecil, ia menutup matanya sejenak untuk beristirahat.
Tak lama kemudian datanglah rekan sang dokter untuk memasangkan gips pada kaki Icha, gadis itu masih terlelap karena sejuknya udara di tempat itu. Satu jam kemudian Icha terbangun. Gadis itu duduk di atas ranjang dan mengedarkan pandangannya kekiri dan kekanan, ia menemukan pria muda yang menabraknya sekaligus yang membawanya ke rumah sakit ini. Pria muda itu terlelap dengan posisi duduk. Icha melihat ada goresan kecil di dahi pria muda itu. Begitu juga dengan lututnya, celana jeans hitam miliknya sampai bolong karena bergesekan dengan aspal.
Seorang perawat masuk ke dalam ruangan itu dan menghampiri Icha. "Miss Aruna, apakah anda sudah merasa lebih baik?"
"Iya, Alhamdulillah... oh iya Sus, kayaknya orang itu juga perlu diobatin deh," tunjuk Icha pada pria muda itu.
Si perawat pun pergi menghampiri pria muda itu, "Tuan? Tuan?" panggil si perawat untuk membangunkan pria muda itu.
Pria muda itu terbangun dan mengusak matanya pelan. "Oh iya Sus, ada apa ya?" tanya pria muda itu.
"Saya akan mengobati luka-luka anda sekarang," ujar si perawat.
Pria muda itu tersenyum pada si perawat. "Terima kasih ya...."
"Nama tuan?" tanya si perawat.
"Oh... Aiden, Aiden Mc'Kenzie," jawab pria muda itu sembari mengeluarkan Kartu Tanda Pengenal miliknya.
Sesekali pria muda bernama Aiden itu meringis karena rasa perih pada lukanya yang dicuci menggunakan cairan antiseptik. Icha teringat akan ponselnya dan bergegas untuk mengecek. Icha cukup kaget melihat layar ponselnya yang pecah, ia bingung, bagaimana cara ia menghubungi papanya nanti.
"Motor kamu gimana?" tanya Icha pada Aiden.
Aiden tersenyum tipis. "Nggak usah khawatir, aku sudah nyuruh orang buat ngambil motor."
Icha mengangguk, sedetik kemudian gadis itu kembali menatap pria itu. "Aiden... aku boleh pinjam ponsel nggak? Aku mau ngabarin temen aku."
Aiden bergegas merogoh ponselnya dan diberikannya pada Icha. "Jangan sungkan-sungkan, Cha."
Icha menjawab perkataan Aiden dengan anggukan kecil.
Icha membuka i********: miliknya kemudian mengirim dm pada Ririn yang kebetulan sedang online.
[ Ririri01_ ]
Roona__ :
Rin aku kecelakaan
Tolong bilangin rere juga
Jangan bilang ke Daniel atau Victory apalagi bapak aku loh
Nanti orang2 pada panik
Aku gapapa juga cuma terkilir katanya
Ririri01_ :
Oke cha, kamu dimana sekarang? Kirim lokasi cepet
Roona__ :
Oke
Selesai menggunakan ponsel Aiden, Icha pun mengembalikannya. "Terima kasih ya, Den."
Icha beralih memeriksa kembali ponselnya. Ponsel itu menyala namun layarnya menghitam sebagian. Icha frustasi jadinya, ia membolak-balikkan ponselnya berulang kali.
"Kenapa ponselnya Cha?" tanya Aiden yang memperhatikan Icha sejak tadi.
"Nggak tau, pas aku keluarin dari kantong udah pecah gini...." jawab Icha.
Jelas saja itu karena ia jatuh dengan menindih ponsel yang ada di dalam saku celananya. Icha memasukkan ponselnya kedalam tas lalu kembali duduk tenang. Menunggu perawat menyelesaikan perawatannya pada luka Aiden.
"Chaaaa!!! Omaygat! Kamu enggak apa-apa?" Suara cempreng Ririn memecah keheningan suasana.
"SSSHHHH... heh ini rumah sakit, pelanin suara kamu nyuk!" tegur Rere melihat kelakuan Ririn yang malu-maluin.
Icha tertawa melihat kedatangan kedua sohibnya itu. "Enggak... cuma terkilir doang sama lecet dikit kok."
Rere dan Ririn menemukan sosok cowok tampan si ruangan itu dan langsung mengalihkan pandangannya kepada Icha. Menatap curiga pada Icha.
"Ini siapa? Hmmm?" tanya Rere pada Icha.
"Hai... kenalin, aku Aiden."
Pertanyaan Rere dijawab oleh Aiden secara langsung. Tatapan Rere masih penuh curiga, ia berbalik menatap Aiden. "Jangan bilang kalo kamu yang udah nabrak Icha..."
"Maafin aku ya, guys... aku enggak sengaja..." jawab Aiden dengan raut wajah memelas.
"Udah Re udah...." Ririn melerai, namun tatapan matanya jelas terpesona oleh sosok Aiden.
"Enggak apa-apa, Re... aku baik-baik aja, yang terpenting dia udah tanggung jawab, dan bawa aku ke rumah sakit," jelas Icha.
Emosi Rere pun akhirnya surut, gadis itu mengeluarkan botol air mineral dari dalam ranselnya kemudian meneguknya dua kali. Tak lama kemudian dokter pun datang kembali ke ruangan itu untuk memeriksa Icha.
"Baiklah... Miss bisa pulang, dan jangan lupa minum obatnya, empat hari kedepan Miss harus datang untuk kontrol..." jelas si dokter.
Icha mengangguk. "Terima kasih banyak dok..."
Setelah kepergian si dokter, Icha pun bangun dari tempat tidur dibantu oleh Ririn dan Rere. Gadis itu harus istirahat di rumah selama seminggu dikarenakan kondisinya saat ini. Icha harus menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan, dan yang paling penting... ia harus menyiapkan penjelasan yang amat panjang ketika sampai ke rumah.
"Cha, aku akan ikut nganter kamu pulang," ujar Aiden.
"Kamunya enggak apa-apa emang? Dirumah ada Papaku dan juga Kakak aku loh... Kakak aku cowok..." jelas Icha.
Icha sebenarnya ragu, ia takut Aiden juga kena dimarahi oleh papanya nanti.
"Enggak apa-apa Cha... aku kan cowok juga, masa aku enggak tanggung jawab," sanggah Aiden yang disetujui oleh Rere dan Ririn.
***