part 3

1105 Words
Panggilan code blue begitu memekakkan di seantero rumah sakit. Para tim dokter pun langsung berlarian kearah kamar VVIP no 3. Tak terkecuali juga dengan Alif. Alif terlihat begitu khawatir ketika mendengar panggilan tersebut. "Apa yang terjadi?" Tanya dokter Alif setelah masuk ke ruangan tersebut. "Denyut nadi dokter Adiba melemah dok, dan dia juga mengalami henti detak jantung dok," jelas salah satu perawat yang sedari tadi standboy di ruangan tersebut. Alif yang mendengar itu pun langsung memeriksa Adiba dengan sigap. "Kamu pasti bisa bertahan, Adiba. Kamu harus kuat!" Kata Alif yang sedang mencoba membantu mengembalikan detak jantung Adiba. Tim dokter yang lain juga ikut membantu untuk menyelamatkan nyawa Adiba. Alif melakukan CPR kepada Adiba agar detak jantungnya bisa kembali normal. Namun hal itu tidak berhasil. Detak jantungnya semakin melemah, semua yang ada disana berusaha keras agar bisa menyelamatkan nyawa rekannya ini. Tiingggg Sebuah suara terdengar begitu nyaring di telinga para tim medis yang ada di ruangan tersebut. Dan suara tersebut berasal dari suara monitor yang memperlihatkan grafik kondisi jantung Adiba. Dan dunia seakan berhenti berputar. Semuanya langsung hening, tidak ada yang membuka suara satupun ketika melihat grafik di monitor itu yang hanya memperlihatkan garis lurus yang melintang. Mulut Alif mendadak jadi Kelu. Dia tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Dunia nya bagai di hantam oleh batu yang sangat besar. Dokter Ayana yang juga ada di ruangan tersebut mencoba mengecek denyut nadi Adiba kembali dengan tangan yang bergetar. Dan hasilnya juga sama. Dia tidak menemukan tanda-tanda kehidupan dari nadi Adiba. "Innalilahi wainnailaihi Raji'un," ujar dokter Ayana dengan air mata yang sudah mulai membasahi pipinya. Hari ini, teman sekaligus rekan kerja terbaiknya sudah gugur. Dia menyerah. Semua perawat yang ada disana tak jauh beda dengan keadaan dokter Ayana. Mereka menutup mulut mereka dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Sedangkan Alif? Jangan di tanya lagi betapa hancur nya dunia Alif. Adiba nya sudah pergi, wanita yang mengisi hatinya sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Hancur! Dunia Alif begitu hancur berkeping-keping. Ini kah yang dinamakan ujian cinta? Tapi kenapa harus ujian yang seperti ini? Kenapa? Alif berjalan mendekati Adiba. Menatap Adiba untuk yang terakhir kalinya. Walaupun ini adalah dosa, tapi dia hanya mau Allah memakluminya untuk kali ini aja. "Selamat Adiba! Allah begitu sayang sama kamu. Allah gak mau melihat kamu sakit, Allah gak mau melihat wanita seperti kamu menderita, sehingga Allah lebih memilih memanggil kamu." Air mata yang berusaha di tahan oleh Alif akhirnya lolos juga. Air mata itu menyusup di sela-sela masker yang di gunakan Alif. "Allah sudah rindu sama kamu. Jadi, selamat bertemu dengan Allah, Adiba. Semoga kamu bahagia disana." Suara Alif yang terdengar begitu menyakitkan membuat semua yang ada disana tak mampu lagi menahan air matanya. Suara isakan tertahan mulai terdengar di dalam ruangan tersebut. "Selamat jalan Adiba, kami akan selalu mendoakan agar kamu tenang di alam sana." Dengan tangan bergetar Alif pun menutup wajah Adiba menggunakan kain putih. Pecah! Pecah sudah tangis dokter Ayana dan perawat-perawat yang disana melihat ketegaran dokter Alif. Mereka semua juga tahu kalau Alif dan Adiba akan menikah. Jadi kebayang kan gimana perasaan Alif saat ini. *** "Astaghfirullah ya Allah!" Ibu Adiba terduduk lemas ke lantai. Air mata sudah membanjiri wajahnya. "Ya ampun, Bu. Ibu kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya ayah Adiba khawatir melihat kondisi istrinya itu. "Adiba, pak, Adiba!" Ujar ibu Adiba sambil terisak. "Adiba kenapa, buk? Dia baik-baik aja kan?" Ibu Adiba menggelengkan kepalanya. Isak tangisnya mulai terdengar keluar. "Adiba meninggal, pak!" Damn Bagai di sambar petir, begitu lah perasaan saya Adiba saat ini. "Innalilahi wainnailaihi Raji'un!" "Pak, Adiba pak, hikss." Ayah Adiba ikut terduduk di samping istrinya itu. "Sabar buk, sabar! Ibuk gak boleh seperti ini, mungkin ini sudah kehendak Allah buk." "Kenapa semua ini terjadi pada anak kita pak? kenapa harus Adiba? Apa salah Adiba, pak?" "Shutt, ibu gak boleh ngomong kayak gitu. Percaya kan semua nya pada Allah." Ayah Adiba sama hancur nya. Anak satu-satunya yang ia jaga selama ini telah pergi untuk selamanya. Putri kesayangannya sudah gak ada lagi. Penyemangat hidupnya sudah pergi. Ayah Adiba menangis sambil memeluk istrinya. "Allah sayang sama anak kita! Allah gak ingin anak kita merasakan sakit. Itu sebabnya Allah memanggil nya sekarang." Ujar ayah Adiba. *** Orang tua Adiba sudah sampai di rumah sakit. Sesuai protokol kesehatan, Adiba tidak bisa di bawa pulang ke rumahnya. Dia akan di makamkan sesuai protokol kesehatan yang sudah di tetapkan pemerintah. Orang tua Adiba hanya bisa melihat jenazah putri mereka untuk terakhir kalinya dari kejauhan. Mereka tidak di izinkan untuk mendekati Adiba. Jenazah Adiba sudah selesai di shalat kan oleh beberapa tim medis. Dan Alif sendiri lah yang langsung menjadi imam dalam shalat tersebut. Orang tua Adiba dan tim medis yang lainnya tak kuasa menahan air mata mereka ketika melihat Alif sewaktu menjadi imam shalat tersebut. Suaranya terdengar begitu bergetar yang sangat menyayat hati orang mendengar nya. Jenazah Adiba yang sudah berada di dalam peti di bawa keluar dari kamar jenazah untuk di masukkan ke dalam mobil ambulance. Semua dokter, perawat dan tim medis lainnya sudah berdiri berjejer di sepanjang koridor ketika peti jenazah itu akan di bawa keluar. Alif yang mengikuti dari belakang hanya mampu menahan kesedihannya, begitu juga dengan orang tua Adiba. Ketika sampai di lobby rumah sakit dimana ambulance terletak, semua tim medis sudah berjejeran disana. Mereka semua hendak memberikan penghormatan terakhir untuk rekan sejawat mereka. Jenazah Adiba sudah masuk ke dalam mobil ambulance dan suara sirine pun sudah di bunyikan. Ambulance itu berjalan dengan pelan untuk membawa Adiba ketempat peristirahatan terakhirnya. Suara tangis mulai terdengar bersahutan. Semuanya menangis! Semuanya kehilangan pahlawan mereka! Teman mereka, sahabat mereka dan rekan kerja mereka sudah pergi. Hikksss... Hikksss.... Hikksss.... Suara mereka terdengar sangat pilu. Tangisan dari sahabat mengiringi kepergian Adiba. Dokter Alif yang berada di depan ambulance tersebut berjalan sambil membawa foto Adiba. Alif juga menangis. Dia sudah tidak bisa menahan lagi. Pertahanan nya runtuh di sela-sela tangisan teman-temannya. Beberapa kali di mengusap matanya untuk menghentikan air matanya yang terus saja mengalir. Hikss... "Dokter Adiba kenapa harus pergi secepat ini, hiks...." "Hikss....dokter, kami sayang dokter Adiba?" "Selamat jalan dokter terhebat kami." Hiks.... Hiks... Bahkan ada yang sampai terduduk di atas tanah saking tak tahannya lagi berdiri melihat mobil ambulance tersebut. Mereka semua memberikan hormat terakhir mereka. "Hiks... kenapa Adiba harus pergi gini, Yana?" Ujar dokter Aisyah, sahabat Adiba di sela-sela tangisan nya. "Ini udah kehendak Allah, Syah. Kita harus ikhlasin Adiba, hiks..." Balas dokter Ayana yang juga ikut terisak. Hiks... Suara tangis masih terdengar menggema disana. Dan mobil ambulance itu pun sudah meninggal area rumah sakit untuk menuju tempat pemakaman. Ini lah perjuangan terakhir Adiba ketika menjadi garda terdepan. Meninggal dalam keadaan berjuang demi nyawa orang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD