Berurusan sama orang gila

1185 Words
Keyla membanting buku yang ia bawa tepat di depan meja dosennya. Ervan, menatapnya dengan alis terangkat sebelah. Keyla tak bicara apa-apa, hanya diam sambil melipat tangannya di d**a. “Begitu cara kamu berlaku pada dosen?” tanya si dosen tampan, tangannya berada di kedua saku celananya. Keyla menghela nafas. “Saya minta maaf, Pak. Tangan saya sakit karena keberatan, makanya saya buru-buru taro bukunya.” Jawab Keyla menjelaskan. Bibirnya mengucapkan maaf, tapi ekspresi wajahnya menunjukkan rasa kesal yang besar. Ervan bangkit dari duduknya sambil menatap tumpukan buku yang ada di mejanya. Pria berkemeja itu meraih salah satu buku yang tebal halamannya mencapai ratusan. Keyla yang kala itu sedang asik mengipas tangan ke arah wajahnya cukup terkejut ketika sadar bahwa dosennya melangkah sambil memperhatikan buku. “Kalo kamu saja keberatan bawa buku ini, kenapa pilih halaman yang banyak? saya nggak minta buku dengan halaman setebal ini kan?” Ervan menatap Keyla, tangannya terlipat di d**a. Keyla membalas tatapan dosennya yang berdiri seperti seorang majikan yang bicara pada pesuruhnya, begitu tergambar jelas aura pemimpinnya. “Saya cuma berharap anda menemukan materi yang lebih banyak, Pak.” Jawab gadis itu. “Saya kasihan sama kamu, Keyla.” Celetuk Ervan, kemudian berjalan kembali ke kursinya dan duduk disana. Keyla tertawa sumbang. “Bapak nggak perlu kasihan sama saya, cuma buku segini–” Suaranya tertelan oleh tatapan Ervan, bersama dengan perintah selanjutnya. “Kamu harus merangkum isi bukunya. Semuanya!” Kata Ervan dengan tenang. Mulut Keyla langsung terbuka lebar mendengar ucapan dosen tampan itu. “Bapak bercanda ‘kan?” Memastikan, gadis itu bertanya dengan syok. “Hasilnya harus ada di meja saya besok pagi, itu akan saya pakai untuk mengajar semester dibawah kamu.” Ujar dosen itu, kemudian bangkit dari duduknya. Ervan berhenti sejenak, menatap Keyla dengan tajam. “Terserah kalo kamu menolak, saya bisa kasih hukuman lain yang lebih berguna. Mungkin bantu petugas kebersihan.” Ujar pria itu dengan senyum tipisnya. “Pak, anda nggak berhak kasih saya hukuman sampai segitunya!” Tak terima, Keyla memprotes dengan lantang. “Saya jelas berhak! karena saya menjaminkan jabatan saya di kampus ini untuk mendidik kamu, saya yakin setelah ini kamu nggak akan bikin onar.” Balas Ervan, wajahnya diam tanpa ekspresi. “Kalo kamu mempermalukan saya, tentu saya tidak akan tinggal diam.” Balas pria itu, kemudian pergi meninggalkan ruangannya. Keyla menghentakan kakinya ke lantai dengan perasaan kesal, kemudian menatap buku-buku tebal yang tergeletak di meja. “Dosen sialannn!!” Gerutu Keyla, mengacak-acak rambutnya sendiri. Keyla lekas mengambil buku-buku di meja sang dosen, kemudian membawanya keluar dari ruangan Ervan. Dia kesulitan, sebab buku itu berat. “Ck, males banget gue. Udah bawa nya berat, nanti di rumah juga gue harus rangkum isinya. Bener-bener nggak punya hati ya dosen itu.” Bisik Keyla seorang diri. Keyla baru melangkah beberapa jarak dari ruangan Ervan, namun gadis itu tiba-tiba berhenti saat dia melihat Ervan sedang mengobrol dengan Nesya, si mahasiswa favorit. “Najis banget, satunya nggak punya hati, satu lagi suka bikin onar.” Cibir Keyla, melirik dua orang itu sinis. Keyla masih berdiri disana, dia keheranan saat Nesya mendekatinya sambil memasang senyuman manis. “Key, gue bantu ya. Lo pasti kesusahan bawa buku sebanyak ini.” Kata Nesya dengan ramah. Keyla tersenyum sinis. “Nggak perlu.” Tolak gadis itu. Nesya menghilangkan senyumannya, dan wajahnya berubah sedih. “Keyla, apa salahnya kalo Nesya mau bantu?” Ervan buka suara, menatap Keyla dingin. “Saya nggak butuh bantuan, apalagi kalo niatnya cuma mau caper.” Balas Keyla, kemudian lekas pergi dari sana. Nesya menatap Keyla dengan sedih, kemudian dia menghela nafas. Gadis itu kembali menatap dosennya yang tersenyum. “Mungkin Keyla emang nggak mau dibantu ya sama saya.” Kata Nesya. “Yaudah, kamu kembali saja ke kelas. Saya juga harus lanjut mengajar, untuk masalah tugas akan saya infokan nanti.” Ervan pergi usai mengatakan itu pada Nesya. Sementara Keyla, dibawah sinar matahari yang semakin terik, gadis itu tampak masih memasang wajah kesal, bahkan mahasiswa yang melewatinya tidak luput dari tatapannya yang tajam. “Ngapain lo liat-liat gue, mau gue colok hah mata lo!” Pungkas Keyla dengan nada tidak suka. Dua orang yang Keyla tegur langsung memilih pergi tanpa menyahut. “Udah nggak tahu malu, suka bikin onar, sekarang mau jadi jagoan Key?” suara itu tiba-tiba muncul, tepat di belakang Keyla. Keyla membuang nafasnya kasar, jelas sekali dia tahu siapa pemilik suara itu. “Belum puas jadi b***k pak Ervan? eh lo kan nggak bakal puas, soalnya biar bisa genit terus ya sama pak Ervan, ups!!” Yasiska tertawa usai mengeluarkan ucapannya. Kedua teman Yasiska pun ikut menertawakan Keyla yang masih diam dan hanya menatap mereka bertiga. “Key, masa iya udah jadi b***k masih belum kapok juga bikin onar.” Celetuk Yasiska. “Nggak akan ada puasnya, karena dia kan emang biang masalah.” “Si pembuat onar, untung orang tuanya kaya raya.” Teman-teman Yasiska menambahkan cibiran terhadap Keyla yang masih diam dengan tatapan malas. “Salah satu keuntungan gue yang kalian nggak punya, iya betul gue anak orang kaya.” Keyla akhirnya membuka suara, membalas ucapan tiga gadis itu. Keyla maju, mendekati diri ke arah Yasiska yang tiba-tiba berwajah cemas. “Dan anak orang kaya ini nggak akan puas, sebelum gue lihat papa lo mohon-mohon ke papa gue untuk tetap jadi partner bisnisnya.” Lagi, Keyla membalas dengan tenang. Wajah cemas Yasiska makin terlihat jelas, bahkan keringat jagung mulai terlihat di kening dan turun ke arah pipinya. “L-lo ngancem gue?” Yasiska gemetaran, menatap takut ke arah Keyla. “Dan lo berdua, orang tua kalian itu cuma karyawan biasa di perusahaan kecil. Jangan belagu hina gue, gue bisa aja bikin lo berdua out dari kampus ini.” Keyla beralih pada teman-teman Yasiska. Kedua teman Yasiska sama cemasnya. “Cabut yuk, nggak usah cari masalah sama orang gila kayak dia.” Ajak Yasiska sedikit gemetaran. Keyla membanting buku di tangannya, kemudian menarik tas yang dikenakan Yasiska. “Ngomong apa lo barusan hah?!” Bentak Keyla marah. “Lo gila, nggak waras.” Jawab Yasiska tak kalah lantang. Keyla siap mengeluarkan semua unek-uneknya, namun bibirnya langsung tertutup kala mendengar teguran di belakangnya. “Keyla Stephanie, lepasin dia.” Ervan, menatap marah ke arah Keyla. Keyla langsung melepaskan cengkraman di tas Yasiska, kemudian menatap dosen itu dengan tatapan kesal. “Kamu belum selesai sama masalah yang lalu, sekarang mau bikin masalah lagi hah!” Ervan berujar semakin marah. Keyla tidak membalas, hanya memunguti buku yang tadi ia banting ke tanah. Sedangkan Yasiska memasang wajah penuh kemenangan. “Tadi saya sama yang lain cuma nanya sama dia dan ajak ngobrol, Pak. Tapi mungkin Keyla masih kesal, makanya dia sampe narik tas saya.” Yasiska berujar dusta. Keyla berdiri tegak usai membereskan bukunya. “Keyla, saya–” “Udah nggak perlu pak, saya malas dengernya. Mau kasih hukuman lagi? nambah hukuman? saya salin semua isi buku aja, nggak usah rangkum? TERSERAH. Saya udah males berurusan sama orang gila.” Potong Keyla usai Ervan hendak bicara. Keyla melirik Yasiska yang tersenyum meremehkan, kemudian gadis itu memilih untuk pergi, sambil menyenggol bahu Yasiska kasar. To be Continue I need comment, guys :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD