Bab 3

1259 Words
Melodi menatap Ax dengan mata perih, airmatanya mengalir. Ia benci melihat semua ini. Lelaki yang tak ia kenal menidurinya. Tapi, ini semua salahnya karena tak bisa menolak pesona Ax semalam. Melodi memasuki pintu yang dimaksud Ax. Melodi mengernyit saat melihat banyak lemari pakaian di sana. Tapi kemudian matanya tertuju pada sebuah pintu kecil. Melodi melangkah pelan dan sedikit terseok. Langkahnya terhenti saat menyadari ada cermin di sisi kanannya. Ia memperhatikan dirinya, kissmark memenuhi d**a dan ada beberapa di leher. Melodi mendecak kesal, lalu masuk ke toilet. Ia berinisiatif untuk mandi karena ia merasa sangat kotor. Dicarinya pakaian di lemari yang mungkin bisa ia pakai. Melodi mengenakan kaos yang sudah pasti itu milik Ax. Kaos itu kebesaran, tapi paling tidak bisa menutupi tubuhnya sebatas paha. Suara pintu terbuka. Ax yang sudah bangun dan duduk di tepi ranjang menatap Melodi. “Ternyata ... kau mandi. Aku pikir kau kabur.” “Aku tak akan kabur. Aku akan memintanya baik-baik padamu, Mr.Ax,” katanya. “Sepertinya kita harus bicara banyak, Mel.” Melodi tersentak.”kau tahu namaku?” Ax tersenyum.”Tentu saja. Kau mau berdiri di sana terus?” Melodi menatap sekeliling kamar Ax, lalu duduk di sofa.”Aku tak mengerti kenapa kau membawaku ke sini. Tapi, aku rasa setelah kejadian semalam... kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan? Aku rasa kau bisa membiarkanku pergi.” Ax mendekati posisi Melodi. Mata Melodi tertuju pada apa yang tersembunyi di balik boxer ketat milik Ax. Ada sesuatu ya g menonjol dan sangat keras di sana. “Kau tahu? Kalau... sebenarnya teman-temanmu itu,menjualmu padaku?” Melodi menggeleng.”Mereka bukan temanku.” “Sudah kuduga.” Ax terkekeh. “Jadi... kau membeliku dari Mr.Ax?” Tanya Melodi dengan hati yang perih. “Akulah Mr.Ax itu.” Melodi menatap Ax tak percaya. Yang ia ingat, wajah Ax sangatlah menyeramkan dan sangat jelek. “Aku memakai topeng. Jadi, beruntunglah kau bisa melihat wajah tampanku,” kata Ax. Melodi mengabaikan hal itu. Ia tak ingin kelamaan menjadi menyetujui bahwa Ax memanglah tampan. “Jadi... aku bukanlah barang milik mereka yang seenaknya saja bisa dijual. Atau... apa membeli wanita itu adalah kegiatanmu setiap malam?” Lanjut Melodi lagi. “Kau wanita pertama yang kubeli. Biasanya... aku mendapatkannya secara cuma-cuma. Karena mereka yang meminta.” Ax mengambil sebatang rokok dan menempelkan di bibir. Melodi mengambil rokok itu dari mulut Ax sebelum ia benar-benar menyalakan rokoknya. “Jangan racuni aku di sini!” Ax memandang melodi lekat-lekat.”Oke... kalau aku tidak bisa menghisap rokok. Maka... aku akan menghisap yang lain.” Melodi melotot, kemudian berlari meninggalkan sofa itu. Ax tertawa geli sambil melihat Melodi berlari ketakutan. Pintu terdengar diketuk. Ax mengomel dalam hati. Siapa yang berani mengganggunya sepagi ini. Ini adalah hari libur. Ax membuka pintu dan mendapati Delta tersenyum. “Kau rupanya!” “Iya aku... memangnya kenapa? Heran seperti itu?” Delta kembali tersenyum. “Ada apa?” tanya Ax malas. “Tidak ada. Gamma ada di bawah. Kita bertiga sudah berjanji akan membicarakan masalah bisnis keluarga kita, kan?” Tanya Delta. Ax mengusap kepalanya sendiri.”Kenapa kau tidak menyuruh Daren saja untuk membangunkanku!” Delta terkekeh.”Aku sudah melakukannya. Tapi, semalam kau berpesan padanya agar tidak mengganggumu. Ia takut. Memangnya apa yang kau lakukan?” “Bercinta!” Jawab Ax santai. “Wow! Pertama kalinya kau membawa wanita ke rumah ini. Selamat! Aku pikir kau tidak suka wanita,” ejek Delta. “Aku akan segera turun,” kata Ax sambil menutup pintu. Delta menggeleng tanda tak mengerti. Ia turun ke bawah kembali bergabung dengan Gamma. “Bagaimana?” “Dia akan turun,” jawab Delta. Gamma mendesah panjang.”Aku rasa... Alfa memang tidak menyukai hal-hal berbau bisnis seperti ini.” “Aku rasa demikian. Alfa lebih nyaman mengurus kantor dan ... semuanya pasti berjalan dengan baik.” Delta setuju dengan pernyataan Gamma. “Bagaimana kalau... untuk urusan perusahaan, biarkan Alfa yang mengurus. Kita urus masalah bisnis saja,” saran Gamma. “Kita bicarakan itu setelah yang Mulia Alfa turun.” Delta terkekeh kemudian menyesap teh hangatnya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Alfa muncul dengan kaos hitam dan celana pendeknya. “Meeting? Sepagi ini? Kalian gila!” Ucapan Alfa membuat Gamma dan Delta tertawa. Kakak kedua mereka itu memang kurang suka jika waktu santainya terganggu. Selama lima hari Alfa bekerja keras di perusahaan keluarga. Satu hari dihabiskan untuk beraktivitas santai dengan relasi yang artinya sama saja seperti bekerja. Hari minggu, biasanya Alfa akan menghabiskan waktu untuk tidur. Gamma mengangkat kedua bahunya.”Santai... kita bisa bicarakan semuanya sambil sarapan.” “Bibi... tolong antarkan sarapan ke kamar saya,” perintah Alfa pada Bibi Grace. “Tuan mau sarapan di kamar?” tanya Bibi Grace bingung. Alfa menggeleng.”Ada seorang wanita di sana. Antar sarapan untuknya.” “Baik, Tuan.” Bibi Grace segera pergi menyiapkan sarapan. “Wanita di kamarmu? Semalaman?” Gamma memainkan alis matanya. “Pantas saja Kakak marah sewaktu aku ke kamar,” kata Delta. “Sudah... kita berkumpul untuk meeting, kan? Bukan membahas tentang wanita.” Alfa sedikit kesal. “Siapa dia? Apa aku perlu menelpon Tante Riri dan mengatakan bahwa... kau sudah menyukai wanita?” Tanya Gamma mengejek Alfa. Alfa berusaha santai. Menanggapi kedua adiknya ini membuatnya sedikit kepanasan. Gamma dan Delta memang selalu menyebalkan dirinya. “Kita mulai saja Meetingnya,” kata Alfa akhirnya Melodi mondar-mandir di kamar Alfa dengan perasaan tidak tenang. Perutnya sudah keroncongan. “Jahat sekali... dia membuatku kelaparan!” Pintu terbuka. Melodi tersentak, jantungnya berdegup kencang. “Selamat pagi, Nona. Perkenalkan saya Bibi Grace. Saya mengantarkan sarapan untuk anda.” Senyuman hangat wanita tua itu sungguh membuat Melodi tenang. “Terima kasih, Bi... aku memang sudah lapar sejak semalam,” jawab Melodi. Bibi Grace tersenyum melihat Melodi lahap sekali.”Nona... benar-benar kelaparan. Jahat sekali Tuan Alfa membuatmu kelaparan.” “Alfa?” Melodi menatap Bibi Grace bingung. “Iya... Tuan Alfa. Apa kau tidak tahu namanya?” Tanya Bibi Grace. Melodi menggeleng.”Yang aku tahu namanya Mr.Ax.” Bibi Grace terkekeh.”Oh... iya. Namanya Alfabian Axel Morinho. Beberapa orang memang memanggilnya Ax. Dia sangat tampan bukan?” Mendengar pertanyaan Bibi Grace, Melodi kebingungan harus menjawab apa. “Mungkin.” “Jika kau butuh apa-apa... panggil saja aku di dapur. Aku harus kembali.” Bibi Grace bangkit dari duduknya. “Ehmm..., Bi... tidak bisakah Bibi di sini saja menemaniku?” Melodi menahan tangan Bibi Grace. “Aku ingin, Nona... tapi ini kamar Tuan. Aku tidak bisa berlama-lama. Kau bisa keluar kamar nanti dan kita akan bicara banyak. Aku harus pergi.” Bibi Grace tersenyum. Melodi mengangguk. Ia harus rela membiarkan Bibi Grace pergi. Jadi, setelah ini ia akan menghadapi 'monster' itu lagi. Melodi menyelesaikan sarapannya. Piring bekas makan ia susun agar tidak terlihat berantakan, lalu ia letakkan di atas meja di dekat pintu. Melodi bingung harus bagaimana. Ia ingin pergi dari sini, tapi ia tak memiliki pakaian. Tidak mungkin ia memakai pakaian seksi itu. Bisa-bisa keluar dari gua monster ia justru masuk ke dalam penjara singa. Melodi merebahkan tubuh di atas kasur, tangannya menyentuh sesuatu. Ponsel. Melodi menekan tombol power, lalu muncul permintaan password. Tapi, bukan itu yang menarik perhatian Melodi. Melainkan wallpaper ponsel. Alfa dengan seorang wanita cantik dan seksi. Ia wanita itu cantik dan seksi meskipun tidak memakai pakaian yang terbuka. Wanita itu terlihat begitu dewasa dan matang. Ia memegang wajahnya dengan kecewa, ia tak secantik wanita itu. Kemudian ia sadar bahwa ia hanya wanita yang dijadikan pemuas nafsu saja oleh Alfa. Melodi menatap foto itu berlama-lama hingga tertidur. Ia masih mengantuk akibat otak m***m Alfa semalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD