Antara Hasrat dan luka hati

1442 Words
Rasanya, ini pertama kalinya dalam hidup Sara tidak keluar dari sebuah kamar dalam waktu 24 jam. Bahkan, untuk makan pun, semua disediakan dan diantar. Ia dan Robin benar-benar menghabiskan waktu dikamar seharian. Sara hanya bisa meringkuk di sudut ranjang dengan perasaaan takut bahwa dirinya akan terus-menerus menjadi tempat pelampiasan hasrat oleh Robin. Sedangkan Robin tengah menikmati waktunya dengan menghisap rokok, lalu tanpa menoleh, ia menyuruh istri barunya itu untuk makan. Sara pun beringsut mendekati meja dan mulai makan dengan lahap. Perutnya benar-benar terasa sangat lapar dengan tubuhnya yang terasa sangat lelah dan pegal. Robin hanya tertawa kecil saat melihat Sara makan seperti orang yang sudah lama tak diberikan makan sambil menatap tubuh istrinya yang indah dengan menikmati rokoknya. Pikirannya pun melayang, ia sadar perempuan itu hanyalah korban kemarahan di hatinya. Ini bukan hanya soal ayah Sara yang melarikan uang keluarga Robin tapi juga ada hal lain yang menyakitkan hati Robin dibelakangnya. Di dalam sebuah perusahaan yang begitu besar, tentu saja tak mudah untuk bisa mengeluarkan uang dalam jumlah besar jika tak ada yang membantu dari dalam. Betapa kecewanya Robin saat ia mengetahui bahwa pengkhianat yang membantu ayah Sara untuk mencuri uang perusahaan adalah ibunya sendiri yang berselingkuh dengan ayah Sara. Bahkan, mereka sudah merencanakan untuk melarikan diri bersama. Hal itu yang memicu Robin untuk menikahi Sara agar menghentikan semua usaha ibunya untuk bisa bercerai dari sang ayah dan lari ke pelukan pria lain yang tak bukan adalah ayah Sara. Masih terbayang dipelupuk mata Robin, betapa kecewa dan marahnya sang ibu ketika mengetahui ia akan menikahi Sara. Tentu saja, jika Robin bersama Sara, hilang sudah kesempatan sang ibu untuk bisa menikah dengan ayah Sara. Robin merasa puas bisa menghalangi sang ibu untuk pergi walaupun disisi lain ia merasa sangat sakit hati dan terkhianati karena sang ibu berniat untuk meninggalkan keluarganya demi ayah Sara dan sampai hati bersekongkol menggelapkan dana perusahaan. Sara baru saja selesai makan malam dan membersihkan dirinya. Tubuhnya kedinginan karena Robin tak memperkenankan dirinya untuk mengenakan pakaian selain lingerie yang tipis. Sara selalu melirik ke arah pintu kamar, di dalam hati ia begitu berharap agar bisa keluar dari kamar ini dan lepas dari cengkraman Robin. "Sini…,” panggil Robin dengan suara yang tenang dan lembut sambil melambaikan tangannya pada Sara yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan ragu Sara melangkah mendekat, ia tak ingin mencoba lagi untuk kabur seperti yang ia lakukan beberapa jam yang lalu. Perbuatannya hanya memicu Robin semakin bernafsu dan beringas. Robin menepuk-nepuk ranjang dan menyuruh Sara masuk ke dalam selimut, walau enggan Sara menurut dan masuk ke dalam selimut perlahan. Tiba-tiba tangan Robin yang besar menarik pinggangnya dan membuat dirinya bersandar di d**a Robin. "Kamu lelah?" tanya Robin dengan suara halus. Sara hanya bisa mengangguk karena bibirnya sudah bengkak dilumat oleh Robin dan menyisakan rasa sakit. "Tidurlah…,” suruh Robin lembut. Sara hanya diam membisu melihat sikap Robin yang berubah lembut membuatnya curiga dan waspada. Robin menepuk-nepuk bantal tidurnya dan membantu menemukan posisi nyaman untuk Sara tidur, tentu saja gadis itu merasa waspada. Tapi matanya benar-benar tak bisa diajak kompromi saat tubuhnya yang lelah dan kedinginan menyentuh ranjang dan bantal yang empuk dan diselimuti dengan selimut yang halus, tebal dan membuat tubuhnya terasa begitu hangat. Dalam hitungan menit, Sara tertidur sangat lelap. Robin menatap Sara yang tertidur meringkuk di dekatnya. Perlahan ia menyibak rambut Sara yang menutupi wajah cantiknya dan menghela nafas panjang. Robin merasa senang karena Ia tahu perempuan itu begitu takut padanya, tapi sikap Sara yang selalu berusaha tenang dan kuat membuatnya tak suka. Robin memuji dalam hati ketenangan diri Sara. Ia sangat tahu betapa takutnya perempuan itu. Walau ada airmata yang menetes saat mereka bercinta, Robin tahu, Sara selalu berusaha mengendalikan perasaannya. *** Sinar Matahari pagi menyilaukan mata Sara. Ia pun terbangun dan berusaha mengumpulkan kesadarannya di antara rasa sakit dan pegal di sekujur tubuhnya. Sara langsung terduduk saat melihat dirinya telah mengenakan pakaian milik Robin, sedangkan Robin sudah tak ada disisinya. Ia benar-benar tidur tak sadarkan diri sampai sampai Robin memakaikan pakaiannya ia tak merasakannya sama sekali. Pandangannya langsung tertuju ke arah pintu dan segera mencoba membukanya. Lagi-lagi pintu itu terkunci. "Mau kemana pagi pagi begini?" sapa seseorang di belakang Sara. Sara berdiri lemas dan menoleh ke belakang dan melihat Robin yang sudah rapi dan berpakaian casual. "Aku hanya ingin minum air putih,” jawab Sara spontan. "Gak lihat disamping tempat tidur kamu ada air putih?" ucap Robin sambil menolehkan wajahnya ke arah sebotol gelas berisi air putih. Tanpa ragu dan dengan perasaan takut, Sara langsung berjalan kesisi ranjangnya dan segera minum. Ia sadar Robin tak bisa dibohongi dengan alasan yang seperti itu. "Ayo mandi, kita akan pergi hari ini," suruh Robin sambil merapikan lengan bajunya sendiri. Sara pun segera berdiri dan melangkah ragu menuju kamar mandi. Selesai mandi seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan Robin menyerahkan sebuah gaun manis bermotif bunga bunga kecil untuk digunakan Sara. "Pakai gaun ini,” suruh Robin cepat lalu menutup kamar mandi kembali. Robin menatap kagum saat melihat Sara yang tampak anggun dan manis saat selesai berpakaian, Ia merasa puas memiliki istri yang cantik dan pantas menjadi pendampingnya untuk dipamerkan. Diacara pernikahannya kemarin, banyak sekali tamu yang memuji kecantikan Sara, apalagi perempuan itu tampak anggun dan duduk diam seperti patung yang berada di dalam pameran di sebuah galeri seni. Robin cukup puas dan bangga atas keputusannya. Dulu ia melihat Sara hanya dari jauh dengan perasaan marah dan tak menyadari akan kecantikannya. Yang ia lihat hanyalah wajah yang begitu mirip dengan wajah musuhnya, ayah Sara yang bernama Paul. "Kita akan pergi kemana?" tanya Sara membuka pembicaraan dan membuat Robin sadar akan lamunannya sesaat. Robin pun melangkah mendekati meja dan menyuruh Sara untuk duduk sarapan bersamanya. Sara menurut dan melangkah pelan lalu duduk dihadapan Robin dan mulai makan dengan perlahan. Robin masih tak menjawab pertanyaan Sara, ia tampak sibuk dengan handphonenya. "Kita akan pergi ke suatu tempat untuk merayakan pernikahan kita bersama beberapa teman karibku, tapi jangan pernah coba-coba berpikir untuk lari," ucap Robin menjawab pertanyaan Sara dengan pandangan masih tertuju pada handphone ditangannya. Sara terdiam sesaat lalu melanjutkan menghabiskan makanannya. "Sebaiknya kamu tahu diri, selama kamu menjadi istriku semua orang akan hormat padamu dan kita akan bersama sampai aku bosan. Jadi bersabarlah jika kamu tak tahan dengan sikapku, suatu hari nanti aku pasti melepasmu. Saat ini aku masih membenci ayahmu, jadi suka-suka aku, sampai kapan aku akan mempertahankan dan memperlakukan apa padamu," ucap Robin sambil memulai sarapannya. Sara hanya diam. Ada rasa sakit di hatinya karena diperlakukan seperti barang, tetapi ia tetap mendengar ucapan Robin dengan seksama. Sara merasa selama ia tak mengusik harga diri pria itu mungkin ia bisa aman dan berharap agar Robin segera bosan dan melepaskannya. "Hari ini aku sedang bosan, moodku sedang tidak bagus, jadi tolong jangan bertingkah aneh-aneh." Robin menghela nafas panjang dan meletakan garpunya diatas piring lalu berdiri meninggalkan Sara menuju balkon untuk merokok. Sara segera mengambil tasnya lalu duduk disudut ruangan sambil menunggu Robin selesai merokok. Tak lama, Robin kembali masuk kedalam kamar dan mengambil mantelnya seraya berkata, "Hari ini kita akan keluar kota, tempatnya cukup dingin. Aku sudah menyuruh orang untuk menyiapkan pakaian untukmu." Sara segera mengikuti langkah Robin dan berjalan mengikuti keluar kamar. Akhirnya, setelah 2 hari ia bisa melihat ruangan lain selain kamar besar milik Robin. Robin segera menarik tangan Sara dan menggenggam nya erat dan membuat Sara merasa kesakitan. "Sakit…” keluhnya pelan penuh mohon pada Robin agar tak terlalu kasar dan melonggarkan cengkramannya. Robin hanya menatap Sara dalam tapi tak melonggarkan tangannya, ia menarik Sara untuk tetap di dekatnya sehingga membuat Sara berjalan hampir setengah berlari kecil untuk mengimbangi langkah Robin yang panjang dan cepat. Suami istri itu pun masuk kedalam mobil dan mobil itu melaju meninggalkan rumah. "Kita akan kembali berpesta besok malam bersama beberapa kolegaku, tolong bersikap yang baik," pinta Robin memberikan perintah saat mereka berdua sudah masuk kedalam mobil, Sara hanya bisa memalingkan wajahnya keluar jendela dan mengusap tangannya yang kemerahan. Perjalanan mereka cukup jauh dan membuat Sara yang masih merasa letih tertidur pulas. Tanpa dia sadari, Robin memperhatikan Sara yang tertidur sampai terbentur kaca mobil. Perempuan ini ternyata tak sekeras kepala yang ia bayangkan. Melihat Sara yang banyak menurut membuat Robin agak bosan. Ia mengharapkan Sara yang memberontak karena sikapnya yang kasar, sehingga ia punya banyak alasan untuk menyiksa perasaan Sara. Sayangnya Sara ternyata tahu diri. Robin membenarkan posisi kepala Sara agar ia bisa tertidur lebih nyenyak. Hasratnya mulai naik saat melihat bibir Sara yang sedikit bengkak karena Robin melumat bibirnya kemarin dengan kasar. Ada senyum kecil dari bibir Robin, sesampainya di Villa nanti ia ingin melakukan beberapa ' siksaan' kecil untuk Sara. Ia berencana akan mengurung diri bersama Sara seharian untuk bersenang-senang dan baru akan menyambut koleganya esok hari. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD