Kena Karma

1690 Words
Siapa yang tidak rindu melihat orang yang kita anggap orang tua sendiri dan sangat berjasa sekali dalam hidupnya kini bisa ia tatap dan ia peluk. Sungguh senangnya Deon bisa bertemu dengan Endang lagi. Sebagai tanda terima kasih, Endang menolak uang ataupun segala bentuk bayaran atas jasanya. Merasa pria yang paling bisa ia percaya, paling bisa melindungi dan membahagiakan anak perempuannya adalah Deon, maka Endang meminta pria ini untuk menikahi putrinya saja. Endang sadar diri, putrinya Milia yang bodynya bak mie lidi, kecil mungil, muka pas-pasan dan gaya pecicilan akan sulit mencari pasangan. Jomblo aja udah kelamaan sampe bulukan. Bukan maksud mencarikan jodoh untuk Deon yang kurang baik, soal pantas tak pantas nanti bisa dipantaskan, Milia bisa dipermak ke permak levis, eh salah ke salon dan klinik kecantikan agar glow up, semua juga dengan uang bakal berubah drastis, seperti kata orang, kecantikan istri tergantung dompet siami, yang penting sekarang Deon akan terus jadi anaknya dan Milia akan mendapatkan jodoh yang terbaik. Walau Milia anak pesantrenan yang gagal karena nakal, malas belajar dan senangnya nonton drama Korea, tentu Endang tak mau masa depan anaknya makin suram, jadilah dia Carikan jodoh yang top markotop agar bisa mengubah anaknya jadi lebih pintar dan berwibawa. Bertahun-tahun mereka tidak bertemu kini dipertemukan lagi. Senang rasanya melihat Deon sudah tumbuh dewasa, tampan dan mapan, idaman para mertua sekali. Mon maaf tapi sekarang para calon mertua menyingkir karena Deon hanya milik Endang dan akan jadi mantu Endang saja. Pria beralis tebal itu melahap masakan pengasuhnya hingga ia kekenyangan. Tidak apa-apa anaknya kabur, justru bagus! Jadi tak usah ketemu cewek jadi-jadian itu to! Kalau ada Milia belum tentu Deon bisa bebas mengunyah semua masakan enak ini, yang ada jadi jaim dan kikuk. Kalau bersama orang yang belum dikenal biasanya Deon merasa kurang nyaman. "Itu si Milia malah kabur. Entar ibu apus dia dari kartu keluarga, sebel dah." Bagaimana tidak kesal, mau dikenalkan dengan cowok ganteng malah lebih memilih ikut reunian yang tidak penting sama sekali.  "Kasian dong, Bu." Deon kini sedang mencecap sisa rasa rendang yang menempel di ujung jari-jari lengannya. "O iya, dia bakal nyatu di kartu keluarga kamu nanti!" Ya jelas kalau udah nikah ga akan nyatu di kartu keluarga Endang, Milia pasti dihapus dan masuk ke kartu keluarga suaminya. Uhukk …. Uhukk ….. Si Abang jadi tersedak. Ya jelas dia belum siap nyantumin nama istri di KK-nya. "Duh nak Deon pelan-pelan makannya." Endang tepuk-tepuk pundak Deon sambil dekatkan gelas isi air putih. "Masakan Ibu enak, jadi Deon pengen abisin semuanya." Padahal belum siap karena harus menikahi Milia, rencananya kan Deon masih ingin mengurus banyak hal.  "Ibu bungkusin ya nanti biar bisa nak Deon makan di rumah." Masakan Endang memang favoritnya Deon, selalu menggugah selera. "Makasih, Bu."  Pertemuan mereka disudahi setelah Deon dan Endang banyak membicarakan tentang masa lalu, Deon juga ada janji untuk bertemu teman-temannya, jadi habis dari sini dia pergi ke club malam. "Jadi temen kita ini bakal menyudahi masa lajangnya beneran, nih?" tanya Riko antusias, habisnya selama ini Deon cuma main-main saja. Pernah pacaran sekali dua kali hanya untuk status semata, sampai dikira kaum gay. Banyak wanita cantik yang mengejar Deon tapi belum ada yang klop di hatinya sama sekali. Entah standar Deon memang tinggi atau karena dia memang suka sesama jenis. Kalau iya gay berarti stok cogan lurus bakal menipis! Saingannya bukan pelakor tapi sesama berbatang. "Tunangan dulu bisa kali, ke nikah menyusul bisa setahun dua tahun!" Dia belum bisa bayangkan bagaimana jadi kepala rumah tangga nanti. "Turun drajat banget lo, dari kelas kakap, si model cantik aduhai ke ikan teri!" Riko yang dari tadi memandang Milia rendah, ya emang iya kalau dibandingkan dengan mantan Deon, model-model cantik dan sexy semua. "Eh lo jangan dulu ngehina dia, siapa tau soal urusan ranjang lebih aduhai!" Andreas ada di pihak Milia. Dia pernah menghina orang, tau-tau yang dia hina malah melejit. Dunia kan berputar, orang bisa saja sekarang di atas, tiba-tiba nanti di bawah. Sekarang Riko merendahkan Milia, bagaimana nanti jika suatu saat Riko malah menyukainya. "Hahahaha!" Riko jadi terkekeh karena Andreas membahas soal ranjang. Mumpung di tempat ini banyak cewek cantik, rencananya anak dua ini mau ajak salah satu cewek cantik ngamar. "Berisik deh kalian." Deon yang duduknya berada di antara mereka berdua pun sewot, yang satu body shaming, yang satu lagi bahas ranjang. "Siniin handphone gue. Gue aja belum periksa satu-satu foto dia." Deon rebut paksa dari tangan Riko.  "Tapi ga penting juga deh." Eh dia simpan handphonenya di atas meja bar. "Dilihat, diperhatikan, dipandang dulu calon bini lo, nanti takut nyesel gimana?" ucapan Andreas ini ada benarnya juga. "Baru pertama kali mau ketemu aja dia berlagak kurang sopan, malah kabur. Gue sumpahin kena karma ntar!" Tak sengaja Deon menyumpahi Milia karena kesal. Bagi Deon yang seorang dosen, attitude itu sangatlah penting. Tak ber-attitude berarti tidak berpendidikan. Di tempat lain, Milia sedang duduk di bangku mobil taksi online. Tengah malam begini mana ada angkot atau metromini, kalau adapun nanti takut diculik atau diperkosa kan berabe. "Duh enyak anaknya lagi senang-senang malah suruh balik. Rese Enyak gue emang!" Dia merutuki nasibnya yang di rumah tersiksa, keluar pun tidak bahagia karena melihat ke-uwuan pasangan milenial yang buat hatinya teriris sakit.  "Mayan tadi tuh bisa nguping si Abang kerjanya ngajar di mana, eh keganggu Yayuk terus keganggu Enyak." Padahal Milia penasaran Deon bekerja di mana dan guru pelajaran apa. "Baru intip dikit udah banyak gangguan." Dilihat dari atas sampai bawah Deon tidak ada minusnya, plus semua. "Balik salah ga balik juga salah." Kalau dia tinggal bisa dihapus dari KK plus kena marah, pulang pun sayang sekali karena tak dapat hasil apa-apa.  Mobil taksi online yang Milia naiki kini sudah sampai di dekat rumahnya. Sengaja Milia minta berhenti bukan di depan rumahnya sekali, kalau ibunya dengar nanti langsung dimarahi, malu! “Sudah sampai"Jalan depan ga, ya?" Depan dan belakang juga sama-sama ujung-ujungnya dimarahi. Milia endus-endus dulu ketek kanan dan ketek kiri, semuanya tidak ada yang bau burket, yang ada bau alkohol dari mulut dan bagian leher, bajunya juga ketempelan bau miras. "Eh tadi gue minum minuman keras dikit, Enyak kan indra penciumannya itu tajem banget setajam pisau. Bisa kena double smackdown gue." Minum minuman seperti itu jelas ibunya larang. "Jalan belakang aja deh. Untung punya kuncinya." Ceritanya ini anak maling kunci rumahnya depan dan belakang untuk sewaktu-waktu urgent begini. "Mandi dulu dan gosok gigi dulu gitu biar ga bau alkohol." Ini adalah salah satu langkah antisipasi.  Milia melangkahkan kakinya pelan-pelan tapi pasti ke pekarangan belakang lalu berakhir ke depan pintu. Jemari tangan gadis ini berusaha membuka pintu yang terbuat dari kayu jati ini. "Yes kuncinya bisa kebuka." Kepalanya dia masukkan sedikit ke dalam agar bisa melihat situasi dan kondisi.  "Enyak kayaknya lagi jaga gawang depan." Gadis ini pun bergerak pergi ke kamar mandi. Dia lirik ternyata bak kamar mandinya tidak ada air sama sekali. "Duh ngapa baknya kosong?" Ada saklar untuk menghidupkan sanyo, sayangnya tidak ada suara pertanda alat itu menyala sama sekali. "Nyalain Sanyo juga kok ga nyala?" Milia jadi garuk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. "Yaelah, masa harus nimba." Kebetulan di belakang rumahnya ada sumur yang sama sekali tidak di tutup. Sumur miliknya itu juga sering digunakan oleh warga lain untuk menimba air. Saat musim kemarau hanya sumur Milia yang airnya melimpah, keluarga mereka pun sama sekali tidak pelit dan mau berbagi air. Wilayah rumahnya juga sebenarnya ada ada air pam, tapi air dari sumur di lingkungan mereka masih bagus belum tercemar, jadi tak usah pakai air pam, pemborosan! "Nimba dan gosok gigi di sumur aja deh. Daripada ada jejak bau alkohol ntar yang ada bakal ada perang dunia ke dua, abis bersih gue." Mau tak mau dia harus membersihkan diri dulu sebelum ketemu dengan kanjeng Enyak Endang. Saat Milia melangkahkan kaki ke area sumur, alas kaki yang dia gunakan menginjak area yang begitu licin. "Aduh ….." Byurrrr ….. "Eu …. Eu …. Euuu …." Kepala Masuk lebih dulu ke sumur yang berisi air cukup banyak ini. Gelapp ….. Semuanya gelap karena sumur begitu dalam. Milia berusaha membalikkan tubuhnya yang mungil bak mie lidi ini, untung kecil. Kepalanya kini sudah ada di atas dan menghadap langit. "Hu ha hu ha. Astaga. Untung bisa balik posisi." Hampir saja tadi kehabisan napas. Kalau tidak bisa membalikkan posisi bisa gawat, Milia bisa mati tenggelam di sumurnya sendiri. Bakal jadi hantu penunggu sumur dong. Hantu perawan sumur Milia! "Heuheu …. Enyak …. Tolongin Mili. Mili masuk sumur!" Embusan angin mala begitu dingin, langit juga sangat gelap, hanya cahaya rembulan yang membuat dia di bawah sumur sana sedikit memiliki cahaya. Terbayang betapa ngerinya berada di dalam sumur, kalau ada ular atau makhluk berbahaya lain dia bisa apa? Kaki milia terus bergerak agar dia bisa sedikit mengambang. "Dasar Kuyang, babi, setan, kampret. Kenapa bisa kepeleset. Wah …. Wah ini pasti ada yang numpahin minyak, eh atau enggak si Sukimin noh, dia kan suka nyuci motor di sumur gue. Olinya tumpah dan bikin licin. Sinting emang." Pikiran Milia langung suudzon ke Sukimin, si bapak-bapak anak satu yang sering numpang cuci motor di dekat sumurnya alih-alih pergi ke steam motor, cuci sendiri kan lebih irit, tapi sayangnya orang itu tidak suka membersihkan area sumur bekas dia mencuci motor. "Tolonggg …." Milia berusaha berteriak, mungkin saja sumur ini bagaikan alat toa, kalau teriak ya nyaring bisa terdengar ke daratan. "Bakal kedengeran ga ya?" Dia pun sempat ragu, mana tengah malam begini. Kalau ada hantu air menarik dia ke dasar sumur bagaimana ini? "Tolonggg …." Milia semakin panik. Debaran jantungnya sangat kencang dan tubuhnya mendingin. Air di dalam sumur kan suhunya begitu dingin. "Enyak …. Tolong Mili!" Teriak Milia lagi, setidaknya dia harus berusaha demi bisa hidup. Masa mau menyerah sampai di sini. "Munaf …. Tolong kakakmu!" Teriak Mili kencang-kencang. "Eh Munaf lagi di pesantren." Dia lupa kalau adik semata wayangnya sedang tidak ada di rumah. Munaf kan anak baik-baik, rajin mondok dan sangat penurut, beda dengan Milia yang nakalnya terkadang kebangetan. "Enyak …. Apa ini karma, ya? Karma di dunia kan langsung ada." Dia jadi ingat salahnya tadi yang kabur karena tak mau dijodohkan dengan Deon.  "Maafin anakmu kabur-kaburan. Gara-garanya ga ketemu cogan langsung dikasih karma kaya gini hiks." Kalau tau calonnya cogan, Milia lebih memilih di rumah saja. "Enyakkk ….. Tolong ….."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD