Nunuy gak sepolos itu?

2011 Words
"Memang di Yayasan ini belum mengadakan organisasi untuk itu, tapi saya sebagai orang yang juga menyukai Ilustrasi akan mengajukan kesalah satu guru terdekat saya. Meminta tolong kepada beliau agar diserahkan kepetinggi Yayasan.." Ainun mengangguk, menyetejui apa yang diucapkan oleh lelaki yang duduk dihadapannya. Setelah sholat dzuhur Ainun pergi kekantin, berencana untuk menahan rasa lapar sebelum pulang kerumah. Kedua sahabatnya sedang ada rapat organisasi, jadilah ia disini bersama Noval—Ketua Osis yang sebentar lagi akan lengeser, seharusnya sudah lengser tapi karena kandidat yang akan dilantiknya terjerat kasus jadilah Noval yang mengalah untuk bekerja lebih lama. "Kalau Ainun sih cuma sekedar suka menggambar, kadang gak punya objek itu buat jadi bahan menggambar. Padahal Ainun mikir, tapi tetep aja gak dapet ide." Ainun berkata seraya melahap ciloknya. Noval tertawa pelan melihat keluguan gadis dihadapannya, ternyata masih ada ya gadis SMA yang masih bersih otaknya. "Gambar ilustrasi kamu bagus loh Nun, kisah cinta yang kamu tuangkan dalam gambar benar-benar sampai. Kok kamu bisa mikir begitu sih?" Ya wajar saja Noval heran, Ainun-kan tidak ada sejarahnya dekat dengan laki-laki. Ini saja Noval memberanikan diri karena tahu Azka tengah latihan murotal, kalau ada Azka dirinya mana berani. Kembaran Ainun itu galaknya seperti singa betina.  Pipi Ainun menggembung karena mengunyah cilok. Setelah menelannya, ia lantas menjawab. "Ainun gak mikir." Alis Noval terangkat. "Hah? Maksudnya?" Tanyanya bingung, mana ada sih manusia yang melakukan sesuatu tanpa berpikir. Melihat raut kebingungan dari most wanted sekolahnya ini Ainun buru-buru meralat. "Maksudnya kejadian yang Ainun gambar itu bukan hal yang Ainun rasain, ilustrasi itu Abi sama Ami. Mereka-kan couple goals, dimana-mana diatas dunia-a-a.. selalu aja bermesraan." Ainun menadakan kalimat akhirnya dengan salah satu nada dari lagu dangdut. Mau tak mau Noval tertawa melihat tingkah Ainun. "Bisa aja deh." Disaat mereka tengah asik-asiknya mengobrol, entah dari mana datangnya. Zander sudah berdiri dari kejauhan, berada dipojok kantin tepat disamping tiang lalu memperhatikan dua manusia itu sambil mendengus. Sedang apa mereka? Kemana kembaran Ainun yang biasanya selalu menguntit gadisnya itu? Dada Zander langsung memanas kala sang lelaki tertawa bahagia, apalagi Ainun malah menampilkan ekspresi menggemaskannya. Ah tidak, gadisnya itu memang selalu menggemaskan. Karena sudah tidak bisa menahannya, akhirnya Zander mendekati keduanya. "Assalamualaikum.." Zander memberi salam seraya duduk disamping Ainun. Menatap kedua muridnya dengan senyuman khasnya. Tampaknya kedatangan Zander membuat pemuda didepannya terkejut. Terlihat dari wajahnya yang tadinya tengah tersenyum kini berubah menjadi datar. "Boleh-kan saya gabung?" Tanyanya seraya meletakkan cup jus yang digenggamnya keatas meja. "Dijawab enggak boleh juga percuma, Mr. Zan udah duduk disamping Ainun." Sahutan dengan suara lucu itu membuat Zander tertawa. Zander menatap pemuda dihadapannya, tampak sedikit terkejut dan juga seperti kurang nyaman. Agar pemuda itu tidak kebingungan, Zander memilih memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Saya kayaknya harus kenalan deh sama kamu. Nama saya Ahmad Lucas Zander Matatula, kamu bisa panggil saya Mr. Zan seperti Nunuy. Saya guru Seni Budaya kelas dua belas, membantu Pak Ramzi." Ujar Zander. Mata Ainun mendelik tidak suka mendengar kata itu lagi. "Ih, dasar ya Mr. Zan! Ainun kan udah bilang, kalau mau manggil itu Ainun atau Inun aja, jangan Nunuy. That's bad nickname!" Tukas Ainun kesal dengan suara lucu khasnya. Zander menghiraukan itu, ia lebih memilih untuk meminum jusnya takut jika Noval akan mencurigai gestur tubuhnya. "Namamu siapa?" Novel langsung tersadar. Lalu tersenyun sopan kepada guru didepannya. "Ah maaf Mr, nama saya Noval mardian teman-teman biasanya memanggilnya saya Noval." Zander mengangguk dengan wajahnya yang disangar-sangarkan, biar saja! Zander sih berharap pemuda yang duduk dihadapannya ini tidak nyaman, lalu cepat-cepat pergi menjauh. "Kalau Noval, suka menggambar ilustrasi apa?" Memang dasar tidak suka suasana awkard, Ainun memilih membuka kembali pembicaraan dengan Noval. Kalau dengan Zander, Ainun bingung mau mencari topik apa. Walaupun kurang nyaman, tapi Noval menjawab pertanyaan Ainun. "Kalau aku sih menggambar ilustrasi apa aja, kadang tergantung feel aja sih, soalnya-kan aku itu moody-an." Mata Noval yang hanya terarah kepada Ainun, membuat Zander merasa dikacangi. Cih, mereka kira dirinya ini nyamuk diantara anak bau kencur? Dan juga tadi, 'aku-kamu?' Ck! Zander benci ketika ada lelaki yang beraku-kamu dengan Ainun. "Ah begini ya rasanya mencintai, apalagi diem-diem. Mau dipendem susah, mau dikeluarin juga susah." Zander menggerutu dalam hati. "Oh jadi kalian ini sama-sama suka menggambar ya?" Tanya Zander ikut nimbrung. "Iyah, dari pada suka gangguin orang. Kaya Mr. Zan!" Celetuk Ainun cepat, tampaknya gadis yang kini memeluk lipatan mukena diatas meja itu masih kesal dengan Zander. Alis Zander terangkat mendengar kalimat tersebut. "Jadi Nunuy terganggu dengan kehadiran saya? Emangnya kalian berdua lagi pdkt.. atau memang pacaran?" Seloroh Zander dengan mata yang memincing curiga. Mata Ainun melotot. "ENAK AJA!" Seru Ainun sewot, menghiraukan beberapa pasang mata yang mulai memperhatikan meja mereka. "Ainun itu gak akan pernah pacaran ya! Kata Ami, jodoh itu dateng sendiri. Jadi Ainun mah nungguin orang yang mau lamar Ainun, ngapain pacar-pacaran!" Mata Ainun bergerak sinis. Cukup lama Zander terdiam, mencoba mencerna kalimat yang diucapkan Ainun. Ketika sadar bibirnya tersenyum tipis. "Berarti kalau ada yang lamar Nunuy nanti, pasti diterima dong ya?" Kepala Ainun menggeleng cepat. "Ya gak gitu juga Mr. Zan, Ainun-kan berhak memilih dan memilah. Gak asal nerima, calon Imam Ainun itu harus yang terbaik!" Tukas Ainun seraya mengepalkan tangannya keudara. Zander tertawa melihatnya, Ainun yang sadar-pun langsung menurunkan tangannya. Seolah tidak terjadi apa-apa. "Emang kamu ngerasa cantik gitu milih-milih, Imam terbaik aja belum tentu milih kamu Nuy." Ujar Zander sengaja menggoda, sepertinya gadis disampingnya ini sudah melupakan nama 'nunuy' sebagai nama panggilannya. "Ya cantik-lah! Orang Ainun cewek, kalo cowok baru ganteng!" Sewot Ainun, pipinya sudah memerah karena kepanasan. Seragam Ainun-pun sudah basah karena keringat. Noval merasa kehadirannya sudah tidak berguna lagi, ia memilih untuk pergi dari sana. Dari pada ada tapi tidak dianggap, untuk apa? "Kayaknya saya mau pamit ada rapat organisasi sebentar lagi. Permisi Mr. Zan, Ainun. Assalamualaikum." Setelah berpamitan Noval-pun melenggang pergi, membuat senyum kemenangan tercetak dibibir Zander. Kini matanya kembali menoleh ke Ainun. "Masa sih? Tapi-kan cantik itu relatif, maksudnya cantik dan enggaknya perempuan itu tergantung sama orang yang memandangnya." Zander menangkup wajahnya dengan tangan, menatap Ainun yang sedang menyedot jusnya tanpa merasa bersalah sama sekali. "Ya terus? Emangnya Nunuy dimata Mr. Zan gak cantik ya?" Tanya Ainun sambil menggigit sedotan, seperti biasa. Tak lama setelah itu dia mengaduh, baru sadar jika yang digigitnya sedotan stainless. "Haduh, gigi-gigiku yang imut." Ringisnya. Zander tertawa pelan, sebenarnya itu sedotan khusus dirinya minum. Tapi tidak apa-apa, ia malah senang. Itu artinya ia secara tidak langsung berciuman dengan Ainun. "Cie, ceritanya nerima nih dipanggil Nunuy?" Ledeknya. Ainun memutar bola matanya malas. "Ya sebenernya mah enggak sih, tapi yaudah-lah dari pada Mr. Zan mati penasaran gara-gara nama panggilan, kasian. Kan Mr. Zan udah renta, udah bau tanah." Jawab Ainun tanpa sadar seraya menyedot jusnya kembali. Zander tersenyum masam, menatap Ainun anatar kesal dan cinta. Sabar Zan, mencintai anak bocah emang banyak rintangannya. Zander membatin sambil mengelus dadanya. Mata Ainun melirik. "Kenapa elus d**a? Gak terima dibilang begitu?" Ceplosnya lagi. "Enggak kok, saya ikhlas." Jawab Zander cepat, tidak sangka juga ternyata keluguan Ainun bisa sepedas itu. Tak lama kemudian, bel pulang berbunyi. Seperti biasa, para murid menyambutnya seolah bel tidak pernah berbunyi sebelumnya. Heboh, dan lebai. Termasuk yang dilakukan Ainun saat ini. "YEY! ALHAMDULILLAH PULANG!" Ainun berdiri dengan tiba-tiba lalu berseru heboh, mengangkat mukenanya tinggi-tinggi tanpa malu sedikit-pun. Setelah dirasa cukup, Ainun kembali duduk dengan tenang lalu kembali menyedot jus. Perubahan sikapnya sungguh sangat cepat, hanya butuh waktu beberapa detik saja dari heboh ketenang. "Kok duduk lagi? Gak pulang?" Tanya Zander, walaupun hatinya sangat senang karena gadisnya masih mau duduk disampingnya. Masih menunduk sambil menyedot jus, kepala Ainun menggeleng. "Enggak, disuruh nungguin Bang Azka disini." Jawabnya. "Loh emang Bang Azkanya kemana?" Biarlah Zander seperti reporter yang terus bertanya, anggap saja sebuah usaha mendapatkan pujaan hati. "Bang Azka itu latihan buat lomba murotal." Jawab Ainun. "Sama Miss Lala." Lanjutnya sebelum Zander kembali bertanya. Zander meringis, tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memikirkan sekiranya pertanyaan apalagi yang bisa ia tanyakan. Tiba-tiba lampu bolham muncul dari otaknya. "Miss Lala itu yang mana?" "Itu-loh, guru cewek." Jawab Ainun sekenanya. Zander berdecak. "Ck, ya saya juga tau kalau dia guru cewek." Selorohnya kesal, disampinh cantik ternyata Ainun bisa menyebalkan juga ya. Tapi tak apa, Zander akan tetap mencintainya. "Ya terus ngapain nanya?" Ainun bertanya dengan cengiran, ketahuan sekali jika pertanyaannya itu sengaja ditujukan untuk menggoda Zander. Zander diam-diam tersenyum, membalas kejahilan gadis kesayangannya ini. Zander sangat senang jika Ainun sudah mulai care ini dengannya. Ini adalah awal yang baik. Setidaknya untuk Ainun, belum Ayah dan kedua kakaknya. "Kok Mr gak nanya lagi?" Tanya Ainun setelah melihat keterdiaman Zander beberapa detik. Zander memutar tubuhnya, agar menatap lurus Ainun. Melupakan jika mereka itu sedang berada ditempat umum. "Nunuy mau saya tanya apa mau saya diam saja?" Tanyanya dengan senyum menggoda. "Mau Mr pergi." Jawaban Ainun yang terlewat polos itu sukses membuat senyum Zander lenyap seketika, melihat itu Ainun langsung tertawa terbahak-bahak. Merasa berhasil mengerjai orang yang berani-beraninya memanggilnya 'nunuy'. Zander menahan mati-matian tangannya agar tidak menarik tubuh mungil itu kedalam dekapannya, juga mencubit pipi gembil yang goyang karena tawa Ainun. "Hish, udah dong ketawanya. Bahagia banget ya udah ngerjain saya!" Tapi Ainun tetap tertawa, bahkan ujung matanya sampai berair. "Berhenti gak Nunuy? Saya cium nih!" Ancaman Zander itu nampaknya berhasil, dengan sekali tarikan napas Ainun langsung terdiam tapi kini menatapnya ngeri. "Ih, apaan sih Mr ngomongnya begitu! Jorok!" Pipi Ainun memerah, kalimat untuk orang dewasa itu masih sangat sensitif untuk Ainun. Dahi Zander mengernyit. "Loh? Kamu ternyata udah paham ya cium-ciuman? Dari mana hayo?" Ainun mendelik tidak suka, kenapa om-om jelek ini malah menjadi care dengannya? "Ainun pernah liat bibir Abi sama bibir Ami nempel, Ainun denger dari Bang Azka katanya kalau itu-tuh namanya ciuman." Jawab Ainun polos. Zander mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Kalau... bikin anak tau gak?" Pipi Ainun tambah memerah, ia tidak menjawab pertanyaannya melainkan menenggelamkan wajahnya pada mukena miliknya. Ayolah, mengapa semua orang mengira ia sepolos itu. Kalau soal itu, walaupun ia tidak mencari tau tapi-kan ada pelajaran biologi yang mencakup kesegala keintiman. Tawa Zander pecah melihat tingkah malu-malu gadisnya, ternyata gadisnya itu tidak sepolos yang ia kira. Untuk dasar-dasar ilmu kedewasaan Ainun sudah tau, tidak tau untuk yang lainnya. "Owalah, ternyata Nunuy gak sepolos itu ya." Ujar Zander menggoda. Ainun mendongak, lalu mendengus. "Ya iyalah, Nunuy-kan sudah dewasa. Sebentar lagi delapan belas tahun, masa bikin anak aja gak tau caranya gimana!" Jawab Ainun sewot. Zander tersenyum menggoda, menatap Ainun dengan alis terangkat satu. "Gak percaya nih, gimana kalau dibuktiin aja?" Ainun mengerut bingung mendengar kalimat yang diucapkan Zander. "Maksudnya?" Zander mendekatkan bibirnya ketelinga Ainun, membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Sial, ini namanya senjata makan tuan! "Ayok kita buat anak bersama-sama." Ainun sontak saja melotot. "Dasar guru omeh!" Serunya lantang, untung saja kantin sudah mulai sepi. Dahi Zander mengerut bingung. "Hah? Omeh? Maksudnya?" Tanyanya bingung. Sebelum menjawab Ainun menggeserkan badannya, menjauh dari guru yang tak hanya menyebalkan tapi juga menakutkan. "Omeh itu maksudnya berpikiran jorok terus!" Jawabnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Omes kali Nuy." Zander tertawa pelan, tapi seketika langsung panik melihat Ainun yang meringsut kepojokan dengan mata yang berkaca-kaca. "Loh, Nunuy kenapa?" "Mr. Zan mau perkosa Nunuy ya?" Tanyanya dengan suara bergetar, air matanya sudah luruh bersamaan dengan isakan kecil. Zander membelakkan matanya, lalu menggeleng tegas. Nampaknya gadisnya ini belum terlalu paham, seketika Zander menyesal, pertanyaan itu ternyata membuat gadisnya ketakutan. "No, saya cuma bercanda. Kamu gak usah takut." Zander mencoba mendekat. "Jangan mendekat, hiks! Pergi." Usir Ainun pelan, gadis itu mulai terisak. Wajahnya ditutupi oleh mukena tidak berani menatap wajah Zander saking takutnya. Zander menggeleng, ia panik melihat tubuh Ainun sedikit bergetar. Gadisnya benar-benar ketakutan. Baru saja ingin mendekat, sebuah pukulan keras mengenai wajahnya sampai Zander terjungkal kebelakang. "Inun!" Azka mendekat kearah sang adik yang tengah menangis, dipeluknya dengan erat. Bisa dirasakan tubuh adiknya yang bergetar menandakan jika Ainun tengah ketakutan. "Ab-bang, Inun takut..hiks!" Ainun memeluk sang kakak dengan erat menyembunyikan wajahnya pada d**a Azka. Azka memandang lelaki yang bersama adiknya tadi dengan bengis, kalau saja adiknya itu tidak sedang memangis dan ketakutan sudah pasti lelaki berpakaian rapih seperti guru itu sudah habis ditangannya. "Ayok pulang." Azka menggendong Ainun yang masih menangis, meninggalkan Zander yang terdiam dengan penyesalannya. Saking senangnya mengobrol dengan Ainun, dirinya tidak sadar jika gadisnya itu masih lugu karena terlalu dijaga. Sudah pasti Ainun salah paham hingga ketakutan seperti itu. Bego. Umpat Zander dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD