Kembar ajaib

2064 Words
"Fajar, loe biasanya ngintilin si Ainun terus. Kok sekarang cuma memandang dari jauh doang?" Marcus bertanya kala melihat sahabatnya yang sedang mengorek lubang hidung sambil menatap Ainun dari meja mereka. Fajar berdecak, lalu dengan gemas memaksa wajah Marcus menoleh kearah objek yang tadi ditatapnya. "Lihat dengan mata loe yang penuh belek lembek itu!" Titahnya sewot. Mata Marcus mengerjap. "Gue udah liat." Jawabnya pelan. "Eh betewe, belek gue gak lembek tapi kering soalnya gua jarang menangisi harapan-harapan yang tak kunjung tercapai itu." Lanjutnya. Seperti biasa, dengan kalimat nyeleneh andalan mereka. Lagi-lagi Fajar berdecak kesal. Sekali lagi memaksa wajah Marcus untuk menatap objek tersebut, kali ini dengan bonus satu toyoran pelan. "Jangan malu-maluin gue dengan mata belekan nan siwer elu ya!" Sewotnya lagi. "Disana itu ada si Azka yang selalu setia mendampingi princess Ainun kita, dan loe berani ngedeketin Ainun?" Marcus sontak saja menggeleng, tubuhnya bergidik kala mengingat dulu Azka pernah membantai mereka berdua habis-habisan karena sudah menoel lengan Ainun. "Ogah gue, ya walaupun Azka gak jauh beda sama kita tapi tetep harus dihargain. Dia-kan calon kakak ipar." Mata Fajar memutar malas. "Gue sebagai orang yang selalu bersyukur, tidak setuju. Ya jelas-jelas dia lebih baik-lah dari kita! Muka bersih, kulit putih, walaupun gak pinter tapi ada skill yang menonjol, anak konglomerat lagi." Ujarnya, merinci kelebihan salah satu anggota kembar ajaib yang sukses membuat siapa saja berdecak iri. "Lah kita?" Fajar menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuknya. "Udah-mah bego, burik, tukang nyontek, gak punya duit lagi. Dan kita mau ngeharepin Ainun yang jauh diatas kita itu!?" Fajar memulai dramanya dengan berseru lebai, menempelkan kotoran hidungnya dikolong meja Marcus. "Ewh! Sialan amat loe, kolong meja gue udah penuh sama upil lo. Ampe-ampe bau hangit tau gak!" Marcus berseru kesal. Sang pelaku acuh, Fajar malah kembali menatap Ainun yang sedang makan ditemani Azka. "Kadang gue tuh mikir-" "Emang loe selama ini gak pernah mikir Mas?" Potong Marcus cepat. "Ya bukan gitu juga!" Sewot Fajar. "Harapan kita sama Ainun, kadang gue tuh mikir. Kok bisa ya kurcaci burik dan kucel seperti kita mengharapkam perempuan seperti Ainun?" Marcus menoleh dengan alis terangkat. "Lah, loe kenapa kadang-kadang doang mikir kaya begitu? Harusnya setiap saat! Gak mungkin juga Om Anam mau nerima menantu tukang ngutang dikantin kaya kita." Balas Marcus. "Kita?" Fajar dengan cepat menyahut. "Lo aja kali!" Elaknya. Marcus melipat tangannya pada pinggang. Lalu menatap sahabatnya itu dengan gemas. "Iyah, gue yang ngutang bala-bala tapi loe yang ngabisin!" Tekannya, setelah itu berjalan meninggalkan kelas. "Yaelah ngambek! Marcus partnernya Kevin Sanjaya!" Teriak Fajar seraya mengikuti sohibnya keluar kelas. Azka langsung menoleh mendengar teriakan Fajar tadi, lelaki yang dulu dengan lancang menggoda adiknya. Dengusan kesal-pun terdengar, pasti dia sengaja tidak mendekat karena ada dirinya. "Pemain bulu tangkis itu masih ngedeketin kamu?" Ainun menoleh. "Pemain bulu tangkis? Siapa?" Tanyanya bingung, lalu mengelap tangannya dengan tissue basah. "Itu-loh, Fajar Marcus. Abang aneh deh, bukannya Fajar sama Rian ya? Terus, Marcus sama Kevin. Kok jadi terpecah belah begitu sih?" Azka bertanya sambil membereskan kotak bekal. Dahi Ainun mengerut mendengar perkataan sang Kakak. Melihat wajah kebingungan Ainun, Azka langsung kembali berujar. "Lupain-lupain, si Fajar sama Marcus masih suka gangguin kamu gak?" Sambil menengguk air lemon Ainun mengangguk, sontak saja Azka terkejut. "Ya-kan itu tugas mereka, ngegangguin orang. Lagian bukan cuma Ainun kok, Rani yang lebih dominan digangguin mah." Lanjutnya cepat, agar kembarannya itu tidak salah paham. Azka mengangguk, lalu merilik arloji ditangan kanannya. "Habis ini kamu pelajaran siapa?" Mata Ainun mengerjap pelan. "Ah iya, habis ini tuh pelajarannys Bu Yana. Kenapa emang?" Azka menggeleng, sebenarnya Azka hanya berjaga-jaga. Takutnya, sehabis ini jamnya Zander, karena kalau iya Azka tidak akan pergi dari sini. Dirinya rela membolos jam pelajaran demi melindungi adiknya dari lelaki hidung pelangi itu alias hidung belang. Tapi Azka tidak mungkin mengatakannya pada Ainun. "Enggak kok, Abang cuma nanya. Kan Abang tau, kamu gak suka banget sama Fisika." "SIAPA DISINI YANG GAK SUKA FISIKA!?" Seruan menggelegar dari arah pintu itu mengagetkan Azka maupun Ainun. Mereka menoleh dan mendapati Yana yang tengah bersedekap d**a sambil menatap mereka. "Saya Bu." Dan dengan polosnya Ainun menjawab, ditambah sambil mengangkat tangannya. Azka melotot, lalu dengan cepat menggeleng. "Enggak Bu, saya Bu yang gak suka. Kan ibu tau, nilai fisika saya itu minus nol. Jadi saya membenci apapun yang bersangkutan dengan fisika." Sela Azka cepat. Yana melangkah mendekat. "Jadi kamu gak suka saya gitu?! Saya-kan guru fisika." Tukas Yana, dengan gaya khasnya. Suara tinggi, mata melotot, dan tangan yang terlipat dipinggang, juga mata sipitnya yang menambah kegarangannya. "Bukan begitu juga Bu, mana mungkin saya gak suka sama badak bercula satu kaya Ibu Yana ini." Azka dengan polosnya berkata. Olla dan Rani yang berada dibelakang mereka-pun melotot, berani sekali Azka berkata begitu. Lihatlah, wajah guru killer itu bahkan sudah memerah marah. Dengan emosi memuncak, Yana membanting buku paketnya. Lalu mendekat kearah Azka yang ketakutan tapi juga kebingungan, saudara kembar Ainun itu tampak masih belum menyadari kesalahannya. "Kenapa Bu? Saya salah ngomong ya?" Dan dengan bodohnya, Azka malah bertanya. Ainun menoleh kearah sang kakak. "Ya salahlah!" Serunya cepat, Yana langsung mengangkat dagunya karena ada yang membela dengan mata yang masih memelototi Azka. "Bu Yana itu bukan badak bercula satu!" "Bener itu Nun! Masa kembaran kamu bilang ibu badak bercula satu? Marahin dia!" Seru Yana sembari bersedekap d**a. "Tau nih, Bang Azka masa gak paham sih? Kan Bu Yana itu mirip banteng, bukan badak bercula satu!" Seru Ainun, tangannya menepuk pelan bahu Azka. Mata Yana sontak saja melotot, kakak beradik itu malah saling tatap dengan wajah polosnya. Mengiyakan opini tentang dirinya yang diucapkan tadi. "KERUANG BK SEKARANG, DAN SURUH ORANGTUA KALIAN DATANG KESEKOLAH!" Setelah berseru marah, Yana buru-buru keluar kelas meninggalkan buku-buku yang ia bawa. Mata Ainun maupun Azka mengerjap pelan, menatap kepergian Yana yang penuh emosi itu kebingungan. Disisi lain, seisi kelas malah bersorak bahagia. Padahal hari ini mereka ada ulangan lisan, tapi karena kembar ajaib ulangan lisan tersebut dibatalkan. Olla buru-buru menghampiri meja mereka. "Gila ya kalian berdua, guru killer disamain sama banteng dan badak. Keren banget!" Selorohnya cepat sambil berdecak kagum. Rani yang ikut nimbrung langsung menonyor kepala Olla dengan decakan kesal. "Kalian tuh gimana sih? Masa ngomong kaya begitu didepan Bu Yana?" "Emang kita ngelakuin kesalahan apa?" Azka yang pertama kali menyahut, dengan tangan yang menggaruk kepalanya. Tampak masih belum paham dengan keadaan. Dengan desisan, Rani yang terlanjur kesal-pun menjitak kepala Azka. "Ya lo pikir aja, Bu Yana itu guru killer dan lo dengan gambangnya mengumpamakan dia seperti badak bercula satu." Tukasnya menahan emosi. "Dan Ainun juga! Malah ikut-ikutan, lebih parah lagi disamainnya sama banteng." Azka langsung meringis, lelaki yang hari ini memakai hoodie berwarna abu-abu itu tampak menggaruk pipinya baru menyadari akan kesalahannya. "Em.. iya juga ya, gue baru ngeh deh sumpah." Gumamnya pelan. Berbeda dengan sang kakak, Ainun malah dengan santai bercermin. Membenarkan letak hijabnya tanpa ada ekspresi takut atau rasa bersalah sama sekali. "Emang kenapa sih? Bu Yana-kan emang mirip banteng?" Azka buru-buru menahan Rani yang akan mengeluarkan ocehannya itu, menurutnya percuma saja menjelaskan hal semacam ini kepada Ainun karena adiknya itu tidak akan mau mengalah. Biarkan Ami mereka saja, karena pawang kekeras kepalaan Ainun hanyalah Nadia. *** "Kalian emang ngelakuin hal apa sampe kita disuruh kesini?" Anam berbisik kepada anak kembarnya. Setelah itu menyeruput teh hangat yang disediakan. Zander yang duduk didepannya pun menggeleng maklum. Zander sebenarnya tadi sedang berdiskusi dengan guru BK, ia dibuat terkejut dengan kedatangan keluarga harmonis ini. Azka yang berada disamping Anam-pun mendekatkan bibirnya ketelinga sang abi. "Tadi aku bilang kalau Bu Yana mirip sama badak bercula satu." Bisiknya. Zander terkekeh pelan, otaknya tak bisa menerka apa yang akan terjadi jika dirinya yang melakukan itu. Pastinya Zakaria akan marah besar, mengingat Abi-nya yang mempunyai sikap cukup keras. Anam menganggukkan kepalanya pelan sambil ber-oh-ria, matanya melirik sang isteri yang seorang diri menghadapi guru tersebut. Karena, diantara mereka hanya Nadia-lah yah waras. "Kalau Ainun, kok bisa ikut-ikutan?" Tanyanya pada sang puteri. Ainun yang sedang menyender dibahu Bian-pun terbangun masih takut dengan Zander maka dari itu ia mendekatkan diri kearah Anam diikuti Bian. Jadilah mereka seperti kelompok yang sedang berdiskusi. "Kalau Ainun bilangnya mirip banteng, emang salah ya Bi? Dia-kan gendut, suka marah-marah juga. Emang miripkan?" Bisik Ainun sepelan mungkin. Anam yang memang dasarnya manusia absurd hanya mengangguk saja sambil memberikan acungan jempol. Membuat Zander lagi-lagi berdecak heran. "Kalian baru kali ini ya masuk ruang bk?" Bian ikut berbisik, pertanyaannya dijawab anggukan kepala oleh kedua adiknya. "Gimana rasanya?" Ainun menautkan alis, tanda sedang berpikir. "Biasa aja sih, tapi ya lumayan sih ada serunya. Soalnya hari ini ada ujian lisan fisika, tapi karena ada ini jadi dibatalin deh." Azka mengangkat jempolnya. "Andai aja aku sekelas sama Ainun, pasti aku kecipratan bahagianya. Tapi ini malah nelangsa, aku harus ikut kelas biologi abis ini." Kata Azka seraya berdecak malas. Anam mengangkat alisnya. "Loh, emang kenapa biologi? Bukannya dia gak itung-itungan ya?" Tanyanya sambil mengunyah kacang yang tersedia dimeja tamu ruang BK. "Iya gak ngitung, tapi materinya seabrek! Aku bahkan lebih milih ngehafalin sudut istimewa ketimbang ekosistem kehidupan." Keluh Azka seraya memutar bola matanya frustasi. Bian mengangguk setuju. "Iya, Abang juga dulu sebenernya gak suka tapi ya disuka-sukain aja gara-gara yang ngajar cantik." Jawabnya dengan jahil. "Ish! Dasar playgame!" Sewot Ainun dengan suara pelan. "Playboy sayang.." Anam meralat, lalu setelahnya terbangun melihat sang isteri yang sudah mendekat kearah mereka. "Udah sayang?" Dengan wajah cemberut Nadia mengangguk, tangannya menggandeng tangan si kembar untuk mengajaknya keluar agar bisa bicara dengan baik-baik. "Ayuk Nak, kita keluar." "Nak Zander mau ikut?" Tawar Nadia sebelum melangkah. Zander menggaruk tengkuknya, walaupun dipelototi oleh kedua kakak Ainun ia tetap nekat mengangguk. Biar saja, tidak akan ada usaha yang menghianati hasil. Soal Bian dan Azka itu belakangan saja. Setelah berpamitan dengan guru BK, juga Bu Yana yang tampaknya masih emosi itu mereka mencari tempat yang pas untuk mengobrol. Dan Nadia, memilih kantin sebagai tempat yang akan mereka pakai. "Kalian udah tau-kan apa kesalahan kalian?" Nadia bertanya dengan lembut, sekesal atau semarah apapun, Nadia tidak akan pernah meninggikan suara. Nadia tidak ingin salah satu sel diotak anaknya mati hanya karena sebuah amarah. Melihat Azka yang mengangguk sambil menunduk lesu, Ainun dengan polosnya mengikuti membuat Anam dan juga Bian tertawa pelan karena gemas. Apalagi Zander, ia dengan susah payah menyembunyikan senyumnya agar tidak diketahui oleh Bian dan juga Anam. "Ami tau kok niat kalian itu tidak untuk meledek, tapi mendengar celetukan asal kalian yang tidak sengaja itu, mau Bu Yana ataupun oranglain yang ada didunia-pun pasti akan tersinggung. Emangnya ada, orang didunia yang mau disamakan sama hewan?" Tanya Nadia. "Kalian mau?" Lanjutnya seraya mengusap lengan Azka yang berada diatas meja. Azka pastinya menggeleng, berbeda dengan Ainun yang mengerjap pelan. "Ainun mau kok kalau sama unicorn, dia-kan cantik." Nadia tersenyum lalu dengan lembut mengusap kepala puterinya. "Nah, itu Ainun tau. Unicorn cantik, Ainun gak mau-kan kalau disamakan dengan badak bercula satu ataupun badak?" Tanyanya yang dijawab gelengan pelan Ainun. "Yasudah, nanti Ami jelaskan lagi dirumah. Sekarang, Ainun sama Azka belajar lagi ya? Inget, jangan nyeletuk sembarangan." Peringat Nadia. "Nak Zander emangnya lagi gak ada kelas?" Tanya Nadia seraya bangkit, bersiap untuk pulang. Zander tersenyum. "Ada Tan, habis ini aku ada jam dikelasnya Azka." Jawabnya, matanya melirik Ainun yang tengah bersembunyi dibalik tubuh Bian. "Wah, bagus dong. Yasudah, tante titip Azka ya. Kalau ada masalah sama sikembar, langsung calling-calling tante. Oke?" Nadia tertawa pelan. Zander memberikan jempolnya. "Siap tan, hati-hati ya untuk Bian dan juga Om Anam." Pesannya sebelum mereka melangkah pergi. "Azka, kamu ambil buku-buku saya ya dimeja piket dan bawa kekelas. Ainun biar saya hantar." Ujar Zakaria tiba-tiba. Azka langsung menoleh dengan kerutan wajah tidak suka. "Enggak-enggak, emangnya Mr. Zan siapa? Saya itu-kan ma-" Azka langsung terdiam kala Zander mengeluarkan ponselnya, dan dengan dengusan kesal dan berat hati Azka meninggalkan adik tercintanya. Sebelum benar-benar pergi Azka menyempatkan diri mencium pipi Ainun. "Adek hati-hati ya, kalau digangguin baca ayat kursi aja." Setelah mengatakan itu barulah Azka pergi. "Ainun gak mau jalan berdampingan sama Kang Omeh!" Sewot Ainun bahkan sebelum Zander membuka suara. Setelah itu meninggalkan Zander sambil menghentakan kaki. Zander tersenyum dengan cepat menyamai langkah mereka. "Naha atuh Nunuy? Akang-kan cuma mau nganter murid tercinta." Godanya dengan wajah jenaka. Ainun mendelik lalu dengan kesal mengorek hidungnya kala mendapatkan sesuati Ainun memegang tangan Zander dan meletakkan maha karyanya itu ditelapak tangan Zander. "Kenang-kenangan." Setelah mengatakan itu Ainun langsung pergi. Zander terdiam dengan helaan napas, menatap telapak tangannya dengan naas. "Gakpapa deh, mendapatkan upilmu saja aku sudah bahagia." Zander merogoh kantongnya, lalu menempatkan kotoran tersebut disapu tangannya dan dikantongi kembali. Zander, si bucin!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD