03.Arctic

1565 Words
Werewolf Arctic, adalah salah satu Werewolf yang hidup tersembunyi selain Voref. Mereka hidup di daerah dingin seperti puncak gunung, atau daerah terdingin yang ada di dunia, seperti di bumi bagian Utara. Arctic dikenal sebagai serigala penuntun dan pelindung orang-orang lemah, seperti para pendaki atau orang-orang tersesat yang tak berdaya untuk menemukan jalan pulang. Para manusia yang pernah ditolong oleh mereka, menganggap ras Arctic adalah roh musim dingin yang berwujud serigala, karena mereka memiliki bulu putih yang begitu bersih dan mata biru yang bercahaya. Serigala Arctic, memiliki darah yang bisa menyembuhkan yang mengalir di dalam tubuh mereka. Mereka menyembuhkan manusia-manusia yang tersesat, lemah dan terluka tersebut dengan darah mereka. Kelebihan itulah yang membuat mereka hidup dalam persembunyian dan tak pernah keluar dan mengenal dunia luar. Namun karena kelebihan itu jugalah, banyak Werewolf lain yang ingin mendapatkan darah mereka, karena selain menyembuhkan, darah tersebut juga dapat memberikan kekuatan. “Ibuku menyuruhku berlari ke hutan,” kata Julia. “Dia menyadari dari kejauhan bahwa ada segerombolan serigala yang datang. Dia langsung menyuruhku berlari ke hutan dan aku bersembunyi disana.” “Jadi segerombolan serigala…,” gumam Matteo. “Kau melihat seperti apa Alpha mereka?” tanyanya. Julia menggeleng. “Aku tidak melihatnya karena aku langsung berlari ke hutan. Tapi aku sempat melihat seorang pria berambut pirang dari salah satu gerombolan itu.” “Berambut pirang?” tanya Matteo menaikkan kedua alisnya. Ia lalu menatap Rafael. “Itu cukup sulit. Berapa banyak pria yang memiliki rambut pirang di dunia ini?” “Hanya perlu menemukan satu diantara jutaan,” jawab Rafael. Matteo memutar bola mata. Ia sudah terbiasa dengan Rafael yang irit bicara. Ia bertanya-tanya, bagaimana Julia akan menghadapi Rafael yang seperti ini nantinya? “Aku tidak mengerti,” ucap Julia. “Kupikir aku tidak akan pernah memiliki seorang mate karena seluruh ras Arctic sudah tidak ada. Bukankah kalian…juga begitu? Memiliki mate dengan ras kalian sendiri?” Matteo menatap Rafael sejenak sebelum kembali menatap Julia. “Itu pertanyaan bagus, karena aku juga penasaran akan hal itu,” katanya. “Rafael adalah orang yang tidak terlalu peduli terhadap apapun, termasuk untuk menemukan mate-nya. Aku sudah sering bertanya padanya mengapa dia tak segera mencari mate-nya, tapi dia hanya mengatakan ‘dia tidak ada disini dan aku tidak peduli.’” Matteo langsung tersenyum datar dengan kedua alis terangkat. Julia langsung menoleh dan menatap Rafael, mendapati Rafael yang juga menatapnya balik sambil tangannya terus mengelus punggungnya. Rafael ingat bagaimana saat pertama kali ia bertemu Julia. Ia sempat melihat Julia sejenak saat ia berjalan bersama Fabian dan Matteo ke lapangan, dan ia begitu terpukau akan mata birunya. Namun karena saat itu Matteo sedang membahas sesuatu yang serius, ia tidak terlalu mempedulikannya. Ketika mereka berjalan keluar dari kastil Oleas, Rafael menyadari bahwa yang sedang berjalan di depannya adalah wanita yang dilihatnya tadi, yang memiliki mata biru memukau. Ia tak bisa menghiraukan rasa penasarannya terhadap Julia, hingga ia tak mendengarkan sama sekali pembicaraan Fabian dengan Matteo. Lalu saat Fabian dan Matteo berjalan ke depan dan melewati Julia dengan temannya, ia sengaja menyenggol Julia karena ingin melihat lebih dekat mata birunya yang memukau itu. Dan saat ia menatap wajah Julia, napasnya seakan terhenti. Mata itu seperti bongkahan es yang memantulkan warna lautan Arktik sehingga menciptakan warna biru terang yang mempesona. Kulit putih dan rambut hitamnya itu membuatnya terlihat bagaikan seorang putri dari negeri musim dingin yang baru saja keluar dari buku dongeng. Bibirnya yang penuh dan berwarna kemerahan itu terlihat begitu sempurna di kulit putihnya. Saat melihatnya, Rafael tahu apa yang dirasakannya. Itu dia. Orang yang selama ini diinginkannya. Mate-nya. Dan untuk pertama kalinya, dia sangat menginginkan sesuatu dan dia menginginkan wanita tersebut. “Apa yang akan kau lakukan jika kau tak bertemu Rafael?” tanya Matteo. Julia menggigit bibir bawahnya. “Aku… akan menikah dengan… manusia,” jawab Julia dengan suara pelan. “Oh! Itu… yah… tidak terlalu mengejutkan,” kata Matteo dengan kedua alis terangkat. “Tapi itu memang pilihan yang paling baik daripada kau harus berpasangan dengan Werewolf lain yang mungkin bisa memanfaatkanmu.” Werewolf lain yang dimaksud Matteo adalah Werewolf yang telah kehilangan mate-nya. Tetapi biasanya Werewolf yang telah kehilangan mate-nya tidak akan mencari mate yang baru, untuk mereka yang sudah memiliki keturunan. Werewolf yang telah kehilangan seorang mate dan belum memiliki keturunan akan mencari yang baru agar memiliki keturunan dan kawanan. Karena pada dasarnya, keluarganya lah kawanan seorang Werewolf. Seperti layaknya serigala. Julia merasakan lengan Rafael yang memeluknya semakin mengerat ketika Matteo menanyakan apa yang akan dilakukannya jika ia tak bertemu Rafael. Julia menoleh dan melihat Rafael yang menyembunyikan wajahnya di punggungnya. Ia bisa merasakan napas Rafael yang hangat di punggungnya walaupun punggung itu tertutupi oleh kain pakaian. “Baiklah,” ucap Matteo sambil menepuk kedua pahanya. “Aku harus kembali ke rumah utama. Nikmati waktu kalian.” Matteo tersenyum. Sesaat setelah Matteo bangkit berdiri dan akan berjalan menuju pintu, sebuah suara wanita terdengar dari luar. Suara tersebut memanggil namanya beberapa kali sebelum menggerutu. Suara itu semakin mendekat dan detik kemudian, pintu terbuka dan dua wanita masuk ke dalam. Wanita yang pertama kali masuk terlihat berumur sekitar empat puluh tahunan akhir, dan wanita di belakangnya terlihat berumur di pertengahan lima puluhan. Wanita yang pertama memiliki rambut pirang gelap, dan wanita di belakangnya memiliki rambut hitam. “Demi Tuhan, Matteo! Aku mencarimu kemana-mana dari tadi!” teriak wanita pertama pada Matteo dengan kesal. Sebelum Matteo bisa menjawabnya, wanita tersebut langsung menolehkan kepalanya menatap Julia, diikuti wanita di belakangnya yang juga melakukan hal yang sama. Kedua wanita tersebut memasang ekspresi terkejut begitu melihat Julia, dan wanita yang pertama membuka mulutnya. “S-siapa ini?” tanya wanita pertama menunjuk Julia. “Dia bukan dari kita.” Matteo segera mendekati wanita tersebut dan mendorongnya keluar bersamanya. Wanita yang kedua masih berdiri disana dengan kedua lengan yang terlipat di d**a dan menatap Julia dengan tatapan serius. Wanita itu lalu menunjuk Julia, dan menatap Rafael. “Anakku, siapa ini?” tanyanya. Julia langsung membelalakkan mata dan menoleh menatap Rafael, tidak menyangka bahwa wanita tersebut adalah ibunya. Rafael hanya menatap ibunya. “Seperti apa yang terlihat,” jawab Rafael. Wanita tersebut berjalan mendekat sambil menautkan kedua alisnya. Matanya tak pernah berhenti menatap Julia. Begitu ia berada di dekat mereka, wanita itu langsung membelalakkan mata dan menutup mulutnya dengan tangannya. “Mata ini… aku tahu mata ini. Jangan bilang dia―” “Arctic!” Perkataan wanita itu terpotong oleh suara wanita pertama yang baru saja masuk secara tiba-tiba. Wanita berambut pirang gelap itu berjalan mendekati mereka berdua dan berdiri di samping Ibunya Rafael. Wanita itu menatap Julia dengan mulut yang terbuka dan ekspresi yang penuh kekaguman. “Astaga, aku tidak percaya ini! Aku benar-benar bertemu Werewolf Arctic!” serunya hampir histeris. Matteo datang dan langsung menyentuh kedua bahu wanita itu, memutar tubuhnya agar menatapnya. “Silvia, pelankan suaramu! Aku dan Rafael masih ingin menyembunyikan keberadaannya dari yang lain!” Sebelum wanita bernama Silvia itu bisa membalas, ibunya Rafael menatap Silvia serta Matteo, dan membuka suara. “Silvia, Matteo, bisa kalian keluar sebentar? Aku ingin berbicara dengan putraku dan mate-nya,” katanya. Ia lalu menatap Silvia dan menunjuknya. “Dan untuk kau Silvia, sebaiknya tutup mulut besarmu itu untuk sementara. Atau aku akan menyuruhmu bertarung dengan leopard sendirian.” Julia terkejut mendengar perkataan wanita itu. Bagaimana mungkin ia menyuruh seorang Werewolf wanita bertarung dengan leopard sendirian? Tapi ia tahu bahwa itu hanyalah sebuah ancaman agar Silvia menuruti perkataannya. Lagipula seekor serigala tidak akan bisa mengalahkan leopard, kecuali mereka bersama kawanannya. Sekalipun Voref kuat dan mungkin bisa mengalahkan leopard sendirian, tak ada kemungkinan mereka tak mengalami luka berat. Silvia berdecak kesal, tapi tetap menuruti perkataan wanita itu dan keluar dari rumah bersama Matteo. Setelah mereka mendengar suara pintu yang tertutup, wanita itu lalu menoleh menatap Julia, dan tersenyum. “Maaf soal tadi. Silvia adalah istri Matteo. Dia begitu berisik dan banyak bicara,” katanya. “Namaku Regina, ibunya Rafael. Boleh aku tahu siapa namamu?” “Julia,” jawab Julia pelan. “Jadi Julia, kuharap kau nyaman berada disini. Dan kuharap putraku yang tidak banyak bicara ini bisa memperlakukanmu dengan baik,” katanya dan menatap Rafael. Rafael hanya diam menatap ibunya. Ia lalu mencium punggung Julia dan tangannya masih tetap setia mengelus punggungnya. Regina melihat sekeliling, menyadari bahwa di tempat putranya itu tidak banyak ditemukan apapun. “Aku tidak percaya kau tidak memiliki apapun, Nak!” gerutunya. Ia lalu menatap Julia. “Julia, kau ingin sesuatu? Ini masih sore dan waktu makan malam masih lama. Aku akan meminta Rafael untuk membawakannya untukmu jika kau menginginkan sesuatu.” Julia menggeleng. “Aku tidak menginginkan apapun, ny. Regina.” “Baiklah, aku akan membawakanmu sesuatu untuk makan malam nanti. Biasanya kami semua makan di rumah utama. Dan kau, Rafael,” katanya menunjuk Rafael. “Sebaiknya kau mulai membeli sesuatu untuk mengisi rumahmu ini karena sudah ada Julia disini. Aku tidak percaya tempat ini begitu kosong dan tidak berwarna!” Setelah itu, Regina keluar dari dalam rumah dan meninggalkan Rafael dan Julia sendirian disana. Rumah yang baru saja terasa ramai dan berisik, sekarang begitu sepi. Julia bisa mendengar suara gerutuan Silvia di depan sebelum akhirnya suara itu semakin menjauh dan menghilang. Julia menatap keluar jendela yang ada di sampingnya. Memang benar ini sudah sore, namun masih belum terlalu gelap. “Kau ingin pergi ke suatu tempat?” tanya Rafael, menyadari Julia yang menatap keluar jendela. Julia menggeleng. “Aku ingin istirahat sebentar. Aku sangat lelah,” jawabnya. Rafael mengangguk dan mengangkat tubuh Julia. Julia ingin memprotes namun ia tahu Rafael tidak akan menurunkannya dan membiarkannya berjalan sendiri menuju lantai atas. Setelah sampai di lantai atas, Rafael meletakkan Julia di tempat tidur. Rafael juga ikut merebahkan dirinya di samping Julia. Rafael tidur menyamping dan menatap Julia. Dia mengangkat tangannya dan menyelipkan rambut yang ada di wajah Julia ke belakang telinganya. Julia menoleh menatapnya. “Apa kau tahu kalau aku Arctic dari Matteo?” tanya Julia. Rafael menggeleng. “Aku tahu saat pertama kali melihat matamu,” jawabnya. “Semua ras Arctic memiliki mata biru yang memukau.” Itu benar. Sama halnya dengan Voref, ras Arctic juga memiliki warna mata yang berbeda dengan Werewolf lain, yaitu biru terang. Julia ingat bagaimana dulu mata biru Ibunya terlihat bercahaya saat malam dan di bawah cahaya aurora. Tenggelam dalam pikirannya sendiri, Julia perlahan mulai memejamkan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD