2: Sedia Plester sebelum terluka

1324 Words
Bel pulang berbunyi, semua murid keluar dari kelas dengan semangat. Tapi, Lolla memilih keluar paling akhir bersama Nada. "Udah sepi. Ayo pulang." Nada bangkit berdiri, lalu memiringkan kepalanya. "La? Ayo!" Lolla mengangguk, lalu berjalan bersama Nada keluar dari kelas. Saat hampir sampai gerbang, Lolla tiba-tiba terdorong hingga jatuh ke lantai. Lutut dan telapak tangannya terasa sakit. "Argh...." "Heh, s****n! Jalan pakai mata!" Nada menarik kerah baju lelaki yang mendorong Lolla. "Ampun, Nad. Gue buru-buru, soalnya gue dikejar Sakka." Nada semakin melotot. "Lo pikir, gue percaya?!" Sedetik kemudian, Nada langsung percaya, karena lelaki itu ditarik paksa oleh Sakka. "Mau lari ke mana lagi, hah? Bikin capek aja!" "A-ampun, Sak! Gue kasih apapun, tapi jangan sakitin gue!" "Hah? Pede banget lo. Siapa yang mau nyakitin lo? Gue mau nanya, ada PR apa aja selama gue diskors?" "Eh? Gue kira ... lo mau ngehajar gue." Sakka mendengus. "Hanya orang terpilih yang gue hajar. Lagian, lo nggak salah apa-apa. Masa iya gue main hajar tanpa alasan? Mikir!" "Sori, gue parno. Nanti gue SMS deh apa aja PR-nya. Gue harus cepet pulang, nyokap gue lagi sakit." Lelaki itu bicara sangat cepat, terlihat begitu ketakutan. Sakka akhirnya melepaskan temannya itu. "Oke. Jaga nyokap lo baik-baik, semoga cepet sembuh, Riz." "Eh, i-iya, makasih. Bye!" Lelaki bernama Rizki itu pergi, berlari terbirit-b***t. Sakka menghela napas, namun ia merasa ada aura panas di sekitarnya. Ia baru sadar, kalau dari tadi, ia dipelototi oleh seorang perempuan berambut pendek. "Apa lihat-lihat? Naksir?" Sakka menyengir, dan hampir saja mau pergi. Tapi, ia berhenti saat melihat Lolla duduk di lantai, dan menatapnya datar. "Heh, Tuan Putri kenapa duduk di situ? Di situ kotor, loh." Sakka membungkuk didepan Lolla, sambil memiringkan kepalanya, agar bisa melihat wajah Lolla. "b******k!" Nada menarik seragam Sakka, dan tangannya terkepal, siap meninju wajah lelaki menyebalkan itu. "Bukan salah dia, Nad. Bukan dia yang dorong gue sampai jatoh." Lolla berusaha bangkit berdiri, walau lututnya terasa perih. "Tapi, dia alasan Rizki buru-buru dan jadi dorong lo!" Lolla tersenyum. "Tetap salah Rizki. Kenapa dia harus ketakutan gitu? Sakka 'kan cuma mau nanya PR." Sakka tersenyum miring. "Lebih baik, lo dengarkan Tuan Putri yang baik hati itu, Nad." Ia dengan cepat, menurunkan tangan Nada yang berada beberapa senti dari wajahnya. Hampir aja kena tonjok. Nada mendengus, lalu mendekati Lolla. "Mana yang sakit? Kita ke UKS dulu aja, yuk." Lolla menggeleng. "Gue mau pulang aja." "Keras kepala banget! Lutut lo luka! Harus cepet diobatin, b**o!" Tiba-tiba Sakka emosi, mungkin maksudnya baik. "Berisik! Nggak usah ikut campur! Pergi sana!" Nada tambah mengamuk, ia hampir mau mengambil batu untuk menimpuk Sakka. "Hah, yaudah." Sakka berjalan santai, dan berjalan melewati gerbang. Tapi, baru tiga langkah, ia kembali menoleh ke belakang. Sakka mengeluarkan sesuatu dari kantung celana abu-abunya, lalu melemparkan ke Lolla. "Oii, tangkap!" Lolla menangkapnya dengan sigap. "Eh? Plester? Banyak banget." "Lutut lo sedikit berdarah. Harus pakai plester, 'kan?" Sakka tersenyum miring. "Tapi, satu aja. Nggak usah sebanyak ini." "Bawel, ya. Simpen aja sisanya, siapa tau besok lo terluka lagi 'kan? Gue masih punya banyak." Lolla tersenyum kecil dan mengangguk. "Thanks." Sakka kembali melihat ke depan, dan membuang pandangannya dari Lolla. "Nggak usah berterima kasih. Gue lagi baik hati aja kali ini." "Oke, deh." Lolla tertawa pelan, dan terus memerhatikan punggung Sakka yang menjauh. "Aish, kesambet apa tuh bocah? Tumben banget nggak jahat." Nada berdecak, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "See? Dia nggak seburuk yang semua orang kira." "Tapi, kelakuan dia pas waktu itu keterlaluan. Citra dia semakin buruk karena hal itu." Lolla mengangguk, lalu menghela napas panjang. "Kita 'kan nggak tau cerita versi aslinya. Cerita orang dari mulut ke mulut itu, suka beda jauh, Nad." "Tapi, Pak Kepsek tetap aja masuk rumah sakit gara-gara dia. Untung aja orangtua dia itu donatur sekolah. Kalau nggak, pasti dia langsung ditendang keluar detik itu juga." "Ini kita kenapa jadi ngomongin dia, sih? Ayo ke UKS, Nad." Lolla terkekeh, lalu merangkul sahabatnya. *** Sakka dua kali bersin, saat ia baru mau masuk mobil. "Ini siapa yang lagi ngomongin gue, ya?" Semoga kali ini bukan keburukannya yang dibicarakan. Itulah harapan Sakka. Tapi, sepertinya tidak ada hal lain yang menarik dibicarakan, selain reputasi buruknya. Kembali ke sekolah, Sakka merasa banyak yang berubah. Tatapan-tatapan mereka saat melihat Sakka ... seolah-olah dia itu monster. Ketakutan. Mereka semua takut pada Sakka, karena Sakka berani memukul Kepala Sekolah hingga masuk rumah sakit. Padahal, mereka sama sekali tidak tahu kebenaran yang terpaksa Sakka sembunyikan sejak saat itu. "Bangkot tua itu, nggak layak untuk hidup." Sakka berdecih, dan ia lagi-lagi merasa muak. Muak dengan semua orang. *** Lolla belajar di tempat tidur, sambil memakan cokelat pemberian beberapa lelaki hari ini. Ia tidak tahu siapa saja yang menaruh cokelat di lokernya, tapi ... sepertinya dari adik kelas. Yah, tidak mungkin lelaki angkatan Lolla berani memberikan cokelat. Mereka semua pikir, Lolla kaya raya. Beli seratus cokelat, Lolla juga bisa. Tapi, Lolla tidak seperti itu. Ia tidak suka menghambur-hamburkan uang secara berlebihan. Jika ia ingin makan cokelat, Lolla paling hanya membeli dua. Satu untuk dirinya, dan satu lagi untuk Nada. Tidak pernah beli sampai seratus cokelat, tuh. "Adik-adik kelas yang manis." Lolla tersenyum dan terus memakan cokelat. Ia juga sudah membagi beberapa batang cokelat ke Nada, karena tidak yakin bisa menghabiskan semuanya. Takut sakit diabetes juga, sih. Lolla jadi merasa miris. Adik-adik kelasnya tidak tahu kalau Lolla orang kaya, karena Lolla sering kali pulang naik motor bersama Nada. Seandainya mereka tahu, apa yang akan terjadi? "Ah, mereka paling cuma fans aja. Nggak mungkin sampai berniat jadi pacar gue 'kan?" Lolla terkekeh. Lalu melihat sembilan plester yang ada di samping buku pelajarannya. Tadinya ada sepuluh, tapi sudah Lolla pakai satu. Yang lain memberikan cokelat, namun Sakka malah memberikan plester luka. Tapi, entah kenapa ... itu jauh lebih manis dari pada cokelat. Bukan rasa plesternya yang manis, ya. Tapi, karena Sakka sudah berniat membantunya. Walau memberi plesternya dengan cara dilempar, huh. Tapi, itulah Sakka. "Nggak! Gue sukanya 'kan sama Rey. Dia cinta pandangan pertama gue!" Lolla memukul-mukul kepalanya dengan pulpen. Lolla kembali ingin memikirkan Rey, tapi wajah Sakka yang malah muncul memenuhi pikirannya. "Rey kelihatan baik, tapi ternyata nyebelin. Sedangkan Sakka? Dia malah kebalikannya." Lolla berbaring telentang di tempat tidur besarnya. Ia menatap gambar bintang-bintang emas yang ia tempel di langit kamarnya. Setiap melihat bintang-bintang itu, Lolla selalu merasa lebih tenang. Tapi, ketenangannya diganggu oleh ponselnya yang terus bergetar tanpa henti. Lolla meraihnya, dan melihat ponselnya dengan senyum mengembang. Rey baru saja bergabung dalam groupchat kelas Lolla! "Yeay!" Lolla berteriak senang, lalu langsung menambahkan Rey sebagai teman. "Chat duluan nggak, ya?" Lolla menggeleng, dan beralih melihat groupchat kelas. Menjadi sider, terntu saja. Lolla suka bingung untuk ikut mengobrol. Ia tidak terlalu dekat dengan teman-teman sekelasnya. Titan: asik ayang Rey join! Yulia: aaakk Reeeeyy >.Nada: berisik lo pada. Rey: grup ini tujuannya apa? Kalau spam, mending gue leave. Titan: eh, jangan leave dong! Nada: sok banget Rey: ada masalah, Nada? Yulia: Rey, cek PC dong hehe. Rey: sori, males. Lagian lo siapa, ya? Yulia: aaah, Rey Jahad. Kita kan satu kelas :'( Nada: jangan sok ganteng dih Rey: siapa juga yang ngaku ganteng? Nada: au ah gelap. Lolla mengernyit. "Wah, Rey kok nyebelin banget. Kasian Nada sama Yulia." Titan mah bodo amat dikacangin Rey. Lolla: jangan gitu dong, Rey. Nada: wow, Lolla tumben nongol -_- Titan: hallo Lolla, plis jangan kacangin gue :'( Lolla: hallo, Titan. Titan: *sujudsyukur* Nada: yang lain pada sider, ya? Pada males karena ada Titan nih pasti! Titan: gue lagi yang salah. Kenapa gue selalu salah di matamu, Nadaaaaa?! *hiks* Nada: kenapa ya? Hmm -_- Rey: berisik, buat grup sendiri aja sana. Nada: siapa suruh join?! Rey: Titan yang nyuruh gue. Titan: betul, tuh. Nada: besok gue tonjok lo, Setan! Titan: tuh kan! Gue salah lagi! Lolla terkekeh, dan tidak berniat membalas chat grup itu lagi. Ia mulai mengantuk. Setelah mematikan ponsel, dan merapihkan buku-bukunya, Lolla pun mulai tidur dengan memeluk boneka teddy bear-nya yang besar. Hadiah dari ayahnya, beberapa minggu yang lalu. "Jangan mimpi buruk lagi, plis." []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD