Rencana Aisyah

1203 Words
"Gila Syah, keren. Aku nggak habis pikir kamu bisa merencanakan semua ini. Mantap," ucap Bella dengan mengangkat kedua jempolnya ke arah Aisyah dengan senyum terkembang. Matanya kembali fokus ke ponsel milik Aisyah yang menampilkan foto karangan bunga berukuran besar dengan tulisan yang tidak biasa. Bukan ucapan selamat seperti biasanya tertulis di papan karangan bunga, melainkan permintaan bayar utang dengan total biaya mencapai puluhan juta rupiah, yang ditujukan untuk calon mempelai pengantin pria karena namanya tercantum dengan ukuran besar di sana. Aisyah tersenyum puas melihat hasilnya. Foto karangan bunga yang dikirim oleh pemilik toko Florist Online sesuai dengan keinginannya. Untung Bang Rafli--sepupunya Bella mau membantu dan menemukan dengan cepat toko online yang menyediakan jasa karangan bunga ekspres yang ada di kota mereka. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal karena permintaan pengerjaan yang cepat di hari yang sama saat pemesanan. "Mana lihat?" Bang Rafli ikut menengok ke ponsel Aisyah. "Aaawww," ringis Aisyah karena tak sengaja berbenturan kepala dengan Bang Rafli. "Maaf," ucap Bang Rafli tanpa sadar mengusap kepala wanita yang berada di hadapannya. "Ekhem." Bella sengaja Berdeham keras melirik ke arah mereka berdua, kemudian mengulas senyum simpul. Bang Rafli sepupu Bella berumur 27 tahun. Selisih beberapa tahun diatas Aisyah. Wajahnya cukup rupawan dan tampak dewasa dengan jambang halus yang menghiasi sisi wajahnya. Aisyah dan Bang Rafli sama-sama terlihat canggung dan saling menjauh setelah ponsel Aisyah berpindah tangan ke Bang Rafli. "Oh begini jadinya. Gila, sebanyak ini Syah?" Aisyah mengangguk malu. "Kamu meminjamkan atau sedekah? Ini sudah kelewatan kayak kamu emaknya aja. Memang benar ya kalau cinta itu buta. Aku udah lihat buktinya," lanjut Bang Rafli melirik Aisyah sekilas, dan menggelengkan kepala, kemudian mengulurkan ponsel yang berada di tangannya ke Aisyah. "Namanya juga bucin Bang. Ya gitu deh," timpal Bella tak mau kalah ikutan meledek sahabatnya. "Syah, kamu nagih gitu emang pasti dibayar? Kalau cuma pinjam dalam bentuk kasih sayang, nggak bakalan balik, cuma malu doang buat dia, terlalu gampang." Bang Rafli nyeletuk kembali. "Nah benar tuh. Sayang Syah kalau uang yang kamu keluarkan puluhan juta nggak bisa diambil lagi. Keenakan Irwannya." Bella ikut menimpali. Aisyah tersenyum. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Ini, bukalah." Ia mengulurkan sebuah notebook kepada Bella. Bang Rafli ikut mendekat ingin melihat. "Ini semua kamu yang catat, Syah? Sebanyak ini utangnya?" Mata Bella fokus melihat dengan bola mata yang bergerak dari ke atas ke bawah. Aisyah mengangguk mengiyakan. "Kurang dong yang di papan karangan. Kayaknya lebih dari itu." Bella melanjutkan ucapannya dengan masih fokus ke dalam notebook milik Aisyah. "Aku meminta yang intinya aja. Yang paling besar yang pernah kupinjamkan," jawab Aisyah dengan santai. Bang Rafli kemudian tersenyum dengan menjawil lengan Bella. Mengarahkan Bella dengan telunjuknya untuk melihat ke tulisan paling bawah. Mata Bella melotot melihat ke arah telunjuk Bang Rafli, lalu ia membuka lembaran lainnya untuk memastikan, kemudian melirik sekilas ke arah Aisyah. "Syah, kok bisa? Kamu yang minta? Dia nggak tersinggung? Atau …." tanya Bella beruntun dengan menunjukkan tanda tangan Irwan yang tertera di pojok bawah setiap lembar kertas yang berisi catatan utangnya. "Itu atas inisiatif dia sendiri, karena itulah aku percaya sekali dengannya." "Make materai lagi. Itu artinya dia kayak meyakinkanmu banget Syah. Aku pun jadi kamu bakal percaya sama dia," ucap Bella mengembalikan notebook tersebut ke Aisyah. *** "Aku percaya kok sama kamu. Ngapain pakai tanda tangan dan materai segala." Aisyah menyodorkan notebook yang ditanda tangani Irwan dan diberi materai. "Aku nggak mau kamu curiga dan ragu sama aku, Syah. Ini janji aku, pasti kubayar." Irwan kembali meminjam uang Aisyah. Ini untuk kesekian kalinya. Bahkan tanpa disadari Aisyah, catatan utang Irwan selalu bertambah tanpa ada pembayaran satu sen pun darinya. Lelaki tersebut terus menjanjikan akan melunasi semua utangnya setelah mereka menikah. "Tapi kayak gini kesannya aku kayak …." Aisyah tampak tak enak hati. Ia terkesan seperti rentenir cinta, menjerat Irwan agar selalu disampingnya dengan memiliki catatan utang tersebut. "Biar nanti kamu bisa nagih aku kalau aku lupa, Sayang," ucap Irwan menenangkan Aisyah. Aisyah mengingat jelas perkataan Irwan yang satu ini. "Benar. Seperti yang kamu bilang, aku akan menagihnya, Wan," ucap Aisyah dalam hati. *** Bella mengajak Aisyah ke salon. Awalnya Aisyah menolak karena dia merasa berlebihan harus dandan ke salon buat mendatangi acara resepsi pernikahan Irwan yang akan ia hadiri sebentar saja. Namun Bella mengatakan kalau penampilan juga penting. Tunjukkan kalau mantan itu terdepan. Aisyah terkekeh mendengar perkataan Bella. Bukan itu tujuan Aisyah. Ia hanya ingin mengambil haknya kembali. Sahabatnya itu sampai membandingkan calonnya Irwan dengan Aisyah dan mengatakan kalau Aisyah lebih cantik dibanding wanita yang bakal dinikahi Irwan. "Menang kaya doang calonnya Irwan ini. Kata gosip yang beredar di sini, wanita itu anaknya pemilik toko emas." Aisyah hanya menimpali ucapan Bella dengan seulas senyum tipis. "Tuh, kan cantik banget. Iya kan Bang?" Aisyah tersipu malu ketika Bang Rafli mengangguk mengiyakan dan memandang lekat ke arah Aisyah. Dua perempuan dengan baju kebaya tersebut sudah selesai dari salon dan siap berangkat. "Sudah siap nih? Abang sudah pinjam mobil Om Surya biar kita bisa bareng ke sana." "Siap, kita bisa berangkat sekarang Bang. Eh, karangan bunga itu sudah sampai belum di sana?" tanya Bella melirik Aisyah. "Kata Mbak Erin sih, karangan bunga sudah otewe diantar ke sana," balas Aisyah dengan mengecek ponselnya kembali memastikan. "Sudah, Bel. Ini fotonya?" Aisyah menunjukkan foto karangan bunga pesanannya yang terletak di samping pintu masuk gedung resepsi pestanya Irwan. "Hah, Ada videonya juga," sambung Aisyah tak percaya karena dikirimi video oleh Mbak Erin, dimana dalam video tersebut tampak banyak orang mengerubungi papan karangan bunga dan berebut memotretnya lewat kamera hape masing-masing. "Bakal viral tuh si Irwan. Malu-maluin iya juga," tukas Bella mencebik. "Kita berangkat. Aku nggak sabar ngasih kejutan berikutnya." Perkataan Aisyah diamini Bella. "Iya, Bang. Yuk meluncur." Mereka bertiga telah sampai di gedung pertemuan serba guna yang memang sering digunakan untuk acara besar seperti resepsi pernikahan di kota tersebut. Aisyah tersenyum penuh arti melihat papan karangan bunga miliknya masih berdiri kokoh di samping pintu masuk utama. Masih banyak juga orang atau tamu undangan yang memotret karangan bunga yang tak biasa tersebut. Suasana begitu ramai di dalam gedung yang baru dimasuki Aisyah. Hatinya terasa sesak saat melihat Irwan--pacarnya yang belum ada kata putus terucap telah bersanding mesra dengan wanita lain diatas pelaminan. Tidak dapat dipungkiri rasa cinta itu masih ada di dalam hatinya. Bella yang menyadari hal tersebut segera menggenggam erat tangan Aisyah dan menganggukkan kepala. "Kuat," ucapnya memberi semangat. Aisyah balas dengan tersenyum getir. Matanya tertuju ke panggung hiburan di sebelah pelaminan. "Aku ke sana sebentar baru nanti kita naik ke pelaminan untuk memberi selamat," tuturnya memberi informasi dengan santai. Bella mengangguk lemah mengiyakan. Aisyah sendiri datang tidak dengan tangan kosong. Ia membawa paper bag berwarna hitam polos yang berisi sesuatu di dalamnya. Bella sendiri sempat bertanya apa isi tas jinjing tersebut. Namun lagi-lagi Aisyah tersenyum penuh misteri dengan mengatakan, "nanti kamu juga tahu." Bella hanya bisa pasrah dengan hati bertanya-tanya. Jujur dia tidak tahu apapun rencana yang sedang dijalankan oleh sahabatnya tersebut. Banyak kejutan tak terduga yang ia dapatkan. Aisyah berjalan ke arah panggung hiburan dengan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ia mendekati pembawa acara di resepsi pernikahan tersebut. "Permisi, boleh saya menyumbang sesuatu di sini?" Seorang lelaki berjas hitam rapi yang sedang memegang sebuah mic tersenyum sumringah. "Tentu Mbak, bisa. Mau nyanyi ya?" Aisyah menggeleng. "Tidak, tapi saya mau …."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD