Episode 3 Kanaya pov

1359 Words
Terkadang seringkali kita terlalu mendengarkan pendapat dan penilaian orang lain, yang sebenarnya belum tentu baik. Sama halnya seperti diriku yang terlalu memperdulikan penilaian orang lain. Sehingga kini, aku berada di sini, di tempat yang seharusnya aku hindari. Aku menyesap orange juice, berusaha untuk bersikap tenang. Meski sebenarnya hatiku terasa sesak, udara terasa semakin mencekik di tenggorokan. Seharusnya dari awal aku tau jika datang ke tempat ini bukan pilihan tepat, karena hanya akan membuat hatiku semakin sakit. Aku bahkan harus selalu tersenyum seperti badut karnaval, di wajibkan selalu tersenyum meski aku tak ingin. Dari sekian banyak tamu undangan hadir, sebagian dari mereka ada yang mengenaliku sebagai mantan kekasih Alex, bisa di pastikan mereka amat penasaran dengan kehadiranku dan menunggu hal menarik yang akan terjadi. Bahkan beberapa orang yang aku kenali mencoba menghibur dan berkata, "Sabar ya Nay, kamu pasti dapat yang jauh lebih baik dari Alex, mungkin dia bukan jodoh kamu." ck,, anak SD pun tahu jika mereka hanya basa- basi. Banyak dari mereka menunggu adegan paling dramatis, yaitu ketika aku menyalami, memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai. Aku yakin mereka pasti sudah mempersiapkan ponsel masing- masing, bersiap merekam setiap detil pertunjukanku dan dengan senang hati akan memposting di akun media sosial masing- masing. Desas- desus tentang seorang wanita menghadiri pernikahan mantan kekasihnya yang tertuju padaku semakin terasa. Membuat telingaku terasa semakin panas. "Mau pulang?" Ajak Rani, menatapku prihatin. Dan perlu di garis bawahi dialah orang di balik semua ini, yang dengan ngototnya memaksaku datang. "Iya," jawabku. "Salaman dulu sama pengantinnya yuk, ucapin semoga bahagia," Laksmi menimpali, tatapannya mencemooh melihatku. Seketika aku balik menatapnya tajam, dia hanya tersenyum jahil membuatku ingin sekali menjambak rambutnya atau meremas mulut sialannya itu. Dia tidak tahu jika aku tengah menahan amarah dan kecewa dalam waktu bersamaan, tapi dia dengan sengaja menertawakan diriku. oh baiklah... semoga karma tidak lupa, jika ada perempuan bernama Laksmi yang ingin bernasib sama seperti diriku. Aku rasa wajar saja jika aku malas mendoakan mereka bahagia, apalagi cepat mendapat momongan. Siapapun pasti akan sama seperti diriku, jika kekasihnya menikah dengan sahabatnya sendiri. Katakanlah aku memang egois, dan biarkan saja aku menikmati rasa egoisku untuk saat ini. Tidak mudah mengikhlaskan Alex menikahi Mia, sudah terlalu banyak hal yang terjadi antara aku dan Alex, bahkan pernah suatu hari kita membahas rencana-rencana untuk masa depan bersama. Seperti memiliki rumah impian dan anak- anak yang lucu. Tapi, tepat hari ini Alex justru mengingkari semua janjinya. Aku masih mencintainya hingga hari Ini, hubunganku dengannya sudah naik satu level beranjak lebih serius, bahkan kedua keluarga sama-sama sepakat jika dua bulan lagi akan di langsungkan lamaran dan akan menikah di awal tahun depan. Tapi semua itu hanyalah omong kosong belaka. Berpisah dengan Alex merupakan patah hati terburuk dalam hidupku, mendengarkan saran Mia merupakan hal terbodoh yang sangat aku sesali. Jika saja aku tidak mempercayainya, mungkin saat ini aku masih bersama Alex Aku sempat bertemu dengan tante Maria, ibu Alex. berkali- kali ia meminta maaf, bahkan ia hampir menangis begitu melihat kedatanganku. Meski ingin sekali aku berkata jika putra kesayangannya itu sangat kurang ajar, karena meninggalkanku tanpa alasan, dan dengan teganya menikahi sahabatku. Tapi, aku tau jika itu bukanlah kesalahan tante Maria. Sebisa mungkin aku berusaha menjaga sikap dan juga aku tak ingin hubunganku dengan keluarga Alex memburu, hanya karena masalah ini. Biarlah aku dan Alex yang berakhir dengan saling membenci, tapi tidak dengan keluarganya, meski mereka batal menjadi orang tuaku . "Sampai kapanpun kamu tetap jadi anak tante, Nay. Anak kesayangan tante dan om," ucapan tante Maria sedikit mengobati hatiku. Setidaknya sampai saat ini perempuan cantik dan berhati lembut itu masih tetap menyayangiku. Keluarga Alex masih menerima baik kedatangan ku. Berbanding terbalik dengan keluarga Alex, justru keluarga Mia terkesan cuek, bahkan sikap hangat tante Lara yang biasanya ramah, kini berubah dingin. Bahkan dengan jelas mereka memperlihatkan ketidak nyamanan dengan kehadiranku. Padahal biasanya mereka sangat baik padaku. Ketika orang- orang mulai mengantri menyalami kedua mempelai pengantin, aku justru memilih berdiri di antara meja - meja di barisan paling depan. Aku tau mereka menyadari kehadiranku. Bahkan Alex sempat melihat ke arahku sekilas, kemudian menolak bertatapan lebih lama, dan segera membuang muka, menyibukan dirinya dengan menerima ucapan selamat. Berbanding terbalik dengan Mia, dia justru terlihat menghindari tatapanku. Meski dia tahu kehadiranku, Mia tidak pernah sedikitpun melihat ke tempatku berada. Sesekali mereka mempertontonkan kemesraan, saling memandang, bahkan beberapa kali Alex mencium gemas bibir Mia. Membuat desiran perih semakin terasa di hatiku. "Nay," Rani menyentuh lenganku, "Jangan nangis," Lanjutnya. "Hah? menangis? siapa? aku? nggak lah!" Tapi sebenarnya aku sendiri yang merasakan ada aliran hangat mengalir dari kedua mataku. "Aku mau kebelakang." Kutundukan wajahku, menyembunyikan tangis yang tak bisa lagi kutahan. Secepat mungkin aku berjalan ke belakang menuju kamar mandi. Menumpah kan semuanya disini. Di salah satu bilik. Menangis meluapkan rasa sakit yang terasa seperti merambat meremas hatiku sejak tadi. Bahkan sesak yang kian mencekik seperti pasokan oksigen di bumi ini habis, membuatku memukul-mukul dadaku berulang kali. Aku harus segera pergi dari tempat terkutuk ini. Aku berusaha mengikhlaskan semuanya. Tapi, ini terlalu cepat. Semuanya di ambil paksa secara tiba-tiba, bahkan aku tidak diberi kesempatan hanya untuk sekedar mendengar alasan mengapa mereka menghianatiku. Aku tidak siap kehilangan dua hal yang begitu berarti di hidupku, kekasih dan sahabat sekaligus. Seharusnya aku yang menjadi pengantin wanita, menjadi wanita paling cantik malam ini dan berdiri di samping Alex bukan Mia. Seharusnya aku yang mengenakan gaun putih menjuntai itu, bukan Mia. Dengan kasar ku seka air mata yang masih saja mengalir meski aku berusaha menghentikannya. Aku mencoba memperbaiki riasanku, bisa dipastikan wajahku berantakan, karena make up yang aku kenakan luntur akibat air mata, membuatku semakin terlihat menyedihkan. Selesai merapikan kekacauan di wajahku, aku bergegas keluar dari bilik. Namun,aku kembali merasakan nyeri di bagian perut dan panas yang mulai menjalar hingga pinggul. Aku baru sadar, hari ini aku melupakan obat yang harus aku minum, dan sial nya justru tertinggal di Apartemen. Sesuatu terasa hangat mulai mengalir di antara sela-sela kedua kaki, cairan merah pekat mulai merambat turun, terlihat jelas dari balik dress selutut yang aku kenakan. Aku semakin panik, ini pertanda buruk. Aku harus segera pulang. Baru aku membuka pintu, terlihat Rani menungguku di balik pintu, tatapannya berubah cemas "Nay, lo kenapa?" Rani mendekat, meraih pundakku. Namun tubuhku terlanjur lemas, tenaga hilang bahkan pandanganku mulai aneh. Rani terlihat banyak, bahkan semakin banyak. apa yang yang terjadi denganku? Tidak lucu bukan, jika esok hari aku menjadi trending gosip satu kantor, "Kanaya patah hati sampai pingsan di toilet!" oh tidak, itu sangat mengerikan! Aku mencoba tetap fokus, menjaga kesadaranku. Tapi, penglihatanku semakin gelap, bahkan suara Rani terdengar samar dan semakin menjauh. Indra pendengaran menjadi satu- satunya yang masih berfungsi, meski samar-samar. Di saat tubuh dan mataku mulai melemah, sayup - sayup terdengar suara lelaki, yang terus menerus mengguncang tubuhku. Wajahnya tidak terlalu jelas, penglihatan mulai kabur, dan perlahan gelap mulai menguasai ku sepenuhnya. bahkan tak lagi kudengar suara, semua menghitam dan sunyi. _________ Revan keluar dari salah satu ruangan tak jauh dari tempat berlangsungnya pernikahan Alex dan Mia. Ia tengah bertemu dengan salah satu teman nya di salah satu restoran yang berada di hotel ternama jakarta. Setelah selesai ia masuk ke toilet ,namun baru satu langkah memasuki toilet pria, terdengar kegaduhan di toilet wanita. Awalnya ia pikir itu hanya sekedar keributan biasa. perempuan senang bergosip di manapun mereka berada. Tapi begitu salah satu OB keluar dengan raut wajah panik barulah Revan memberanikan diri masuk ke area terlarang bagi kaum laki- laki itu. Revan terkejut begitu mendapati seorang perempuan tergeletak di lantai, dan bersimbah darah yang mengalir dari balik dress yang gadis itu kenakan. Sebagai seorang dokter, ia segera mendekat mengecek kondisi gadis tersebut. "Kamu siapa?" Tanya salah satu perempuan, Revan bisa tebak, itu adalah teman si gadis yang pingsan. "Ga usah khawatir, saya Dokter." "Tolong selamatkan dia!" Revan memeriksa kondisi gadis itu, dan begitu dilihat dari jarak dekat, ia menyadari jika gadis ini salah satu pasien yang kemarin datang ke Rumah Sakit, gadis ini bernama Kanaya. Revan pun mengerti kenapa gadis ini bisa sampai tidak sadarkan diri, dengan darah yang mengalir dari sela - sela pahanya. "Kita harus segera membawanya ke Rumah Sakit." Ujar Revan. tak berselang lama ambulance datang, membawa Kanaya dan juga Rani, di susul oleh Revan menggunakan mobil berbeda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD