Bab 4

1023 Words
Rion memilih duduk di bawah pohon dekat parkiran dengan wajah mengenaskan. Ia masih belum bisa kembali ke rumah karena masih syok. Lutut-lututnya terlalu lemas untuk berjalan ke mobil. Pandangannya beredar ke sekeliling. Di depan sana, ada beberapa orang berkerumun. Mereka baru saja keluar dari ruang persidangan. Seorang wanita dan pria tampak bersitegang. Tatapan keduanya begitu tajam dan seperti ingin saling membunuh. Rion hanya bisa tersenyum tipis, ia mengambil kesimpulan mungkin mereka juga sedang memiliki masalah seperti dirinya. Tentu saja, ia ada di pengadilan. Semuanya di sini pasti untuk bercerai. Pria yang tadi bertengkar berjalan ke arah Rion, karena kebetulan mobilnya ada di dekat situ. "Mas...Mas, dompetnya jatuh," tunjuk Rion. "Eh?" Pria tersebut meraba kantong dan menoleh ke arah belakangnya. Benar saja, dompetnya tergeletak di atas paving block yang jaraknya tak jauh dari posisinya berdiri. "Wah, makasih, Mas," balasnya sambil menghampiri Rion. Rion mengangguk."Habis dari dalam, Mas?" "Iya. Mas juga?" Rion mengangguk."Iya, Mas..." "Mas kenapa nangis gitu?" Pria itu menatap wajah Rion. Baru kali ini ia melihat lelaki menangis secara terang-terangan. "Ya udah ketok palu, Mas, sedih aja,"jawab Rion sambil berusaha tersenyum. "Wah, saya masih minggu depan keputusannya. Masih berebut hak asuh anak. Oh ya...kenalin saya Randy." Randy menjabat tangan Rion. "Saya Rion, Mas." "Jadi, kenapa masih di sini,Mas?" "Masih sedih." Rion tertawa miris. "Ya udah, namanya juga hidup...ya beginilah. Ada aja masalah. Kalau pun bercerai ya...berarti jodoh kita dengan pasangan hanya sampai di sini," hibur Randy sambil menepuk pundak Rion. "Iya, Mas...saya masih belum bisa Nerima aja, sih. Tapi, ya...mungkin seiring berjalannya waktu, semua akan kembali seperti semula." "Kamu tuh jangan ngikut-ngikut aku," ucap seorang wanita dengan keras. Tiba-tiba terjadi keributan di sekitar parkiran. Secara spontan Randy dan Rion memanjangkan leher mereka mencari sumber suara. Keduanya bertukar pandang. Seorang wanita tengah memarahi pasangannya. "Ada yang ribut,"kata Randy pada Rion. Rion mengangkat kedua bahunya. "Wi, kita kan belum resmi bercerai...jadi bolehlah kita pulang bersama,"balas sang pria dengan sabar. "Enggak...enggak!" Sang wanita terus menolak dan berjalan memasuki mobilnya. "Tiwi..." Pria tersebut berusaha mengejar sang wanita. Wanita itu hilang kesabaran, ia memukuli lelaki itu dengan tasnya. Kemudian ia mengambil benda apa saja yang ia lihat untuk digunakan melempar pria yang ternyata masih suaminya. "Wooo, Mbak! Pelan-pelan, Mbak,kita kena nih," protes Rion yang terkena lemparan lipstik. Wanita yang bernama Tiwi itu menoleh tajam."Apa? ikut-ikut campur sama urusan kami?" Rion berdiri dan berjalan ke arah pasangan tersebut."Kita enggak mau ikut campur, Mbak, cuma tadi Mbak lempar kena kepala saya. Untung cuma lipstik. Kasihan juga, Mbak suaminya dilempar-lempar." Rion mengembalikan lipstik tersebut pada pemiliknya. Bukannya menerima lipstik tersebut, Tiwi justru marah."Kamu mau saya lempar pakai kursi mobil?" Tiwi membuka pintu mobil dan melemparkan kotak tisu ke arah Rion. Rion menghindar."Mbak...astaga." "Mbak, sadar, Mbak," kata Randy. Tiwi yang sudah terlanjur emosi tidak peduli, ia mengambil beberapa barang lagi dari dalam mobil dan melemparkannya pada ketiga pria itu. "Bahaya...bahaya, habis ini kursi bakalan diangkut buat dilempar," kata Reno,pria yang ternyata suami Tiwi, sambil menarik tangan Randy dan Rion. Tiwi pun muncul dengan tongkat bisbol."Sini kalian, lelaki-lelaki pembawa masalah." "Kabur!!" teriak Reno yang kemudian diikuti oleh Rion dan Randy "Astaga...itu isteri apa tukang pukul." Rion mengatur napasnya saat mereka sudah sedikit jauh dari parkiran. "Nah, makanya...itu kami cerai. Telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga," kata Reno sambil menyeka keringat. "Biasanya suami siksa isteri, ini isteri siksa suami." Randy terkekeh. Mereka bertiga bertukar pandang, lalu tertawa bersamaan. "Bukan kok, kami memang sudah tidak ada kecocokan aja makanya bercerai." Reno tersenyum."Oh ya...saya Reno." "Wah kita sama sama 'R' ya...Reno, Rion...dan Randy." Randy berkacak pinggang. Lalu ketiganya tertawa lagi. "Capek, habis lari...ayo kita makan,saya traktir kalian berdua"ajak Randy. "Beneran, Mas?"tanya Reno. Randy mengangguk."Iya, anggap saja merayakan status kita yang sebentar lagi menjadi duda." "Saya barusan jadi duda, Mas." Rio. Menunjuk dirinya sendiri. "Nah, anggap saja menghibur dirimu yang hari ini menjadi duda." Randy menepuk-nepuk pundak Rion. "Ayo kalau begitu, saya juga lapar." Mereka bertiga pun kembali ke parkiran dan memasuki mobil masing-masing menuju sebuah tempat makan. Inilah awal persahabatan mereka.     **   Cinta, apa kabarmu hari ini. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kita yang ketujuh, seharusnya begitu. Tapi, kita bukanlah sebuah ikatan. Diingatanmu, mungkin...Kau dan aku adalah kenangan yang telah usang. Tapi, cinta... Di hatiku...masih ada kamu. Entah sampai kapan. Maafkan aku, masih mencintaimu yang sudah menjadi isteri dari orang lain.   (Oleh : Adiatamasa)       Suara ribut-ribut terdengar dari arah luar jendela. Rion mengerjapkan matanya berkali-kali karena merasa terganggu dengan suara tersebut. Ia baru tidur subuh tadi setelah selesai mengedit video yang berdurasi lumayan panjang. Jendela kamarnya sengaja ia buka dan AC dimatikan agar udara segar masuk ke dalam kamar. Ia melongok ke arah luar. Ternyata, di sebelah ada beberapa orang yang sedang mengangkat barang. Rumah itu sudah lama kosong, dan mungkin hari ini sudah ada orang yang membeli atau menyewanya. Rion tersenyum karena pada akhirnya ia memiliki tetangga juga. Karena masih sangat mengantuk, Rion menutup jendela kamarnya, lalu menyalakan AC. Ia mulai tidur nyenyak lagi. Risty, begitulah nama seorang wanita single berusia tiga puluh dua tahun yang menempati rumah di sebelah rumah Rion. Wanita itu terlihat puas dengan hasil masakannya sore ini. Rencananya, ia akan mengantarkan makanan ini sebagai perkenalan ke tetangga. Ia membawa sepiring bolu kukus ke rumah di sebelahnya yang sejak pagi terlihat sepi. Tapi, ia sempat melihat ada orang yang mengintip dari balik jendela lagi tadi. Artinya rumah itu tidak kosong. "Permisi!" Risty mengetuk-ngetuk pintu. Rion yang baru bangun lima belas menit lalu melangkah dengan gontai ke pintu.  Ia melihat sosok wanita cantik dan seksi di hadapannya. "Halo, saya Risty...yang baru nempatin rumah ini," sapanya dengan ramah. Rion mengangguk-angguk mengerti. Ternyata, wanita inilah yang akan menjadi tetangganya."Hai, Mbak tetangga baru...." "Eh, Dek...Mamanya mana?" Risty melihat ke dalam rumah. Rion menoleh ke arah belakang, menoleh ke sana ke mari kebingungan. "Ih...saya nanya sama kamu," kata Risty lagi. Rion tertawa sendiri setelah paham yang dimaksud adalah dirinya."Oh saya...Mama saya enggak ada. Ada apa, Mbak?" "Oh... Ini sebagai perkenalan tetangga baru." Risty mengantarkan sepiring bolu kukus buatannya. "Wah, terima kasih, Mbak." Rion menerima piring yang disodorkan Risty. "Ya udah kalau gitu, salam untuk Mama ya. Hati-hati di rumah sendirian, kunci rumahnya...kalau ada orang asing jangan dibuka pintunya ya," pesan Risty sebelum ia pergi dari sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD